Mohon tunggu...
Imam Suhadi
Imam Suhadi Mohon Tunggu... -

Imam Suhadi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Quick Count Fungsi Control sekaligus Sumber Masalah

12 Juli 2014   02:43 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:36 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah Pilpres 9 Juli 2014, harapan masyarakat Indonesia untuk segera dapat mengetahui siapa presiden terpilih secara cepat harus ditunda dulu. Hal ini terkait dengan hasil quick count dari lembaga-lembaga survey yang berbeda. Dari 11 lembaga survey, 7 lembaga survey menyatakan pasangan Jokowi-JK unggul, sedangkan 4 lembaga survey menyatakan pasangan Prabowo-Hatta yang unggul.

Tabel 1. Hasil Quick Count Pilpres 2014

Rata-rata selisih positif quick count dari 11 lembaga survey tersebut adalah 3,78%.

Kondisi perbedaan hasil Quick Count ini secara ilmiah sebenarnya sesuatu hal yang dapat didiskusikan, namun menjadi rawan dikarenakan hasil Quick Count tersebut digunakan untuk klaim kemenangan. Menjadi semakin rawan dikarenakan perjalanan Pilpres 2014 ini sangat panas. Sehingga tuduhan-tuduhan salah satu pihak melakukan kebohongan survey, dan pihak lain “membeli independensi” lembaga-lembaga survey untuk memenangkan capres yang mereka usung mengemuka.

Di media sosial perang komentar antar pendukung terus berlanjut. Harapan setelah pilpres wall-wall mereka menjadi tenang kembali, tidak terjadi. Para pendukung Jokowi-JK berargumen bahwa hasil quick count yang memenangkan capres yang mereka dukung adalah lebih benar dan tepat, berdasarkan dominansi hasil lembaga survey 7 berbanding 4, ada pula yang berargumen berdasarkan lembaga survey yang dianggap lebih kredibel dibanding dengan lembaga survey yang memenangkan pasangan Prabowo-Hatta. Para pendukung Prabowo-Hatta tidak mau kalah, dengan berargumen bahwa lembaga survey yang memenangkan capres dukungan mereka, walau lebih sedikit juga merupakan lembaga survey yang kredibel, dan selanjutnya menyodorkan data real count cepat versi mereka yang sesuai hasilnya dengan hasil quick count lembaga survey yang memenangkan capres mereka.

Yang amat disayangkan sebenarnya adalah komentar dari para surveyor dan capres atau timses capres, yang mengklaim kemenangan berdasarkan hasil quick count tersebut. Bahkan sampai terlontar komentar bahwa jika hasil real count KPU berbeda dengan hasil quick count yang memenangkan kubu mereka, sebagai pasti ada kecurangan. Komentar-komentar seperti ini yang dapat menyulut konflik. Bukan hanya konflik di elit politikus, tetapi juga konflik di grassroot. Sehingga dengan melihat partisipasi yang besar dari rakyat Indonesia dalam Pilpres 2014 ini, komentar-komentar ini bisa menjadi penyebab konflik horisontal yang besar.

Kontroversi Quick Count

Kontroversi Quick Count di Indonesia sudah pernah terjadi sebelumnya. Bahkan sebelumnya kontroversi terjadi dalam beberapa Pilkada Provinsi dan Pilkada Kota, dimana jumlah populasi pemilih jauh lebih sedikit dengan sebaran geografis yang tidak rumit jika dibandingkan dengan Pilpres.

Pilkada Provinsi Sumatera Selatan

Pada Pilkada Sumatera Selatan, tanggal 4 September 2008 yang diikuti pasangan Alex Nurdin-Eddy Yusuf (ALDY) dan Syahrial Oesman dan Helmi Yahya (SOHE) terjadi kontroversi quick count.

Dalam Pilkada tersebut hasil quick count 3 lembaga survey adalah sebagai berikut:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun