Bunga bakung depan rumah Pak Wandi yang berada tiga rumah sebelah kanan dari rumahnya itu, kemarin sepertinya tak terlihat ada disana saat tiba di rumahnya ini. Ataukah, ia tidak memperhatikan itu saat dalam perjalanan menuju rumahnya. Â Tapi, pecahan botol yang pernah dilemparkannya ke arah pohon asem yang persis berada di sebelah rumah Pak Wandi, kok masih ada di sana. Dan sepertinya baru kemarin saja terjadi.
Ia masih ingat, botol beling itu berisi limun merah dengan sisa sedikit di dasar botolnya. Ketika didekati, Joy yakin betul itu botol merupakan benda yang sama dengan botol yang dilemparkannya ke pohon asem itu saat bersama beberapa temannya berjalan pulang ke rumah.
Joy memang lupa, apa yang membuatnya melakukan itu. Maksudnya, apa yang mendorongnya melemparkan botol limun itu ke pohon asem. Tapi ia ingat betul, kalau pernah melemparkan botol kaca itu, yang kemudian pecah ketika menghantam pohon. Salah satu pecahannya terlempar ke bawah pohon, dan memang terlihat seperti terbagi dua. Bahkan, arah pecahan botol itu pun masih diingatnya dengan baik.
Joy kemudian melanjutkan perjalanan, hingga ujung jalan, sebelum akhirnya berbelok kekanan. Karena disebelah kanan, di deretan rumah yang ada di jalan yang akan dilewatinya itu, ada rumah Hana. Perempuan yang mengisi hatinya sewaktu SMA.
Dengan penasaran, ia pun melangkah kesana. Joy merasa heran, karena semuanya terasa sama. Seperti menyaksikan film yang sedang diputar, bedanya saat ini ia berada di dalam film itu. Joy merasa seperti pernah melewati jalan itu di dalam momen yang sama persis. Ia seperti mengulangi apa yang pernah terjadi.
Dan betul saja, ia ingat ada tukang dawet ireng lewat menjajakan dagangannya. Pasti tidak lama lagi, dari arah belakang ada tukang gado-gado lontong melintasi dirinya. Joy tetap berjalan pelan, dan betul saja. Tidak lama kemudian ada gerobak tukang gado-gado lontong yang berjalan mendahului dirinya.
Joy pun merasa makin penasaran. Ingatannya segera mengembara ke masa lalu di saat ini. Ia segera ingat, tidak lama lagi ada suara sepeda motor Mas Bambang, yang berada tiga rumah di sebelah kanan berbunyi sangat keras. Ketika itu ia sangat kaget dengan suaranya. Joy pun menghitung, satu dua tiga empat lima enam dan tujuh, ngenggg krrookkk kong konggg ngeeeenngggg, terdengar suara sepeda motor Mas Bambang meraung-raung keras.
Tidak lama lagi, Mas Bambang yang memacu sepeda motornya dengan meninggalkan bunyi berdecit dan hempasan pada tanah yang sedikit berdebu itu, lewat di depan matanya. Dan betul saja, semua terjadi seperti yang diingatnya.
Joy kemudian memukul-mukul pipinya, dan terasa sakit. Ia merasa apakah sedang bermimpi. Apa yang terjadi dengan dirinya., kok seperti mundur ke belakang di masa lalunya. Namun, kakinya tetap melangkah kedepan dengan perlahan karena ia ingat betul, didepan rumah berpagar warna hijau muda itu, akan keluar Hana dari dalam rumah.
Hana masih mengenakan baju sekolah, namun segera berbalik begitu melihat dirinya. Karena di belakangnya, sang ayah sedang berdiri. Ayahnya tidak suka jika Hana bergaul dengannya. Sang ayah, memang merupakan salah satu pimpinan militer setempat. Pada saat yang sama, ia juga menjadi dosen untuk mengajarkan ideologi di sejumlah kampus, termasuk kampus tempat ayahnya mengajar.
Betul saja, tidak lama kemudian ia melihat Hana keluar dari dalam rumah. Ia masih mengenakan baju seragam sekolah. Namun saat Joy ingin memanggilnya, segera saja Hana berbalik begitu melihat dirinya di kejauhan.