Beberapa hari-hari terakhir di Bulan Desember 2024, Makassar yang dilanda cuaca ekstrem dengan terus diguyur hujan dengan intensitas ringan hingga  deras yang mengakibatkan banjir di beberapa titik wilayah di ibu kota Sulawesi Selatan tersebut, sejumlah daerah dan kawasan yang merupakan langganan banjir dengan curah hujan tinggi yang mengakibatkan banjir bandang, meluapnya  air sungai, pohon tumbang, tanah longsor dan sebagainya.
Meski begitu, datangnya musim hujan dengan cuaca ekstrem tersebut kerap menjadi momok yang mencemaskan bagi sebagian besar masyarakat, karena intensitasnya yang tinggi sehingga berdampak terjadinya banjir dan sejumlah pohon-pohon menjadi tumbang yang berakibat jatuhnya korban dan beragam kerugian, baik korban jiwa maupun harta benda. Seperti itulah kisah datangnya hujan yang terkadang perhatian menjadi 'musibah' tahunan bagi warga masyarakat.
Dilain sisi, hujan sepertinya tak lagi bisa diprediksi secara pasti kapan datangnya, sehingga tak sedikit dari kita merasa 'terusik' karena kehadirannya yang tiba-tiba. Bagi masyarakat dengan mobilitas tinggi, hujan menjadi salah satu faktor penghambat aktivitas. Ada yang gelisah, ada yang mengeluh karena agendanya terhambat, entah itu (ada) meeting, janji dengan klien dan lain sebagainya. Meski demikian, selalulah untuk tetap mawas diri dan tenang, hindarkan  kegelisahan. Karena hakekatnya hujan akan membawa keberkahan bukan musibah dan malapetaka. Insyallah
Dua Cara Pandang
Membahas tentang banjir yang dialami penduduk bumi, ada dua cara pandang. Pertama, tercatat dari sejarah para nabi, ratusan tahun lalu sejatinya pernah terjadi peristiwa banjir yang dialami kaum 'Ad, Negeri Saba' dan begitupula terhadap kaumnya Nabi Nuh Alaihis Salam pernah terjadi. Tertulis kisah tersebut dalam Alquran surah Hud ayat 32-49, surah al-A'raf ayat 65-72, dan surah Saba ayat 15-16. Dalam riwayat tersebut dijelaskan, secara kajian teologis, peristiwa banjir tersebut disebabkan karena kedurhakaan umat manusia terhadap ajaran Tuhan yang disampaikan oleh para nabi.
Kedua, cara pandang ekologis, peristiwa banjir disebabkan adanya ketidakseimbangan dan disharmonisasi dan disorintasi manusia dalam memperlakukan alam sekitarnya termasuk lingkungannya. Artinya, banjir bukanlah semata karena musibah kemurkaan Allah kepada umat manusia. Akan tetapi banjir juga bisa merupakan fenomena ekologis yang disebabkan oleh perilaku manusia dalam mengelola dan berinteraksi kepada lingkungan, seperti sebagai Sunnah lingkungan.Â
"Bukanlah Kami yang menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri, (disebabkan) citra (kondisi) lingkungan mereka tidak mampu menolong di saat banjir, bahkan mereka semakin terpuruk dalam kehancuran," (QS. Hud: 101)
Alquran memberikan Solusi Terhadap Banjir
Dalam Alquran telah dijelaskan secara tersurat maupun tersirat bahwa bencana alam banjir. Allah SWT memberikan peringatan pada kita untuk manusia bisa taat dan patuh dengan tidak semena-mena dan melakukan kerusakan di bumi beserta segala isinuya. Firman-Nya tersebut berbunyi, "Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdo'alah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan," (QS. al-A'raf: 56).
Dari uraian tersebut diatas, sangatlah jelas bahwa ayat tersebut memerintahkan kita agar manusia patuh dan taat dengan tidak melakukan tindakan dan kerusakan yang mengakibatkan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain.