Hampir lima bulan Soetrisno Bachir menghilang dari publik setelah Kongres III PAN di Batam, ia tampil dengan suasana spiritualitas yang kental. Mungkin karena pasca pertemuan Yogyakarta tahun 2009, SB mulai menggeluti sufi.
Di Hotel Sultan, SB tampil untuk menumbuhkan Sang Kesadaran melalui Madania Institute of Spohia Perennis. SB bercerita soal membangun Spiritualitas Bangsa. Paling tidak, itulah yang diungkapkannya pada detik-detik awal saat berdiri di podium.
Ia memulai kisahnya dengan sebuah tragedi yang terjadi tahun 610 Masehi, atau O Hijriyah. Saat, Rasulullah Muhammad SAW mengalami tantangan berat. Bulum lama beliau terbebas dari pengucilan selama tiga tahun, lalu ditinggal wafat belahan jiwanya Khadijah Al-Kubro dan paman yang dikasihinya Abu Thalib, Muhammad diangap gila karena menyampaikan kabar tentang Isra Mi’raj, lalu rumahnya dikepung kaum Quraish yang akan membunuhnya. Jika kita yang menghadapi keadaan tersebut, hampir pasti kita tidak akan kuat.
Namun Rasulullah SAW memiliki kealitas spiritual yang sempurna. Spiritualitas itu yang membuat kuat menghadapi seluruh persoalan. Spiritualitas yang membuat Rasul lolos dari kepungan, untuk Hijrah ke Madinah, dan mampu menyebarkan ajrannya hingga sampai pada kita sekarang.
Tantangan kehidupan yang kita hadapi sekarang berbeda dari masa Rasulullah. Tidak ada lagi tantangan yang langsung mengancam kehidupan seperti dimasa lalu. Tetapi, kehidupan sekaranga yang lebih abstak penuh dengan jebataka yang dapat membuat kita terlena dan terseret untuk menjauh dari nilai hakiki kemanusiaan. Kemerdekaan jiwa kita tanpa disadari banyak terampas oleh keinginan berlebihan mengejar materi dan kekuasaan. Kita acap merendahkan nilai kemanusiaan kita sendiri dan sesama dengan memberhalakan yang lain.
Keadaan itu membuat kita mengalami dehumanisasi, kita bukan lagi manusia yang mengusung harkat yang semestinya. Dalam kungkungan keadaan seperti itu, hidup menjadi kering, tak bermakna, dan sama sekali tidak membahagiakan.
Kita perlu keluar dari jebakan keadaan seperti ini. Kita perlu kembali pada fitrah sebagai manusia yang sebenarnya, yang membuat spiritualitas dapat berkembang secara sempurna. Berkembangnya spiritualitas secara penuh bukan hanya membuat kita mampu mengelola diri kita sendiri, serta lebih bijak dalam berhubungan dengan sesama maupun dengan alam, namun menyatuhakn dan meleburkan semua itu menjadi suatu “jalan terang”.
Dengan "jalan terang", tidak ada persoalan hidup yang tidak terpecahkan secara baik. Tidak ada yang dapat menghalangi diri sendiri, masyarakat, bangsa maupun umat manusia untuk menuju kearah ketentraman dan kebahagiaan.
Rendra pernah menyebut bahwa kesadaran adalah matahari. Kesadaran itulah yang perlu kita tumbuhkan baik pada diri sendiri, keluarga maupun sesama. Bangsa Indonesia yang sekarang sedang dibelit berbagai persoalan ini bisa sediki demi sedikit mengurai permasalahannya melalui jalan terang berupa kesadaran bersama. Kesadaran spirituali ini bisa ditumbuhkan di semua kalangan, mulai dari diri sendiri hingga para pemimpin, politisi, pendidik, rohaniawan, hingga rakyat.
Semoga langkah kecil ini merupakan bagian dari upaya membangun kesadaran untuk bangsa Indonesia yang kita cintai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H