Suatu hari, di Minggu yang lugu, aku dan kamu bertemu. Kita mengelilingi taman yang basah selepas hujan. Jemari kita berpelukkan. Kaki kita menari seirama. Kamu ingat kecipak air yang basahi sepatu, juga kaos kakimu? Sungguh, aku masih mengingatnya. Langkahku memang seceroboh itu, tak tahu genangan air telah menunggu diinjak sepatuku. Ingin kuucapkan maaf, tetapi urung. Matamu menatap mataku, tarikan napasmu panjang. Kukira kamu akan marah, sebelum senyum merekah di antara bunga-bunga dan dedaun yang mungkin cemburu padamu. Â Kita kembali berjalan, genggamanmu bertambah kuat di jemariku, tawa kita pecah di udara. Orang-orang melihat kita yang tak peduli pada mereka. Deru kuda-kuda besi dan bunyi klakson seperti instrumen yang iringi semesta kita. Di taman itu kita menduduki kursi yang barangkali sudah menunggu sedari pagi. Tangan kita sudah tak saling memeluk. Kamu bercerita tentang lucunya adikmu, bapakmu yang dingin, ibumu yang bawel, posesifnya kekasihmu, hingga apapun saja yang berhasil kudengarkan. Kamu diam tiba-tiba, aku diam. Langit meredup, lampu-lampu menyala. Cahaya memantul dari kaca matamu. Hari menuju gerbang malam.Â
"Bisakah kamu pejamkan mata untukku?" Pintamu sembari mengusap bulir di pipi. "Sementara atau selamanya?" Jawabku, sedikit bercanda. Air mata menderas di wajahmu, "Aku tak tahu bagaimana, jika tanpamu".
Kupejamkan mata setelah bayanganmu menerpa setengah wajahku. Kulitmu menyentuh pipiku. Napasmu menghembus di telingaku. Betapa bahagianya, mendapati bisikanmu yang masih kudengar hingga kini, "Aku mencintaimu".
Kita saling menatap, aku memelukmu.
Setelah hari ini, setelah kita berpisah, apakah kamu masih mengingatnya? Seperti aku yang selalu mengenangmu. Sungguh, aku masih mendengar bisikanmu sore itu, sebelum arjuna yang entah datang dari mana—melamarmu. Setiap hari, sejak kudengar kabar pernikahanmu dengannya, aku berkeras untuk meruntuhkan percaya pada bisikanmu yang tak mau pergi itu. Tetapi betapa sulitnya bagiku, hingga kusadari ketidakmampuan diri. Ternyata aku tak pernah mampu meruntuhkan percayaku pada bisikanmu, bahwa kamu memang benar-benar mencintaiku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H