Mohon tunggu...
Iman Subasman
Iman Subasman Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar Metode Penelitian dan Evaluasi Program Pendidikan

Pembelajar Metode Penelitian dan Evaluasi Program Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kampanye, Dalam Perspektif Budaya Jalanan (3)

25 Maret 2014   14:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:31 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kebebasan merupakan hakekat dari ”jalanan” karena ia tidak memiliki struktur yang lepas (loose structure) akibat tidak berlakunta tata nilai yang berlaku

( Prof. Dr. Irwan Abdullah, 2010)

Demokrasi identik dengan kebebasan, pada masa demokrasi pendapat apapun dalam bentuk kritikan, masukan, hujatan sekalipun boleh selama dalam niat konstruktif. Para pemberi kritikan dalam panggung demokrasi kadang bagaikan penonton dalam pertandingan sepakbola, mampu meneriaki pemain yang sedang bertanding walaupun kadang tidak mempunyai kesempatan untuk memainkan bola. Itulah bentuk kebebasan berpendapat, semua orang boleh berbicara dengan versinya masing-masing, kadang pendapat “sampah”pun bermunculan dimana-mana karena bebasnya. Demikian halnya dalam masa kampanye, masing-masing caleg bebas mengeluarkan pendapat dari tingkat yang terukur baiknya sampai dengan yang asal-asalan, yang penting tampil, eksis, tenar dan mempunyai kesempatan dipilih yang lebih besar. Kebebasan juga tidak hanya ada pada mengeluarkan pendapat, tetapi juga pada perilaku yang lainnya semisal pemasangan media, isi medianya, pola kampanye terbuka, isi kampanye terbuka dan lain-lainya, bebas seakan tanpa batas.

Kebebasan adalah hakekat “jalanan” , di jalanan tak ada lagi kontrol, tak ada lagi ada tata nilai yang berlaku bahkan dalam dunianya, jalanan kadang membentuk perilaku orang yang baik secara individu namun saat keluar di jalanan ia tak lagi seperti individu aslinya. Lihatlah, kadang kita melihat orang yang melihat pengendara lainnya dianggap salah lalu ia mengatakan, “ goblok, bangsat,....”dan lainnya padahal mungkin saja kalimat seperti itu tak pernah ia ucapkan di rumahnya, itu jalanan ia kadang lepas dari nilai dan tak peduli kesantunan.

Kebebasan tanpa aturan cenderung melanggar, cenderung melanggar batas, tidak ada lagi etika kesantunan apalagi norma agama. Wujud demokrasi demikian boleh terjadi, boleh tercipta karena secara natural demokrasi semacam itu dilahirkan dari budaya jalanan yang tak mempunyai tata nilai. Jangan menuntut tanggungjawab apalagi pertanggungjawaban kolektif nilai, karena masing-masing individu dalam budaya jalanan memberikan kontribusi nilai. Akhirnya muncullah reproduksi budaya jalanan untuk demokrasi pada masa kampanye.

Kampanye kita saat ini memberikan kebebasan tanpa disertai tata nilai yang baku, tak banyak caleg merenung bahwa kampanye sebenarnya tidak hanya pesta demokrasi tapi ia juga wahana pembelajaran memaknai kebebasan dalam dunia demokrasi kepada warga. Kampanye pun wahana untuk menampilkan gagasan-gagasan bernegara yang baik, memandang lawan politik sebagai sparing pemikiran bukan lagi musuh di lapangan, memandang pesaing sebagai upaya belajar dan memahami kompetitor bukan sekedar person yang dianggap ancaman. Jika kondisi kampanye dipahami dengan tatanilai yang baik, tentu melalui pembelajaran kampanye akan melahirkan negarawan-negarawan hebat, tangguh dan secara nilai ia menjadi guru kolektif masyarakat. Namun untuk saat ini pemandangan itu tampaknya masih berupa harapan, warga tak lagi diajak untuk membangun tata nilai demokrasi, tak diajak memahami bahwa perbedaan dalam demokrasi itu sebagai ruang memahami berbagai pemikiran positif sehingga perbedaan menjadi kehidupan, yaitu kehidupan memahami sesuatu yang mungkin belum terpikirkan dalam otak kita. Dengan kehidupan itulah kita dapat merasakan bahwa demokrasi adalah tatanilai menuju perbaikan, baik untuk caleg dan warga karena dalam prosesnya terjadi akulturasi pemikiran dan sikap positif.

Di masa mendatang tentu kita sangat berharap demokrasi ini menumbuhkan nilai positif dari berbagai dimensi, kesempatan, ruang, tatacara, perilaku, aktor dan lainnya karena demokrasi adalah perpaduan antara kebebasan dan legalitas yang ukurannya adalah tatanilai, harapan dan toleransi budaya sehingga dalam setiap event demokrasi akan selalu melahirkan tatanilai baru yang berbasis kepada kearifan, warga negarapun sumringah dengan harapan baru serta terbentuknya jiwa toleransi tinggi dalam menyongsong perbaikan di masa mendatang sehingga demokrasi ini adalah tangga untuk menjadikan Indonesia sebagai negara bermartabat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun