Kejadian langka terjadi di La Liga musim ini. Untuk kali pertama, penetuan juara harus dirampungkan di pekan pamungkas. Menariknya, penentuan juara itu berlabel head to head. Adalah Barcelona dan Atletico Madrid yang menjadi pelakon head to head tersebut. Setelah melalui 37 pekan lewat perjuangan yang melelahkan, kedua klub akan saling “bunuh” di Camp Nou, markas Barcelona, untuk menentukan siapa juara Liga Spanyol musim 2013-2014.
Di saat kaki-kaki sudah mulai lelah berlari memburu bola, di saat tubuh mulai dilanda keletihan akibat perjuangan panjang menuju pekan terakhir, gelar juara tak kunjung ditahu siapa pemiliknya. Gelar juara sepertinya tidak ingin berlabuh di salah satu klub sebelum wasit meniupkan peluit panjang 2 x 45 menit di pekan pamungkas. Sungguh terlihat aneh dan kesannya tidak adil bagi Barcelona dan Atletico karena harus berjuang sampai tetes keringat penghabisan.
Barcelona boleh iri sama Bayern Munich, Raja Bundesliga Jerman, yang sudah mengunci gelar pada Spieltag ke-27, dari 34 Spieltag. Atletico boleh cemburu sama Kekasih Italia, Juventus, yang memastikan gelar juara Serie-A dua giornata sebelum kompetisi usai. Di saat dua klub raksasa tersebut (Munich dan Juve) sudah tidak merasakan beban dan tekanan pada pekan pamungkas, Barca dan Atletico harus berjibaku memperebutkan predikat terbaik di kompetisi terelit di ranah Spanyol itu. Sebuah pagelaran terdahsyat di penghujung musim ini yang “haram” hukumnya untuk kita lewatkan begitu saja.
Nah, Barca tentu tidak akan melewatkan kesempatan yang sudah berkali-kali diberikan oleh “Dewi Fortuna”. Bagaimana tidak, sejak menguasai tabel klasemen sejak pekan pertama hingga ditahbiskan sebagai juara paruh musim, Barca mulai terlihat kedodoran bersaing dengan duo Madrid, meski sepasang laga El Clasico dimenanginya. Berkali-kali Barca memeroleh hasil minor melawan klub-klub medioker, kalau tidak imbang, pasti kalah, hingga puncaknya datang pada pekan ke-33 di mana Barca nangkring di posisi tiga. Publik Catalonia mulai “optimis” akan datangnya predikat sebagai klub tanpa gelar musim ini, mengikuti jejak Madrid musim kemarin.
Lagi-lagi Barca dinaungi keberuntungan. Di saat hasil minor diraih, duo Madrid malah ikut-ikutan meraih hasil yang sama. Puncaknya terjadi pada jornada ke-37. Di kandang sendiri, Atletico yang seharusnya bisa memetik tiga poin dari Malaga untuk mengunci gelar, menyusul hasil kacamata yang didapat Barca dari laga kontra Elche, malah ditahan imbang 1-1 oleh anak asuh Bernd Schuster, eks juru taktik Madrid. Di tempat yang lain, Madrid malah tumbang di tangan Celta Vigo. Madrid pun tersingkir dari persaingan memburu gelar. Menarik, menegangkan, dan sedikit aneh. Namun, itulah sepak bola, sama halnya dengan kehidupan manusia di muka bumi, ibaratnya roller coaster yang berputar turun-naik dan naik-turun.
Barca kini tak boleh lagi hanya sekadar mengharapkan “Dewi Fortuna”. Keberuntungan yang didapat kemarin, mungkin bisa saja tidak didapat lagi pada moment yang menentukan ini. Adagium “kesempatan biasanya datang hanya sekali” harus betul-betul dicermati. Barca boleh tersenyum karena adagium itu terbantahkan. Kesempatan untuk juara kembali datang di tempat dan waktu yang pas. Main di markas sendiri dengan bantuan atmosfer Camp Nou, dan momen yang indah adalah kesempatan terakhir buat Barca guna memberikan kado terakhir buat sang mantan pelatih yang meninggal karena kalah “bertarung” melawan kanker kelenjar ludah.
Olehnya itu, konsentrasi pada laga “finale” wajib hukumnya buat Barca. Bahwa hanya dengan kemenangan dan gelar juara, almarhum Tito Villanona akan tersenyum. Lionel Messi dkk sudah terang-terangan akan mempersembahkan gelar juara buat Tito. Semua berikrar demi Tito, titel juara La Liga harus dipertahankan. Skuat lengkap, yang cedera sudah pulih. Puyol dan Pique sudah siap unjuk gigi di lini pertahanan. "Sungguh Terlalu Kalau Barca tak Juara". (Lukman Hamarong)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H