Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim dalam  episode ke-21  Merdeka Belajar, mengungkapkan, sudah lebih dari 140.000 satuan pendidikan mulai menerapkan kurikulum merdeka pada tahun ajaran 2022/2023. Jika melihat data Badan Pusat Statistik (BPS)  tentang jumlah sekolah di Indonesia mencapai 217.283  pada tahun ajaran 2020/2021, maka bisa dikatakan lebih dari separuh sekolah di Indonesia sudah menerapkan kurikulum merdeka.
Pada episode ke-21 Merdeka Belajar itu, disebutkan pula bahwa tujuan utama merdeka belajar adalah untuk mendorong perbaikan kualitas dan pemulihan dari krisis pembelajaran. Tentu ini memberikan harapan tentang dunia pendidikan di Indonesia yang lebih cerah nantinya.Â
Ada hal yang membelalakan mata kita. Betapa luar biasa memprihatinkan, setelah melewati 77 tahun negeri ini merdeka, dan sistem pendidikan sudah melahirkan jutaan orang yang sudah melewati lembaga pendidikan nasional, sudah lahir sarjana hingga profesor, ternyata sistem pendidikan nasional masih mempunyai kelemahan. Sistem Pendidikan selama ini, dinilai mengalami krisis pembelajaran yang akut.Â
Krisis pembelajaran ini, terlihat dari tingkat belajar siswa Indonesia yang rendah. Padahal, kalau dilihat dari waktu siswa bersekolah, bisa dikatakan cukup lama. Namun, ternyata penguasaan kemampuan dasar literasi dan numerasi, Â tidak selaras dengan lamanya belajar di sekolah.
Peneliti Research on Improving System of Education (RISE), Shintia Revina, di acara media briefing RISE bertajuk "Lima Prioritas Kebijakan Pendidikan untuk Atasi Krisis Pembelajaran Indonesia", Senin (5/12/2022) semakin menegaskan dugaan ini. Ia mengungkapkan, siswa yang telah menyelesaikan pendidikan dasar, semestinya memiliki penguasaan kemampuan dasar literasi dan numerasi yang baik. Namun, profil pembelajaran Indonesia yang disusun RISE, memperlihatkan masih rendahnya probabilitas siswa usia sekolah dalam penguasaan materi perhitungan dasar. Tingkat rendah probabilitas ini, tertera pada Indonesian Family Life Survey (IFLS).
Pertanyaan yang menggelitik kemudian, apakah pemerintah mau meneliti lebih dalam lagi, tentang siswa yang kemampuan dasar literasi dan numerasi yang rendah. Siapa mereka itu? Bagaimana profil siswa tersebut? mereka bersekolah dimana, berada di provinsi dan kabupaten mana, serta bagaimana latar belakang ekonomi keluarganya.Â
Tentu saja, pemerintah mempunyai data soal ini. Kalau mau jujur dan betul-betul ingin melakukan perubahan dan perbaikan bagi pendidikan di negeri ini, mari kita sama-sama membuka profil siswa yang  termasuk dalam probabilitas siswa usia sekolah dalam penguasaan materi perhitungan dasar yang rendah.Â
Kemudian bandingkan dengan data sekolah di antara lebih dari 140.000 satuan pendidikan yang "sukarela" mulai menerapkan kurikulum merdeka pada tahun ajaran 2022/2023 ini. Jangan-jangan, satuan pendidikan yang mulai menerapkan kurikulum merdeka belajar pada tahun ajaran 2022/2023 ini, tidak mempunyai masalah dengan siswanya dalam kemampuan dasar literasi dan numerasi. Kalau ternyata satuan pendidikan yang sudah menerapkan kurikulum merdeka ini, ternyata tingkat kemampuan dasar literasi dan numerasi siswanya cukup baik, lantas apakah itu artinya gembar-gembor merdeka belajar ini salah sasaran?
Pertanyaan yang lebih serius kemudian, apakah kurikulum merdeka akan menjawab problem ini? Seharusnya memang bisa menyelesaikan masalah ini. Paling tidak, itulah alasan yang diungkapkan ketika Menteri Nadiem memutuskan untuk menerapkan kurikulum merdeka. Sebuah program yang sarat ideologi, namun hasilnya memang masih akan dilihat pada satu atau dua generasi pembelajaran mendatang.Â
Tentu saja, ini merupakan pertaruhan besar bagi kehidupan generasi emas Indonesia. Jika ini gagal, maka betapa amat besarnya kerugian yang akan dialami negeri ini. Ataukah ada kemubaziran dari penggelontoran anggaran negara pada satuan pendidikan yang sebetulnya memang tidak mempunyai problem atas penguasaan kemampuan dasar literasi dan numerasi siswanya.Â
Apalagi, Presiden Joko Widodo di Puncak Peringatan Hari Guru Nasional Tahun 2022 dan Hari Ulang Tahun Ke-77 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Semarang menyampaikan, tentang perlunya tiga komponen dalam menyiapkan sumber daya manusia Indonesia. Sumber daya berupa peserta didik  yang unggul, dan nantinya akan menjadi pewaris negeri ini.