Ahok masih belum juga move on dari rasa kesal dan sakit hatinya terkait sebuah redaksi ayat di Al Quran yang dijadikan sebagai rambu-rambu untuk memilih seseorang yang akan menjadi Gubernur DKI Jakarta. Hal tersebut tersirat dari sebuah ungkapannya disela-sela sidang terkait dugaan penghinaan yang didakwakan kepada dirinya.
"Dia sengaja ubah (penulisan dari Pizza Hut). Ini saya kasih lihat. Saya sampai ketawa. Dia ngakunya nggak perhatikan, padahal dia tanda tangan semua," sambung Ahok sembari memegang berkas identitas Novel. Menurutnya, Habib Novel melakukan hal tersebut karena malu dipimpin orang yang tak seiman dengannya.
"Saya kira dia malu karena dia bilang tidak boleh dipimpin oleh orang yang nggak seiman, yang kafir," kata Ahok.
Sampai dipernyataan Ahok diatas jelas terlihat bahwa definisi pemimpin kafir bagi Ahok sedemikian remeh dan asal jeplak. Alih-alih sadar bahwa dirinya adalah ingkar terhadap muatan yang ada di kitab suci yang di  imani oleh ummat islam sedunia tersebut, Ahok masih pede menafsirkan penggalan ayat dari Al Maidah yang menjadi materi persidangan.
Bekerja di Pizza Hut, Mc Donald, Kentucky Fried Chicken, Nestle, Unilever dan sejumlah perusahaan yang bercokol di negeri mayoritas Islam ini tidak menjadi penghalang bagi sebagian ummat Islam merintis dan menapak karirnya. Karena dalam Islam bermuamalah hukum asalnya adalah boleh sampai ada illat atau kondisi yang merubah menjadi keharaman. Bahkan bekerja pada seorang wak Haji bisa berakhir haram jika yang dijual bubuk kemenyan yang di ketahui untuk di konsumsi oleh dukun sebagai media ritual syiriknya.
Banyak sekali sirah atau kisah-kisah islam nan inspiratif yang menjelaskan bahwa Islam memberikan peluang mereka yang beriman kepada Tuhan Yang Tunggal, Tidak Beranak dan Diperanakan untuk berkongsi, bekerjasama, menjual jasa, berinteraksi sebagai bawahan-atasan selama masih dalam koridor muamalah.
Entah Ahok benar-benar bertekad untuk menjadi seorang ahli tafsir atau memang memiliki standar makna tersendiri dari kosakata pemimpin meskipun jelas MUI telah mengeluarkan fatawa tentang kepemimpinan yang dimaksud.
Geguyonan perkara Fitsa Hats terlepas adanya mis-spelling atau keterbatasan memahami apa yang diucapkan oleh seorang saksi di depan petugas yang membuatkan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) sebagai saksi pelapor di Sentra Kepolisian setidaknya memperkuat anggapan bahwa Ahok belum sepenuhnya kapok dan jera untuk bermain-main tafsir di sebuah kitab yang konyolnya dia tidak imani sama sekali. Jika melihat captured dokumen yang memuat teks Fitsa Hats juga terketik sebuah informasi S2 Dakwah Asaaviiyah yang mungkin di maksud adalah S2 Dakwah Universitas As-Syafi'iyah. Dan juga sebuah informasi tentang pengalaman bekerja di perusahaan bidang pengiriman Import dan Ekport yang di maksud mungkin Ekspor atau Export, Ada tiga kosakata atau informasi yang aneh dan belum ditemukan pada kamus-kamus populer hingga saat ini.
Ahok lebih jeli di Fitsa Hats yang miss-typed oleh petugas dan kemungkinan besar luput dari koreksi Habib Novel alias Habib Bamukmin.
Penulis lebih suka untuk mengutip pernyataan Ahok tentang kemungkinan "rasa malu" seorang keturunan dari Hadramaut Yaman yang pernah bekerja di sebuah waralaba yang menjual berbagai pizza dan pasta dengan citarasa negeri Italia yang ternyata berawal dari dua warga negara Amerika Serikat. Rasa malu karena bekerja pada perusahaan yang dimiliki kafir. Dan Ahok beranggapan bahwa bekerja di perusahaan kafir haram hukumnya seharam ummat islam memilih dirinya sebagai Gubernur DKI Jakarta di tahun 2017 ini.
Soal Habib Novel sudah tangan dan diasumsikan sudah mengetahui konten dari BAP membuat penulis jadi ingat sebuah kejadian yang dikenal dengan jokes "I Dont Read What I Sign" saat Jokowi luput dan menyetujui sebuah Perpres terntang Tunjangan Uang Muka Kendaraan Bermotor. Apakah saat itu Ahok juga bereaksi sama atau manggut-manggut tanda setuju dengan ngeles-nya Jokowi?