[caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="Sumber :inilah.com"][/caption] Orang yang tidak memiliki kontribusi lalu dilahirkan untuk mengkritik secara picik, bisa bicara namun tidak mampu bekerja. Hidup untuk kekuasaan lalu menghalalkan segala cara. Itulah yang saya tangkap dari sosok Yudi Krisnandi, Mantan Anggota DPR RI dari Partai Golkar yang melompat ke Partai Hanura. Dalam pewayangan, sosok Yudi ini saya nilai terlahir sebagai sengkuni. Yakni sebuah karakter dalam pewayangan dengan lakon Mahabrata. Sengkuni adalah patih di Astina, sebuah negara yang diperintah oleh Kurawa. Sengkuni digambarkan memiliki watak licikl, senang menipu, menghasut, memfitnah dan Munafik. Sengkuni adalah Gambaran seseorang yang ingin orang lain celaka. Entah kenapa inilah yang tergambar ketika melihat tindak tanduk Yudi Krisnandi di kancah politik nasional. Mantan Anggota DPR RI tak berprestasi ini melompat ke partai Hanura setelah dirinya dipecat dari partai Golkar. Kemudian di Partai Hanura menjabat sebagai Ketua Bapilu. Tak ada hasil yang layak dibanggakan dari Yudi, hobby menggadang-gadang diri sendiri seperti capres muda, Kandidat ketum golkar masa depan, Figur Ketua Umum Hanura selanjutnya menggantikan Wiranto dan terakhir kandidat menteri potensial. Julukan-julukan di atas dicipitakan Yudi sendiri di tengah hiruk pikuk politik kerja, bermodal melempar opini ke media, itulah gaya Yudi mempertahankan eksistensinya, namun sayang, dari semua julukan yang ia sematkan sendiri atas dirinya tak satupun yang terealisasi. Bahkan dimanapun Yudi beraktivitas politik kerap menimbulkan perpecahan. Sengkuni partai Hanura, itulah selanjutnya julukan yang tepat bagi Yudi Krisnandi. Bagaimana tidak, kemana Yudi saat Pileg akan digelar? Apa kontribusinya terhadap partai Hanura? Jawabannya tidak ada. kemahirannya hanya sebatas member kritik namun tidak bekerja. Sengkuni seperti Yudi sebaiknya tidak ada dalam tubuh partai politik. mengingat rendahnya tingkat kepercayaan publik terhadap partai politik saat ini. Parpol Harus Bebas dari Sengkuni Hanura sebaiknya belajar agar membersihkan tubuhnya dari para sengkuni, karena saat ini publik membutuhkan partai politik kerja yang benar-benar berorientasi kepada kepentingan publik yang lebih luas. Bukan kepentingan pribadi pemecah belah yang pada akhirnya menjemukan. Sengkuni-sengkuni ini sesungguhnya banyak bercokol di partai politik, ketika kekuasaannya terganggu, ketika raihan jabatannya terusik, ia akan agresif bergerak. Kemudian menyerang siapapun sekalipun ia menyingkirkan akal sehatnya. Rakyat luas membutuhkan figure-figur yang tidak hanya bisa becara, namun sekali lagi. Figure-figur yang bekerja tanpa lelah. Jika partai politik masih memelihara para sengkuni seperti Yudi Krisnandi di partai Hanura. Kita mungkin membutuhkan waktu lebih lama lagi untuk melihat kesejahteraan sesungguhnya. Bagaimana tidak, setiap hari partai politik yang seharusnya mendidik kadernya untuk memiliki visi dan cara berfikir kerakyatan. Saat itu pula waktu partai politik disibukkan dengan manuver para sengkuni yang tidak ingin kekuasaan dan jabatannya terusik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H