"Saya bersedia ya Abi, ya Umi. Pilihan Rasul adalah pilihan terbaik. Saya yakin, Rasul tidak salah memilihkan jodoh buat saya. Ini demi kebahagiaan saya," kata putri Abu Lubabah dengan tegas dan gembira. "Tetapi putriku, wajahnya jelek dan tidak memiliki garis keturunan yang jelas, sementara kamu cantik dan berkedudukan," tutur ibunya. "Tidak, saya telah mantap untuk taat pada Rasul dengan menerima lamaran dari Abu Sulaimah," jawab putri Abu Lubabah semakin yakin.
Singkat cerita, akhirnya Abu Sulaimah beruntung dapat menikah dengan putri Abu Lubabah yang cantik wajahnya, serta baik akhlaknya. Dan tepat di malam pertama, di mana biasaya dua sejoli yang telah resmi diikat oleh janji suci bernama pernikahan saling memadu kasih, Abu Sulaimah pun berkata, "Wahai istriku, sungguh kita ini para ahli surga." "Kok bisa suamiku?" kata putri Abu Lubabah.Â
"Bagaimana tidak, aku menjadi hamba yang selalu bersyukur karena bisa mendapatkan istri secantik kamu. Sementara kamu, harus selalu bersabar karena memiliki suami yang seperti aku," kata Abu Sulaimah disertai senyuman.Â
Belum selesai mereka saling bercanda dan memadu kasih, tiba-tiba datang seorang sahabat utusan Nabi, yang meminta Abu Sulaimah pergi berangkat jihad ke medan perang Badar. Seketika itu, Abu Sulaimah berkata kepada istri yang baru dinikahinya, "Wahai istriku, sungguh besar cintaku padamu, namun jauh lebih besar cintaku kepada Allah dan Rasulku, maka aku izin kepadamu untuk berangkat ke medan perang".
 "Wahai suamiku, berangkatlah berjihad, dan pulanglah dengan selamat, aku selalu menanti kedatanganmu," kata putri Abu Lubabah.Â
Diceritakan, Abu Sulaimah dinyatakan menjadi syuhada di medan perang Badar dengan banyak mengalahkan musuh-musuh kafir dengan ketajaman pedangnya. Dia meninggal dalam keadaan tertelungkup di atas tujuh mayat kaum kafir. Wafatnya Abu Sulaimah membuat Rasul sangat bersedih, dan menyuruh para sahabatnya untuk mencari jenazah Abu Sulaimah.Â
Setelah didapatkan jenazah Abu Sulaimah, Rasul langsung memangku dan mengusap-usap wajahnya. Di depan para sahabatnya, Rasul berkata pelan, "Sungguh, Abu Sulaimah adalah sahabat yang paling aku cintai, dia rela mengorbankan nyawanya demi kecintaan terhadap Allah dan Rasul-Nya." Para sahabat menyaksikan Nabi menangis, namun sekejap kemudian, Nabi tersenyum dan berpaling mukanya.Â
Para sahabat yang menyaksikannya heran, dan bertanya, "Wahai Rasul, mengapa Engkau menangis, terus tiba-tiba tersenyum dan berpaling wajah?" "Wahai sahabatku, ketahuilah, bahwa aku menangis, karena bersedih, harusnya malam ini menjadi malam pertama bagi dia bersama istri yang dicintainya. Tadi aku tersenyum, karena melihat para bidadari surga saling berebut untuk mendapatkan Abu Sulaimah.Â
Dan aku berpaling, karena aku melihat salah satu betis bidadari surga yang tersingkap, karena saking semangatnya memperebutkan cinta Abu Sulaimah." Mendengar kisah yang dibawakan secara apik oleh Habib Alwi, saya dan jemaah merasakan desiran iman dan rindu Rasul mengalir dan menyesakki ruang dada ini. Habib Alwi mampu membawa suasana menjadi haru, khusyuk, dan penuh hikmah.Â
Demikianlah yang bisa saya tulis, dari kajian dan nasihat yang beliau sampaikan, dalam Kajian Rutin di Masjid Al Ikhwan Jaten, Karanganyar (3/12). Mohon maaf jika ada kekeliruan dalam tulisan ini, atau pun ada kesalahan dalam menyebut nama-nama tokoh atau sahabat. Terima kasih telah membaca, dan semoga ada manfaatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H