Tujuan pengobatan diabetes bukanlah pengobatan yang menyembuhkan dalam arti menghilangkan penyakit diabetes dari tubuh penderitanya. Tujuan pengobatan diabetes adalah mengelola gejala diabetes dengan menjaga kadar glukosa darah tetap terkendali.
Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia 2019 yang dibuat oleh PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonnesia) menyatakan  bahwa tujuan penatalaksanaan diabetes adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan diabetes meliputi:
1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan diabetes, memperbaiki kualitas hidup dan mengurangi risiko komplikasi akut.
2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresifitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) diabetes.
Pada tulisan pertama saya di Kompasiana ini, 24 Maret 2021 yang lalu, saya mengatakan bahwa setelah divonis sebagai penderita diabetes melitus tipe 2, saya secara patuh menghabiskan semua obat (metphormin dan glibenclamide) yang diresepkan dokter kepada saya. Tetapi oleh karena saya mengalami siksaan efek samping obat berupa sembelit yang sangat luar biasa, maka saya mencoba metode 'intermittent fasting' untuk mengelola kadar glukosa darah saya. Tentunya sambil tetap melakukan gerak badan selama 30-60 menit setiap hari, kecuali hari Sabtu. Setiap hari Sabtu saya mengambil waktu untuk beristirahat tapi sambil tetap menikmati makanan yang sehat.
'Intermittent fasting' yang saya lakukan adalah dengan pola jendela 5:2. Ini adalah 'intermittent fasting' mingguan di mana saya berpuasa sebanyak dua kali @ 24 jam dalam seminggu. Saya berpuasa atau stop makan, kecuali minum air jernih, setiap hari Senin dan hari Kamis.
Sejauh ini, sampai saat saya menulis tulisan ini, saya sudah menjalani 'intermittent fasting' dengan pola 5:2 untuk selama 28 hari. Hasil yang saya dapatkan adalah bahwa kadar glukosa darah puasa saya tetap stabil di bawah 100 mg/dL. Memang masih ada rasa kebas dan kesemutan pada kedua kaki saya. Tapi bagaimanapun juga, kadar glukosa darah puasa yang tetap stabil di bawah 100 mg/dL itu adalah sebuah hasil yang sangat membangkitkan semangat saya. Luar biasa. Puji Tuhan!
Tentu saja saya belum tahu bagaimana hasil positif dan efek samping jangka panjangnya ketika 'intermittent fasting' ini dilakukan secara teratur dan berkelanjutan. Saya merasa perlu untuk terus mencoba dan mengamatinya. Semoga saja hasilnya akan positif dan mendatangkan kebaikan bagi saya.
Sebagai seorang yang sedari kecil suka bertanya 'mengapa begini dan mengapa begitu' untuk setiap hal yang menggelitik hati saya, maka saya mencari tahu mengapa 'intermittent fasting' memberikan efek positif  terhadap pengendalian kadar glukosa darah puasa saya. Ternyata begini rangkuman ceritanya: