Mohon tunggu...
IMANDA KRISMAYANTI SITOMPUL
IMANDA KRISMAYANTI SITOMPUL Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Sriwijaya

Imanda Krismayanti Sitompul tertarik dalam isu-isu politik dan masalah sosial baik dalam negeri maupun internasional.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kekerasan Seksual Wujud Senjata dalam Konflik dan Perang, Sukar Berakhir?

27 Februari 2023   23:33 Diperbarui: 28 Februari 2023   00:26 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konflik bersenjata atau perang bukan lagi hal yang ganjil di telinga kita masing-masing, seperti halnya yang belakangan ini sering terdengar yaitu perang Rusia-Ukraina.

Tahukah kamu senjata yang digunakan dalam suatu perang? Mungkin yang muncul di pikiran adalah bom, rudal, nuklir ataupun yang sejenisnya. Tapi tahukah kamu kekerasan seksual merupakan senjata yang juga kerap digunakan saat konflik dan perang? Sangat tercela bukan?

Kekerasan seksual sebagai senjata?

Kekerasan seksual, hal menjijikkan ini kerap sekali terjadi ketika adanya suatu konflik dan perang, digunakan sebagai suatu metode perang untuk menghancurkan musuh melalui penduduk sipilnya, adapun yang terjadi seperti memperbudak secara seksual, pemerkosaan, kehamilan paksa dan lain sebagainya. 

Seperti halnya yang terjadi di Ukraina, ditemukan 154 kasus kekerasan seksual yang terjadi, menggunakan kekerasan seksual sebagai senjata perang merupakan salah satu ciri khas pasukan Rusia ketika mengambil alih daerah-daerah di Ukraina. Sangat disayangkan hal ini sering dianggap sebagai "suatu konsekuensi dari konflik yang tidak dapat dielakkan"

Namun menurut saya, hal ini dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang sengaja dilakukan untuk menindas, karena pelakunya banyak dari angkatan bersenjata nasional, polisi serta bagian keamanan lainnya dari suatu negara maupun kelompok yang berkonflik. Mereka melakukan kekerasan seksual terhadap masyarakat kecil yang merupakan bagian dari rival mereka, dengan harapan korban mendapat malu, trauma dan merasa bercela.

Bagaimana para korban?

Banyak korban yang menutupi jika mereka mengalami kekerasan seksual, mungkin mereka merasa malu terhadap sekitar dan dipenuhi perasaan bersalah kepada diri sendiri. Hal ini yang menjadi tantangan dalam investigasi untuk melakukan pertolongan kepada korban. Takut mendapatkan pembalasan dan ancaman yang lebih lagi dari para pelaku sehingga membuat korban enggan untuk melapor.

Sumber: Merdeka.com/Shutterstock 
Sumber: Merdeka.com/Shutterstock 

Dalam hal ini, saya rasa kita harus berhasil meyakinkan para korban bahwa mereka akan tetap "aman" walaupun  mereka melapor sebagai korban serta harus menghormati privasi mereka dan melihat apa yang mereka butuh kan. Karena yang menjadi kekhawatiran para korban adalah mereka akan dikucilkan, karena sering sekali juga anak-anak dari ibu yang mengalami pemerkosaan dikucilkan di lingkungan sekitarnya dan mengalami penolakan dari lingkungan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun