Mohon tunggu...
Imam Prihadiyoko
Imam Prihadiyoko Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Lahir dan besar di Lahat, Sumatera Selatan, 17 Desember 1972. Baru keluar kampung ketika kuliah di jurusan Ilmu Politik, FISIP-Universitas Indonesia, tahun 1992. Lulus dari kampus Depok tahun 1997, sejak itu melanglang di dunia jurnalistik sampai sekarang. Hidup ini seperti ikan yang berenang di sungai Lematang. Kala sungai banjir, terpaksa menepi. Disaat lain, sungai tampak jernih, udara sejuk, cahaya matahari cerah, bisa berkeliling sungai. Namun, baik banjir maupun tenang, mendung ataupun cerah, semuanya bagian kehidupan yang mestinya dijalani dengan senang dan sabar. Akan sangat senang kalau ada yang mau berteman, hubungi: mamprihadiyoko@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kemunculan Setelah Lama Menghilang

9 September 2010   18:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:19 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir lima bulan Soetrisno Bachir menghilang dari publik setelah Kongres III PAN di Batam, ia tampil dengan suasana spiritualitas yang kental. Mungkin karena pasca pertemuan Yogyakarta tahun 2009, SB mulai menggeluti sufi.

Di Hotel Sultan, SB tampil untuk menumbuhkan Sang Kesadaran melalui Madania Institute of Spohia Perennis. SB bercerita soal membangun Spiritualitas Bangsa. Paling tidak, itulah yang diungkapkannya pada detik-detik awal saat berdiri di podium.

Ia memulai kisahnya dengan sebuah tragedi yang terjadi tahun 610 Masehi, atau O Hijriyah. Saat, Rasulullah Muhammad SAW mengalami tantangan berat. Bulum lama beliau terbebas dari pengucilan selama tiga tahun, lalu ditinggal wafat belahan jiwanya Khadijah Al-Kubro dan paman yang dikasihinya Abu Thalib, Muhammad diangap gila karena menyampaikan kabar tentang Isra Mi’raj, lalu rumahnya dikepung kaum Quraish yang akan membunuhnya. Jika kita yang menghadapi keadaan tersebut, hampir pasti kita tidak akan kuat.

Namun Rasulullah SAW memiliki kealitas spiritual yang sempurna. Spiritualitas itu yang membuat kuat menghadapi seluruh persoalan. Spiritualitas yang membuat Rasul lolos dari kepungan, untuk Hijrah ke Madinah, dan mampu menyebarkan ajrannya hingga sampai pada kita sekarang.

Tantangan kehidupan yang kita hadapi sekarang berbeda dari masa Rasulullah. Tidak ada lagi tantangan yang langsung mengancam kehidupan seperti dimasa lalu. Tetapi, kehidupan sekaranga yang lebih abstak penuh dengan jebataka yang dapat membuat kita terlena dan terseret untuk menjauh dari nilai hakiki kemanusiaan. Kemerdekaan jiwa kita tanpa disadari banyak terampas oleh keinginan berlebihan mengejar materi dan kekuasaan. Kita acap merendahkan nilai kemanusiaan kita sendiri dan sesama dengan memberhalakan yang lain.

Keadaan itu membuat kita mengalami dehumanisasi, kita bukan lagi manusia yang mengusung harkat yang semestinya. Dalam kungkungan keadaan seperti itu, hidup menjadi kering, tak bermakna, dan sama sekali tidak membahagiakan.

Kita perlu keluar dari jebakan keadaan seperti ini. Kita perlu kembali pada fitrah sebagai manusia yang sebenarnya, yang membuat spiritualitas dapat berkembang secara sempurna. Berkembangnya spiritualitas secara penuh bukan hanya membuat kita mampu mengelola diri kita sendiri, serta lebih bijak dalam berhubungan dengan sesama maupun dengan alam, namun menyatuhakn dan meleburkan semua itu menjadi suatu “jalan terang”.

Dengan "jalan terang", tidak ada persoalan hidup yang tidak terpecahkan secara baik. Tidak ada yang dapat menghalangi diri sendiri, masyarakat, bangsa maupun umat manusia untuk menuju kearah ketentraman dan kebahagiaan.

Rendra pernah menyebut bahwa kesadaran adalah matahari. Kesadaran itulah yang perlu kita tumbuhkan baik pada diri sendiri, keluarga maupun sesama. Bangsa Indonesia yang sekarang sedang dibelit berbagai persoalan ini bisa sediki demi sedikit mengurai permasalahannya melalui jalan terang berupa kesadaran bersama. Kesadaran spirituali ini bisa ditumbuhkan di semua kalangan, mulai dari diri sendiri hingga para pemimpin, politisi, pendidik, rohaniawan, hingga rakyat.

Semoga langkah kecil ini merupakan bagian dari upaya membangun kesadaran untuk bangsa Indonesia yang kita cintai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun