Mohon tunggu...
Imam Suhadi
Imam Suhadi Mohon Tunggu... -

Imam Suhadi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Real Count KPU Salah Jika Berbeda Dengan Quick Count!

15 Juli 2014   19:26 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:16 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasca Pilpres, 9 Juli 2014, Indonesia sedang ramai diskursus tentang hasil Quick Count yang berbeda. Dimana dari 11 lembaga survey, 7 lembaga survey menyatakan pasangan Jokowi-JK unggul sedangkan 4 lembaga survey menyatakan bahwa pasangan Prabowo-Hatta yang unggul. Kontroversi ini memanas dikarenakan pasangan Capres Jokowi-JK mengklaim kemenangan berdasarkan hasil quick count pada 9 Juli 2014 pukul 14.30 WIB, yang selanjutnya pasangan Prabowo-Hatta juga mengumumkan kemenangan beberapa jam berselang.

Kontroversi semakin membara, ketika beberapa lembaga survey menyatakan bahwa apabila hasil real count yang dilakukan KPU berbeda dengan hasil quick count mayoritas, maka perhitungan KPU tersebut salah atau telah terjadi kecurangan dalam perhitungan.

Pernyataan ini, bisa benar dan bisa saja keliru. Untuk menyatakan apakah pendapat tersebut benar atau keliru, sebaiknya kita mengkaji terlebih dahulu hal-hal terkait dengan quick count dan real count secara jernih.

Quick Count sebagai Fungsi Control

Penyelenggaraan Quick Count di dunia berlatar belakang sebagai fungsi kontrol dari proses demokrasi. Peran Quick Count sebagai fungsi kontrol sangat besar, utamanya di banyak negara yang proses demokrasi (pemilihan umum) berlangsung relatif tertutup, sehingga proses kesalahan atau kecurangan kerap terjadi, mulai dari tingkatan titik pemilihan, pelaporan, sampai perhitungan di tingkat nasional. Hal yang sama terjadi pula selama ini di Indonesia.

Kehadiran Quick Count secara terbuka di Indonesia, sejak 2004 mendorong penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia menjadi semakin transparan. Sehingga kemungkinan kesalahan dan peluang-peluang untuk melakukan kecurangan, semakin dapat direduksi.

Real Count

Real Count saat ini dilakukan bukan hanya oleh KPU, tetapi juga oleh Tim Sukses Capres, bahkan oleh masyarakat maya. Pada tanggal 9 Juli 2014, pukul 23.00  Timses Prabowo-Hatta melalui media sosial telah mengeluarkan rilis hasil real count yang dilakukan oleh mereka.

Pada Pilpres 2014 ini, dari 478.685 TPS yang ada, seluruh suara dari seluruh TPS dilakukan perhitungan. Letak geografis Indonesia yang sangat sulit, sarana transportasi yang relatif masih terbatas, padahal perhitungan yang dilakukan oleh KPU harus berdasarkan dokumen asli, menyebabkan proses perhitungan real count tidak dapat dilakukan cepat. Disamping itu, adanya permasalahan-permasalahan di tingkat TPS, yang menyebabkan perlu dilakukan pemilihan ulang, menjadi faktor-faktor proses perhitungan real count oleh KPU tidak dapat berlangsung cepat.

Saya setuju yang disampaikan beberapa pengamat, bahwa dalam perhitungan real count yang dilakukan KPU, terdapat kemungkinan kesalahan atau peluang kecurangan, mulai dari perhitungan di tingkat TPS, pelaporan hasil suara ke pusat tabulasi KPU yang mungkin dirubah di tengah jalan, sampai proses tabulasi di KPU itu sendiri. Di titik-titik inilah terjadi uncertainty (ketidakpastian) dalam perhitungan real count KPU.

Quick Count

Quick Count adalah perhitungan cepat dari hasil pemilu yang dilakukan dengan melakukan sampling pemilih. Dari seluruh TPS yang ada, seluruh lembaga survey menyatakan menggunakan 2.000 TPS sebagai sampling, kecuali SMRC dan Puskaptis. SMRC menggunakan 4.000 sampel TPS, sedangkan Puskaptis menggunakan 1.250 TPS.

Sebahagian surveyor, ahli, politikus dan masyarakat berpendapat bahwa dengan melihat hasil quick count 11 lembaga, dimana mayoritas lembaga menyatakan pasangan Jokowi-JK unggul, hal ini sudah dapat dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa hasil tersebut tepat. Dalam budaya ilmiah, sebenarnya kita tidak dapat menyandarkan kesimpulan pada suara mayoritas atau main stream. Pengalaman sejarah membuktikan bahwa suara mayoritas tidak selalu benar. Kita ingat bagaimana seorang Galileo Galilei dipersalahkan dan sampai dihukum mati, karena berpendapat berbeda dengan main stream, yang di kemudian hari ilmu pengetahuan membuktikan bahwa ternyata pendapat Galileo Galilei ternyata adalah yang benar. Untuk menguji kebenaran dari hasil quick count lembaga survey, dalam pandangan saya harus digunakan perangkat-perangkat ilmiah untuk melakukannya, tidak sekedar mana yang dominan.

Kredibiltas lembaga survey juga tidak selalu bisa kita gunakan sebagai referensi untuk mengatakan mana yang lebih benar dan salah. Kita sempat memiliki data, bagaimana lembaga survey yang dianggap paling kredibel di Indonesia juga pernah menampilkan hasil quick count yang berbeda dengan lembaga lainnya dalam Pilkada Bali tahun 2013. Dan dalam hasil akhirnya ternyata lembaga survey yang dianggap paling kredibel tersebut berbeda dengan hasil perhitungan KPU.

Kenapa kita tidak selalu bisa menggunakan kredibilitas lembaga sebagai dasar? Pertama, karena dalam survey sosial, obyek tidak homogen. Kedua, konsistensi, apakah penggunaan metodologi persis sama dilakukan dari satu survey ke survey lainnya?

Perbandingan Uncertainty Quick Count dan Real Count

Quick Count dan Real Count sama-sama memiliki uncertainty (ketidakpastian). Hal-hal inilah yang seharusnya menjadi dasar kajian, untuk mengatakan apakah real count atau quick count yang lebih dapat kita jadikan referensi.

Jika melihat tahapan prosesnya, terdapat beberapa tahapan yang di dalamnya terdapat uncertainty. Saya mengidentifikasi ada 4 uncertainty:

Uncertainty di TPS

Di titik pemilihan (TPS), dalam proses pembuatan formulir C1 kemungkinan kesalahan atau kecurangan dapat terjadi. Namun kesalahan di titik ini akan memiliki pengaruh bukan hanya pada real count tetapi juga pada quick count.

Peran panitia pemilihan di TPS dan para saksi, memegang peran yang sangat penting. Jika formulir C1 ditetapkan dengan benar, ini menjadi titik penting dan sangat besar untuk meghindari kecurangan dilakukan pada tahapan berikutnya.

Uncertainty Sampling

Dalam real count tidak terdapat uncertainty terkait dengan sampling, karena dalam real count dilakukan perhitungan atas seluruh pemilih. Sedangkan dalam quick count, proses sampling menghasilkan uncertainty. Bagaimana proses sampling dilakukan, penentuan jumlah sampel, sampai penentuan TPS sampel di dalamnya terdapat uncertainty.

Kenapa proses sampling memiliki uncertainty? Karena filosofi dasarnya proses sampling adalah proses penyederhanaan populasi. Dalam proses penyederhaan inilah terjadi uncertainty, yang selanjutnya nilai uncertainty tersebut diwujudkan dalam margin of error.

Bagi saya perhitungan margin of error ini kritis sekali. Apabila hasil akhir quick count selisihnya dibawah margin of error, kemungkinan besar akan terjadi kontroversi. Karena quick count tidak akan mampu membedakannya secara signifikan. Dan saya berpendapat bahwa klaim margin of error 1% atau lebih rendah yang dilakukan oleh lembaga-lembaga survey tersebut tidak memiliki dasar yang kuat.

Dalam quick count, metoda sampling yang dilakukan adalah cluster sampling. Perhitungan sampling dan margin of error cluster sampling ini harus memperhatikan adanya margin of error bukan hanya di individu (pemilih), tetapi juga adanya margin of error akibat clustering TPS. Klaim margin of error yang dilakukan oleh seluruh lembaga survey saat ini hanya merujuk margin of error di individu (pemilih), dan mengabaikan margin of error akibat clustering TPS.

Untuk memastikan bahwa proses sampling, serta pemilihan sample TPS benar, seharusnya masing-masing lembaga survey secara terbuka dapat menginformasikan kepada masyarakat TPS mana saja yang dipilih menjadi sample, sehingga seluruh masyarakat dapat melakukan penilaian apakah proses sampling dilakukan dengan benar. Apabila sampling dilakukan di basis-basis pendung Prabowo-Hatta tentu saja hasil akan cenderung memenangkan Prabowo-Hatta, demikian pula sebaliknya.

Uncertainty Pelaporan

Dalam pelaporan baik dalam real count ataupun quick count, dimungkinkan ada uncertainty. Saat ini opini yang berkembang di masyarakat terkesan bahwa proses pelaporan quick count pasti benar dan proses pelaporan real count kemungkinan terjadi kecurangan.

Saya sepakat bahwa dalam pelaporan real count dimungkinkan terjadi kesalahan atau kecurangan. Namun hal yang sama juga dapat terjadi dalam proses pelaporan quick count. Siapa yang dapat memastikan bahwa petugas atau relawan quick count, tidak salah dalam mengetik SMS? Siapa yang dapat memastikan bahwa petugas atau relawan quick count tidak melakukan kecurangan pelaporan ke pusat tabulasi?

Dalam real count, setelah formulir C1 dibuat memang masih ada kemungkinan formulir C1 dipalsukan, dan yang dikirimkan ke nasional selanjutnya adalah formulir yang dipalsukan tersebut. Langkah KPU untuk secara transparan menampilkan formulir C1 di website resminya http://pilpres2014.kpu.go.id , seharusnya dapat mereduksi kecurangan dalam tahap ini. Kedua tim capres dan seluruh warga dapat melakukan cross check untuk memastikan apakah formulir C1 yang sampai ke KPU nasional adalah formulir C1 asli atau dipalsukan.  Jika proses kontrol ini berjalan dengan baik, maka kecurangan pemalsuan formulir C1 yang dilakukan di tingkat provinsi dan ditingkat nasional dapat dieliminasi.

Untuk memastikan tidak ada kesalahan atau kecurangan pelaporan quick count, seharusnya lembaga survey juga melakukan hal yang sama dengan KPU, yaitu menampilkan laporan petugas atau relawan agar masyarakat dapat melakukan cross check apakah ada kesalahan atau kecurangan dalam proses pelaporan petugas quick count.

Uncertainty Perhitungan

Dalam real count ketika formulir C1 sampai di KPU, potensi kesalahan atau kecurangan masih mungkin terjadi. Yaitu dalam proses input angka-angka dalam formulir C1 ke sistem (aplikasi) perhitungan nasional. Namun hal ini juga dapat dieliminasi dengan cara, kedua tim capres melakukan perhitungan secara mandiri berdasarkan data formulir C1 yang direkapitulasi secara nasional oleh KPU. Dan membandingkannya dengan hasil perhitungan yang dikeluarkan oleh KPU.

Hal yang sama juga terjadi dalam perhitungan yang dilakukan dalam quick count. Petugas penginput data quick count dimungkinkan melakukan kesalahan atau kecurangan ketika proses penginputan data. Sama seperti dalam proses pelaporan, sekarang ini sebagian masyarakat berpikir seakan tidak ada proses kesalahan atau kecurangan dalam proses penginputan data quick count.

Hal yang berbeda adalah jika real count kemungkinan kesalahan atau kecurangan dalam proses perhitungan ini dapat dilakukan klarifikasi dan rekonsiliasi, namun bagaimana dengan quick count? Bisakah kita melakukan rekonsiliasi atas kemungkinan kesalahan atau kecurangan proses input data? Jawabannya adalah: Tidak!

Penutup

Dari uraian saya di atas, seharusnya masyarakat memahami bahwa saat ini, dengan improvement yang dilakukan oleh KPU, kredibiltas real count KPU jauh lebih baik dibandingkan dengan quick count yang dilakukan oleh lembaga-lembaga survey.

Jika melihat tahapan-tahapan proses di atas, dalam pandangan saya, potensi kesalahan atau kecurangan yang masih cukup besar dalam real count KPU terjadi pada tahap tabulasi (melakukan perhitungan). Namun penyelesaian atas proses di tahap ketiga juga sangat mudah, yaitu dengan melakukan rekonsiliasi atas basis data masing-masing pihak.

Apabila dalam rekonsiliasi basis data perhitungan, masih juga terjadi perbedaan, semua pihak dapat dengan sangat mudah melihat eviden formulir C1 yang ditampilkan dalam webiste KPU. Sehingga tidak perlu anarkis. Salam damai!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun