Memenuhi kebutuhan korban
Dalam sebuah konflik bersenjata tentu sulit untuk mendapatkan akses pelayanan medis, sedangkan mereka sebagai korban kekerasan seksual tentu sangat membutuhkan layanan tenaga medis. Para relawan kemanusiaan pun menghadapi tantangan untuk menemukan dan menjangkau korban yang membutuhkan perawatan serta dukungan.
Saya pikir bukan hanya perawatan dan pelayanan medis yang dibutuhkan oleh korban, mereka juga butuh perlindungan dan keadilan atas apa yang mereka alami, karena lagi-lagi yang korban pentingkan bukan hanya keadaan dirinya, namun bagaimana sekitar melihat mereka, karena mereka bisa saja kehilangan sumber mata pencaharian mereka akibat dari kejadian yang menimpa mereka itu. Mereka membutuhkan dukungan secara finansial untuk tetap bertahan hidup dan melanjutkan hidup mereka sebagaimana seharusnya.
Hukum Humaniter Internasional terhadap kekerasan seksual dalam konflik dan perang.
Diterapkannya Hukum Humaniter Internasional(HHI) merupakan salah satu pembelaan dan perlindungan kepada korban. Karena setiap bentuk kekerasan seksual  yang dilakukan dalam konflik dan perang baik nasional dan internasional merupakan suatu pengingkaran terhadap hukum humaniter internasional, seperti dalam hukum perjanjian (Konvensi Jenewa IV, serta Protokol Tambahan I dan Protokol Tambahan II).
Kekerasan seksual dalam segitiga konflik-Johan Galtung
Sebagai pelopor studi perdamaian, Galtung terkenal dengan segitiga konfliknya yang mengklasifikasikan bahwa dalam sebuah konflik terjadi kekerasan yang terbagi dalam tiga kategori, yaitu structural violence (kekerasan struktur), direct violence (kekerasan langsung), cultural violence (kekerasan budaya). Dalam hal ini, jelas kekerasan seksual yang terjadi dalam konflik bersenjata termasuk ke dalam kekerasan langsung, yang dimana kekerasan ini terlihat dan diterima langsung oleh korban.
Adakah akhir untuk masalah ini?
Menurut saya, setiap masalah pasti ada solusinya, mungkin dalam hal memerangi dan mengakhiri kekerasan seksual yang kerap terjadi dalam perang bersenjata tidaklah mudah, karena banyak sekali faktor penghambatnya, salah satu yang sering dihadapi negara dan organisasi publik serta relawan kemanusiaan yaitu menjangkau korban dalam skala yang besar, seperti yang sudah saya tulis di atas, masih banyak korban yang takut untuk melapor sehingga sulit untuk memberikan perlindungan kepada mereka.
Para korban membutuhkan dukungan dalam masalah mereka ini, bantuan hukum, ekonomi, perawatan, serta saya rasa yang paling penting juga adalah pendampingan psikologis mereka, karena tentu saja para korban kekerasan seksual terganggu kesehatan mentalnya.
Jadi untuk mengakhiri terjadinya kekerasan seksual dalam sebuah konflik bersenjata, harus diperkuatnya advokasi, melakukan negosiasi terhadap pihak yang berkonflik, karena bagaimanapun, kekerasan seksual merupakan kejahatan perang yang sangat tercela, dan untuk mencapai suatu puncak perdamaian dari suatu konflik sangat diperlukan adanya perundingan dan negosiasi, organisasi-organisasi perdamaian berperan penting dalam hal ini karena mereka sebagai wakil yang memiliki power untuk melakukan itu.