Mohon tunggu...
Lukman Hamarong
Lukman Hamarong Mohon Tunggu... Administrasi - Sangat sulit menjadikan aku seperti kamu, karena aku adalah aku, kamu ya kamu

Mengalir seperti air

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Ironi Atlet Berprestasi Berseragam PNS

1 Februari 2014   06:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:16 834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1391221247764748381

[caption id="attachment_319564" align="aligncenter" width="510" caption="Nurhayati tengah bersalaman, (Sumber: Sportku.com)"][/caption]

Sedih tak berujung mampir lagi saat saya usai membaca sebuah berita di Tabloid Mingguan BOLA Edisi Kamis-Rabu, 30 Januari - 5 Februari 2014 pada rubrik Olimpik halaman 33. Judul berita itu, “Atlet Berprestasi Malah Turun Pangkat”, dengan sub judul “Kasus Nurhayati”. Bagi penggemar event olah raga multi cabang semodel SEA Games dan Asian Games, nama Nurhayati bukanlah nama asing, melainkan nama yang begitu sangat familiar di telinga kita. Mantan Pebalap Sepeda Putri nomor satu di Asia Tenggara itu kini bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Balai Pemuda Olah Raga (BPO) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Usai pensiun dari dunia kayuh-mengayuh pedal sepeda, Nurhayati diangkat menjadi PNS. Diangkatnya Nurhayati sebagai aparat sipil negara, tak lain dan tak bukan karena prestasinya di dunia olahraga, spesifik balap sepeda. Raja Asia Tenggara ini selalu menyumbang emas untuk merah-putih di ajang regional sekelas SEA Games, bahkan kerap dikirim ke ajang yang lebih tinggi lagi, seperti Asian Games.

Sudah bukan rahasia lagi, atlet berprestasi akan diberi jaminan oleh pemerintah berupa pemberian Nomor Induk Pegawai (NIP) sebagai simbol status PNS. Nurhayati pun kini menikmati hari-harinya sebagai seorang aparatur pemerintahan di DIY. Persoalan kemudian muncul ketika selama menjadi PNS, Nurhayati kerap meninggalkan kantor tanpa keterangan. Dinilai lalai dan indisipliner, Kepala BPO lantas menurunkan pangkat Nurhayati dari Pengatur Muda II.a menjadi I.d (maaf, setara dengan pesuruh) per 1 Februari 2014. Penurunan pangkat ini tertuang dalam Keputusan Gubernur Nomor 002/pem.D/UP/HK/D.4 tertanggal 17 Januari 2014.

Sungguh saya tercengang. Seorang mantan atlet yang sudah berjasa membawa nama harum bangsa dan negara di dunia internasional, diturunkan pangkatnya menjadi juru tingkat I.d, (maaf, tanpa mengkerdilkan pekerjaan lain), sederajat bujang di sekolah. Apakah pantas pahlawan olahraga dijadikan pesuruh di kantor? Pembelaan saya terhadap Nurhayati bukan tanpa sebab yang jelas. Nurhayati sering mengajukan izin kepada pimpinannya tapi tidak pernah direspon. Menegakkan aturan dengan tegas memang tidaklah salah, bahkan sebuah keharusan, tetapi diperlukan pula kehati-hatian seorang pemimpin dalam mengambil tindakan ekstrim. Boleh jadi, ada sesuatu yang amat penting yang membuat Nurhayati jarang masuk kantor, mengingat background-nya yang seorang mantan atlet.

Informasi yang saya baca, hasil browsing di Internet, dijelaskan bahwa Nurhayati ternyata masih aktif melatih para pebalap sepeda muda. Bahkan dari pagi hingga sore hari, Nurhayati berjuang memeras keringat untuk satu tujuan mulia, yaitu mencetak atlet-atletberprestasi. Itulah sebabnya ia kadang meninggalkan tugasnya di BPO, tempatnya bertugas. Tugas melatih ini tentu bukan pekerjaan remeh temeh, tapi melainkan sebuah misi mulia untuk mencetak Nurhayati-Nurhayati baru yang bisa mengikuti jejak Nurhayati, bahkan kalau bisa melampaui prestasinya.

Menurut saya, penurunan pangkat dari II.a ke I.d adalah sebuah tindakan yang tidak manusiawi, bahkan terkesan sebagai pelecehan terhadap atlet yang sudah mengharumkan nama bangsa. Bukankah status PNS yang disandang Nurhayati adalah buah dari prestasinya di dunia balap sepeda? Pemberian status PNS kepada atlet berprestasi adalah penghargaan negara terhadap pahlawan olahraga kita. Dan saya kira, para pemangku kebijakan di birokrasi pemerintahan harus mengerti pekerjaan mereka. Pemimpin harus memiliki kerendahan hati dan bijak dalam menyikapi sebuah persoalan, bukan seturut dengan hawa nafsu, yang bisa menyebabkan kontra produktif.

Jangankan atlet berprestasi, mantan atlet pun yang diberi penghargaan oleh negara sebagai PNS, tentu tidak akan dituntut untuk terus berada di kantornya, kecuali yang bersangkutan memang secara total berhenti menggeluti dunia olahraga, maka wajib menjalankan tupoksi-nya sebagai seorang abdi negara secara full. Sementara Nurhayati sendiri, tenaganya masih dibutuhkan sebagai tenaga pelatih, sehingga aktivitasnya di kantor mungkin tidak sama dengan PNS lainnya. Ini preseden buruk bagi atlet dan mantan atlet yang sudah diangkat sebagai PNS, ketika diperhadapkan pada masalah yang sama. Sungguh ironis. Akibat masalah ini, Nurhayati pun mempertimbangkan untuk mengundurkan diri sebagai PNS.

Penulis punya dua teman yang hingga saat ini masih aktif sebagat atlet, dan akibat prestasinya, dia diangkat menjadi PNS. Pertama, FaisalZainuddin. Karateka nasional, asal Kota Palopo Provinsi Sulawesi Selatan ini sekarang menjadi PNS di Pemda Provinsi Sulsel. Dia adalah atlet nasional dengan segudang prestasi yang mendunia. Tidak ada yang tidak mengenal karateka tampan ini. Meski bekerja sebagai PNS, tetapi ia kerap dipanggil mengikuti pelatnas di Jakarta. Apakah pihak Pemprov marah? Tidak…! Malah pemerintah setempat bangga.

Kedua, Sri Rahayu Masi. Pedayung cantik ini adalah seorang PNS di Kabupaten Luwu Utara. Dia pun kerap meninggalkan kantornya hanya untuk mengikuti jadwal pelatnas dalam rangka persiapan PON dan SEA Games. Apakah Pemda Luwu Utara marah? Tidak juga…! Malah Luwu Utara bangga dengan prestasi yang dia toreh karena ada nama daerah yang dia bawa, sehingga secara otomatis, nama Luwu Utara bisa dicatat sebagai salah satu daerah penyumbang atlet berprestasi bersakala nasional dan internasional. Atlet dan mantan atlet harus tetap diberi perhatian, jangan dibiarkan pahlawan olahraga ini “mati” dimakan bangsanya sendiri. (Lukman Hamarong)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun