Mohon tunggu...
Imam Wiguna
Imam Wiguna Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Karyawan swasta, ayah dua anak, tinggal di Bogor.

Selanjutnya

Tutup

Money

Indonesia Krisis Petani Muda

22 Mei 2019   21:59 Diperbarui: 22 Mei 2019   22:02 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di usianya yang sudah senja, Dahlan (77 tahun), masih mondar-mandir ke kebun untuk merawat kebun jeruk miliknya di Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Ia sejatinya sudah lelah mengurus kebun. Namun, apa daya. Mencari tenaga kerja sekadar untuk memupuk, mencabut gulma, dan menyemprot hama begitu sulit di daerahnya. "Anak muda sekarang lebih memilih menjadi tukang ojek dari pada menjadi petani," tuturnya. Akibatnya, ia tidak optimal merawat kebun. Rumput-rumput dibiarkan tumbuh tinggi mengepung pohon jeruk yang ia tanam.

Saat ini di Indonesia boleh dikatakan krisis petani muda dan tenaga kerja tani muda. Lihat saja data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2013 yang menyebutkan bahwa 62% petani di Indonesia berusia lebih dari 45 tahun. Adapun jumlah petani muda, yakni berusia kurang dari 35 tahun hanya 12%. Apa jadinya bila kelak menjadi petani bukan lagi pilihan profesi yang membanggakan. Jika tak ada lagi petani, siapa yang memproduksi pangan? Di sisi lain jumlah penduduk terus bertambah. Padahal, kebutuhan pangan akan meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Apa kita harus mengandalkan pasokan impor? Itulah sebabnya regenerasi petani di Indonesia sangatlah penting.

Itulah sebabnya saya sangat bangga bisa bertemu para pemuda yang memilih bertani sebagai profesi. Beberapa di antaranya bahkan berpendidikan sarjana. Contohnya Rizal Fahreza, S.P. Pemuda 27 tahun asal Kabupaten Garut, Jawa Barat, itu belum pernah menggunakan ijazah sarjananya untuk melamar kerja seperti para sarjana pada umumnya. Saat lulus ia malah kembali ke kampung halamannya di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut. Di sana ia mengelola kebun jeruk yang ia rintis sejak masih kuliah pada 2013.

Rizal Fahreza, lulus kuliah langsung jadi petani/dokpri.
Rizal Fahreza, lulus kuliah langsung jadi petani/dokpri.

Rizal mengebunkan 1.400 pohon jeruk jenis siam asal Garut di lahan 1,2 hektare. "Dari populasi itu yang tersisa saat ini sekitar 1.200 pohon karena ada beberapa pohon yang tumbuh kurang optimal dan mati," ujar alumnus Program Studi Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB itu. Ia mulai panen perdana pada 2016. Kini Rizal memanen rata-rata 5---10 kg jeruk dari setiap pohon per tahun.

Rizal menjual hasil panen kepada para pengunjung yang datang ke kebun. Sejak Februari 2017, Rizal membuka kebun untuk dikunjungi masyarakat umum. "Jadi konsepnya sebagai kebun edukasi dan agrowisata," tutur anggota Dewan Pakar Himpunan Alumni IPB 2013---2017 termuda itu.  Di kebun yang berlokasi di Kampung Leuwiereng, Desa Mekarsari, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, itu para pengunjung dapat memetik sendiri  buah jeruk yang sudah matang. Setelah dipetik, pengunjung menimbang hasil petik lalu membayarnya di kasir. Rizal membandrol harga jual jeruk Rp20.000 per kg.

Rici Solihin, keluar dari bank dan memilih jadi petani/dokpri.
Rici Solihin, keluar dari bank dan memilih jadi petani/dokpri.

Ada juga Rici Solihin, S.E., M.M. Yang mengagumkan, pemuda 29 tahun itu pernah bekerja di sebuah bank pemerintah. Namun, ia lebih memilih mengundurkan diri dan menjadi petani paprika di daerahnya di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Keputusannya itu sempat ditentang kedua orang tuanya. Namun, Rici bergeming. Kini ia memiliki 4 rumah tanam dengan luas masing-masing 500---700 m2 di Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Tiga rumah tanam di antaranya untuk membudidayakan paprika, satunya lagi untuk membudidayakan mentimun jepang alias kyuri dan tomat ceri. Ia bahkan sedang membuat rumah tanam baru dengan luas sekitar 500 m2.

Rici menanam paprika secara bergilir. Di salah satu rumah tanam paprika siap panen, tanaman di satu rumah tanam lainnya baru setinggi paha orang dewasa atau berumur sekitar 2 bulan setelah tanam. Adapun satu rumah tanam lainnya baru saja selesai masa produksi. Dengan pola produksi bergilir itu, Rici rutin memanen rata-rata 1 ton paprika per bulan. Ia menjual hasil panen ke perusahaan pemasok pasar swalayan di Bandung, Jakarta, dan berbagai daerah di Pulau Jawa. Harga jual paprika berfluktuasi. Saat panen raya harga anjlok Rp7.000 per kg. Saat harga bagus berkisar Rp17.000 per kg untuk paprika hijau, Rp25.000 paprika merah, dan Rp40.000 paprika kuning. Berkat usahanya itu Rici malah mampu melanjutkan kuliah pascasarjana.

Indonesia membutuhkan petani-petani muda seperti Rizal dan Rici. Sayangnya di mata para pemuda petani adalah profesi yang tidak menjanjikan. Bahkan, para petani menyarankan anaknya agar tidak menjadi petani jika dewasa kelak. Mereka lebih suka anaknya menjadi karyawan daripada bekerja di ladang dan sawah. Oleh sebab itu tugas pertama yang harus dilakukan adalah mengubah image profesi petani dengan menggaungkan para petani muda inspiratif seperti Rizal dan Rici. Undang mereka untuk berbagi pengalaman di berbagai kampus dan sekolah-sekolah. Tunjukkan bahwa menjadi petani juga bisa meraup sukses.

Kendala lain adalah akses para pemuda terhadap modal. Modal seringkali menjadi batu sandungan para pemuda untuk memulai bertani. Itulah sebabnya perlu sokongan lembaga keuangan yang memberi kemudahan para pemuda untuk mengakses modal baik melalui pinjaman lunak atau sistem bagi hasil dengan pemberi modal. Jika semua kendala itu teratasi, regenerasi petani akan berjalan cepat dan para petani muda pun bermunculan di seluruh pelosok negeri. (Imam Wiguna)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun