Mohon tunggu...
Lukman Hamarong
Lukman Hamarong Mohon Tunggu... Administrasi - Sangat sulit menjadikan aku seperti kamu, karena aku adalah aku, kamu ya kamu

Mengalir seperti air

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Lionel Mencari Panggung Messi

16 Juni 2019   14:47 Diperbarui: 16 Juni 2019   14:50 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya artikel ini saya tulis pukul 00.00 wita tadi malam, sebelum Argentina melakoni partai perdananya di Copa America 2019 kontra Kolombia. Hasil akhir kita sudah tahu. Argentina tumbang 0-2. Sedih, sudah pasti. Tapi hasil tadi pagi bukan kiamat. Peluang masih terbuka lebar bagi Argentina untuk terus melaju ke partai puncak, bahkan (semoga) juara.

Mengingat yang akan lolos ke babak knockout adalah peringat pertama dan kedua, plus peringkat ketiga terbaik. Sebagai fans Argentina, saya masih tetap optimistis, Albieleste akan terus melaju dan juara. Lupakan Kolombia, tetap fokus di partai berikutnya. Berikut tulisan yang saya tulis semalam dengan keyakinan masih tetap sama, meski Argentina kalah di partai pembuka. Soal Argentina, tak ada kamus menyerah melihat mereka berlaga.

Laiknya Messi dan Ronaldo di dunia sepak bola, republik ini sepertinya hanya dimobilisasi oleh dua nama, Jokowi dan Prabowo. Energi bangsa habis terkuras hanya memikirkan keduanya. Bukan salah mereka jika mulut berbusa-busa melanggengkan sensasi ejekan, kemudian tangan pegal-pegal menekan tuts mempergunjing keduanya dengan berbagai umpatan cacian dan makian. Lalu siapa yang salah?

Kalau mau jujur, kita-kita inilah yang menjadi biang ributnya jagad politik bangsa ini. Kita tiada hentinya membuat kabar berita yang menyudutkan keduanya. Padahal sejatinya kita tak tahu apa-apa tentangnya, tentang dia, dan tentang mereka. Lalu kapan berakhirnya silang sengkarut ini? Haruskah keburukan dibalas dengan keburukan yang lain? Kalau sudah begitu, lalu kapan berakhirnya keburukan itu?

Kita punya waktu sebulan untuk tidak membahas dua tokoh besar tersebut. Dalam artian, lupakan mereka. Kita punya panggung lain yang bisa kita jadikan bahan elaborasi. Mungkin tidak banyak yang tahu jika tabir panggung Copa America 2019 telah dibuka pagi tadi di Brasil sebagai tuan rumah turnamen sepak bola terakbar di benua Amerika Selatan tersebut.

Berbicara sepak bola Amerika, mungkin berdosa kalau kita tidak ikut membincang satu nama besar di dunia sepak bola, Lionel Messi. Ya, Messi kembali bermain buat negaranya, Argentina. Banyak yang bilang, Messi tidak berdaya jika bermain buat Argentina. Beda ketika Messi berkostum Barcelona, selalu tampil trengginas berujung prestasi. Apakah seperti itu? Tidak juga. Messi empat kali membawa Argentina ke final di beberapa turnamen besar.

Kalau pun gagal merengkuh trofi, saya kira kembali ke persoalan keberuntungan saja. Cepat atau lambat, Messi akan menemukan panggungnya. Usia kepala tiga bagi seorang pesepak bola sudah tergolong uzur. Dan Messi sudah memasuki fase tersebut. Apakah dengan usia 33 tahun, Messi mengalami tanda-tanda kemunduran? Tidak! Messi malah semakin matang di usianya yang sekarang. Kematangan itu bisa kita lihat di musim kemarin. Betul Messi gagal di perempat final Liga Champion, kemudian kandas di final Copa del Rey bersama Barcelona, tapi itu bukan ukuran untuk menjustifikasi bahwa Messi menurun. Juara dan Top Skor La Liga, Top Skor Liga Champion, plus meraih Sepatu Emas adalah bukti kengerian Messi di usia tuanya. Messi tidak berbicara banyaknya trofi musim kemarin, tapi ia berbicara lewat gol-gol yang ia ciptakan.

Nah, di Copa America edisi kali ini, Messi mencoba peruntungannya di tangan pelatih baru Argentina, Lionel Scaloni. Punya nama depan identik membuat seluruh fans Argentina di belahan bumi manapun berharap ada chemistry di antara keduanya untuk saling mendukung memberi semangat kepada pemain muda semodel Lautaro Martinez untuk unjuk kemampuan dan prestasi. Apatahlagi sebagai kapten, Messi punya tanggung jawab ganda, yakni sebagai motivator sekaligus sebagai inspirator buat pemain Argentina yang lain. Tidak mudah memang, tapi saya yakin sang pelatih, Lionel, akan menemukan panggung yang tepat buat Messi untuk menghapus dahaga juara bagi Argentina, sekaligus menahbiskan diri sebagai pemain terbaik sepanjang masa melebihi sang legenda, Diego Armando Maradona. (Lukman Hamarong)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun