Mohon tunggu...
Imam Prasetyo
Imam Prasetyo Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya muslim

Selanjutnya

Tutup

Politik

RUU Pemilu Sudah Disahkan oleh DPR RI, Terima Kasih Setya Novanto

21 Juli 2017   07:59 Diperbarui: 21 Juli 2017   14:39 750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketua DPR Setya Novanto memimpin pengesahan UU Pemilu tersebut setelah tiga pimpinan lainnya walk out, mengikuti empat fraksi yang tak menyetujui paket A.  "Apakah RUU Pemilu dapat disahkan jadi UU?" tanya Setya pada anggota  enam fraksi yang masih tersisa di ruang rapat paripurna DPR RI, Senayan,  Jumat, 21 Juli 2017.  Peserta rapat pun  serentak menjawab setuju, diikuti pengetukan palu oleh Setya Novanto  yang didampingi Wakil Ketua Fahri Hamzah.

****

Paket A yang dimaksud adalah presidential threshold sebesar 20-25 persen sementara kubu lawannya bersikukuh dengan Paket B lantaran menginginkan  angka 0 persen pada poin tersebut. Keputusan beberapa fraksi seperti Gerindra, PKS, Demokrat dan di susul oleh PAN salah satu partai koalisi yang memilih untuk walk out dari sidang paripurna.

Hal ini sudah di tebak banyak kalangan tentang strategi KPK sebagai operator kepentingan sesaat pemerintah untuk memberikan status tersangka terlebih dahulu kepada Setya Novanto agar ada momentum transaksional. Tidak perlu berkelit-lah dengan tudingan-tudingan miring beberapa pihak kepada pemerintahan Jokowi yang memang kental dengan aroma-aroma barter kepentingan.

Tidak adanya rompi kuning yang dipergunakan Setya Novanto saat ditetapkan sebagai tersangka adalah sebuah ekspresi yang lugas betapa status tersebut tidak membekap dirinya dari geliat permufakatan yang outputnya seperti pengesahan RUU Pemilu yang diajukan oleh Jokowi. Perang tanding suara di Gedung Dewan tersebutlah sejatinya yang diincar oleh Jokowi. DPR RI yang sudah hancur lebur fungsi-fungsi pengawasannya semenjak tersandera oleh dualisme kepemimpinan beberapa partai politik menyebabkan para legislator tersebut hilang marwah dan orientasi keberpijakannya kepada nalar publik.

Ambang batas yang diajukan oleh Jokowi sejatinya adalah cara paling barbar yang dipertontonkan ke publik bahwa angka 20-25 persen yang dimiliki seakan-akan mengubur dalam-dalam hasrat dan keinginan publik memiliki presiden yang menjejakkan target politiknya kepada kemaslahatan rakyat. Dalam perspektif Gerindra, Jokowi tengah berupaya keras menenggelamkan calon-calon yang kredibel, kapabel dan memiliki elektabilitas riil di masyarakat akar rumput.

Citra Jokowi yang meredup setelah tiga tahun berkuasa tanpa memperlihatkan output dari pelaksanaan janji-janji lamis-nya semasa kampanye sangat mengkhawatirkan karir politiknya sebagai presiden tengah menuju titik nadir. Upaya yang paling pragmatis dan kejam adalah membuat barikade politik bernama presidential threshold dengan angka sinting tersebut.

Setya Novanto akan selalu dan senantiasa tersenyum sumringah, karir politiknya akan tetap eksis hingga pada suatu saat manfaat yang diharapkan darinya sudah tidak tersisa lagi. KPK boleh pongah memberikan press release tentang status tersangka yang ditetapkan tapi "khalifah akan tetap berlalu" dengan menafikan rutukan dan sumpah serapah dari nalar publik.

Tidak perlu bertaruh untuk tontonan norak ini, percuma. Sudah berdosa dan tidak bermanfaat sama sekali. Politik di jaman Jokowi adalah politik aji mumpung dan aji untung. Tidak ada lagi permainan cantik seperti jaman Pak Harto atau bahkan SBY. Jokowi lebih lugas mempertontonkan apa yang disebut pragmatisme politik dan kaum machiavellian yang kemaruk dan selalu haus kekuasaan.

Bagi mereka yang pernah terjebak dengan angan-angan dana 1.4 milyar per desa, terbuka-nya lapangan kerja bagi warga negara Indonesia (baca: bukan TKA), proyek listrik 35000 MW, swasembada pangan (baca: bukan impor bahkan sekalipun butir-butir garam) dan seterusnya untuk mulai menutup rapat-rapat halaman dongeng tersebut. Bangunlah, tatap masa depan Indonesia yang saat ini semua di pajaki dan subsidi dicabuti. Pembangunan infrastruktur lebih kuat nuansa memuluskan ekspansi bisnis para kolega yang dulu bersama-sama berjuang memenangkan pertarungan.

Status terakhir Setya Novanto hanya akan sampai tersangka saja. Tidak akan berlanjut hingga meringkuk di penjara Tipikor, kalau pun akan meringkuk itu pun setelah rejim ini terguling oleh kekuataan perlawanan rakyat yang eneg dengan sandiwara kampungan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun