Pembaharuan pemikiran Islam, sebagai tema yang tak lekang, selama kehidupan Muslim, sebagian besar masih di bawah rata-rata masyarakat modern. Bahasa singkatnya, Ummat Nabi Muhammad SAW, kehidupannya masih terpuruk. Di Indonesia, Nurcholish Madjid di tahun 1970-an, telah menjadi salah satu tokoh pembaharu dalam pemikiran Islam. Di era yang hampir sama, tokoh lain yang muncul ketika itu diantaranya Harun Nasution dan Kuntowijoyo. Namun, Nurcholish lah yang banyak mendapat serangan. Mulai dianggap sebagai gerakan pemikiran pinggiran hingga muncul anggapan sebagai kelompong penyimpang. Namun, gerakan yang dihimpun dalam komunitas Forum Paramadina dan Majelis Reboan, tidak pernah menghilang.
Pertanyaannya yang terus berputar dalam kepala dan membuat hati saya gelisah adalah bagaimana melakukan pembaharuan pemikiran Islam, yang bisa melahirkan gerakan Islam yang mencerahkan umat manusia, mampu memayu hayuning bawono, membuat dunia ini makin indah untuk ditinggali. Ini merupakan pilihan sadar yang akan menjadi posisi saya dalam mengajak rekan semua untuk terlibat dalam wacana pembaharusn pemikiran Islam, khususnya di Indonesia, dengah harapan Indonesia akan lebih baik, dan pasti lebih baik.
***
Tidak kurang Prof Din Syamsuddin, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dan KH Hasyim Muzadi, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, selalu mengatakan bahwa politik Islam dan pemikiran Islam yang pas saat ini adalah jalan tengah. Namun, bukan sekedar seperti politik luar negeri yang mendayung diantara dua karag, tetapi sebagai politik tengahan yang selalu mencari solusi.
Politik Islam, khususnya Muhammadiyah yang harus dikembangkan, menurut Din Syamsuddin adalah politik peradaban, yang membawa dan mendorong kebaikan bagi seluruh ummat manusia. Penjelasan yang sering diulang dalam berbagai kesempatan oleh Din Syamsuddin adalah, Islam yang membangun peradaban yang lebih baik bagi manusia. Penjelasan yang hampir sama juga sering disampaikan Hasyim Muzadi, bahwa jalan tengah itu merupakan jalan yang harus dipilih Islam. Islam di Indonesia yang toleran, sesungguhnya harus bisa menjadi ciri khas Islam yang harus diekspor ke negara-negara Islam lainnya di dunia. Sebagian Muslim di Indonesia menginginkan Islam yang sejuk, namun sayangnya belum mampu menjadi pendorong perubahan progresif bagi kesejahteraan, berkembangnya penguasaan ilmu pengetahuan, dan tatanan sosial yang lebih adil.
Namun, tentang pemikiran politik Islam jalan tengah, sesungguhnya tokoh progresif Iran Ali Syari’ati di tahun 1954, sudah mempopulerkannya dalam sebuah Maktab-e Vaseteh-e Eslam atau mazhab jalan tengah Islam yang dituliskan dalam beberapa seri di surat kabar Khorasan, sebuah harian ternama di Masyhad.
***
Kalau melihat kemalangan yang menimpa anak bangsa ini, saya teramat sering berpikir bahwa ini sebagai akibat dari ketidakpedulian kita sebagai saudara sebangsa dan ketertutupan hati para pemimpin bangsa ini. Sebuah ketidakpedulian dan butanya mata hati dengan nasib saudara sebangsa, yang akhirnya harus dibayar dengan mahal.
Kita saksikan, hampir setiap hari ada nyawa rakyat yang hilang sia-sia karena pembunuhan sadis, kecelakaan lalu lintas, kebakaran, terorisme, dan bencana alam, serta keteledoran dan kebodohan.Di tingkat yang tidak kalah menyedihkannya, terus berlangsung dan berulangnya kekerasan terhadap anak, dan pembiaran anak-anak hidup dijalanan. Padahal, konstitusi negeri ini secara jelas dan tegas telah mengamanatkan agar fakir miskin dan anak terlantar diperlihara oleh negara.
Saya bukanlah seorang hakim, ataupun jaksa penuntut umum, apalagi seorang penguasa. Saya hanya mencoba merekonstruksi berbagai informasi yang saya peroleh, kemudian mengendap dan numpang lewat. Bukan hanya pandangan yang beragam yang lewat, tetapi juga benturan dalam perjalanan hidup, juga telah membentuk beragam pandangan dan penjelasan, termasuk juga reaksi atas sebuah aksi.
Saya hanya ingin turut mengudar benang kusut, memecah lingkaran keterpurukan dan berbagai kegagalan politik bangsa ini, yang telah menyebabkan kita kehilangankepercayaan akan identitas diri dan budaya sendiri. Kekusutan inilah yang telah menjerumuskan rasa inferioritas rakyat negeri ini, terhadap sesuatu arah kemajuan. Mereka merasa tidak mampu, padahal belum pernah sekalipun dicoba.
Namun, didasar semua ini, ada keyakinan yang kuat bahwa Islam, sebagai agama berserah diri, adalah jalan yang bisa dipakai untuk membangun kemajuan bangsa ini.
- bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H