Foto Lukisan Young Artist, Ubud, Bali, koleksi pribadi Imam Muhayat
Kompasianer pernah mengadu keberuntungan lewat jual beli lukisan hampir 20 tahun. Pameran dari Hotel ke Hotel hingga mempunyai Gallery sendiri. Saat mempunyai Gallery sendiri itu, kompasianer dapat berekspresi dalam kerangka pembinaan para pelukis muda. Semacam pendampingan untuk pelukis muda sembari mencari rezeki dari lukisan tersebut. Dari sudut kampong ke kampong kompasianer sempat menelusuri rumah-rumah pelukis.
Bisa seminggu kota Yogya hingga Klaten kalau waktu menambah koleksi jualan lukisan terlewati semua. Kemudian di kawasan Ubud, Gianyar, Negara, dan daerah Kintamani menjadi tujuan alternatif  lukisan oil painting. Tempat tersebut cukup banyak pelukis-pelukis yang potensial dan karyanya banyak diminati oleh turis asing.
Seiring berjalannya waktu, maka kompasianer tidak menekuni lagi jual beli lukisan yang khusus di tempatkan di Gallery lukisan. Praktis masih banyak sisa-sisa lukisan yang dulu menempati Gallery yang dibuka bertahun-tahun itu. Suatu saat rezeki tiba, ada saja orang yang datang kepada kompasianer agar dapat membantu mencarikan lukisan atau ada saja yang masih menanyakan lukisan simpanan kompasianer.
Menjual lukisan itu tidak sama dengan jualan komoditas lainnya. Kalau lukisan itu laku jual dan sesuai target tentu dapat kelebihan. Namun, juga tidak harus gegabah, karena setiap penjualan lukisan berarti sudah kehilangan koleksi yang artinya harus mengganti dengan koleksi yang lain. Praktis saja akhirnya dari hasil jualan tersebut harus disisihkan untuk mengganti koleksi yang sudah terjual tersebut. Lobang tembok pajangan peluang semakin berkurang.
Sebagai individu yang terjun dalam jual beli lukisan keakraban dengan pelukis menjadi prioritas utama. Saling tolong-menolong merupakan suatu hal yang sangat biasa. Suatu saat pariwisata Bali dilanda krisis teman-teman pelukis pun nyaris kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Pernah saya melakukan suatu hal yang saya kira di luar kebiasaan--yang saat itu pun saya tidak bisa menolong dengan kemampuan saya sendiri.
Akhirnya saya punya kiat mencarikan kebutuhan pelukis itu dengan mendatangi seorang aghniya. Ia saya mohonkan kepada aghniya tersebut sekarung kebutuhan karena waktu itu menjelang puasa Ramadhan. Dengan semangat saya sebagai bentuk empati kepada persahabatan yang kental dengan pelukis tersebut kompasianer angkat sendiri sekarung kebutuhan mencapai rumah pelukis.
Kondisi semacam itu sudah biasa dialami oleh pelukis pemula, atau sering disebut pelukis muda dalam menjalani hidupnya. Bukan berarti pedagang lukisan tidak mengalami seperti yang dialamai oleh pelukis.
Sesuai kenyataan sama juga terkadang lintasan hidup seperti itu menjadi irama bersama. Akhirnya apa yang terjadi? Istilah seorang dosen menjual lukisan untuk NYABU bukan hal yang aneh lagi. Apalagi kebutuhan hidup di kota tentu tidak dapat ditawar-tawar lagi. Salah satu jalan tidak lain jual lukisan untuk NYABU (Nyambung Butuh). Maksud itu agar seluruh kebutuhan pokoknya bisa tercover dan dapat memenuhi kewajiban keluarga. Imam Muhayat, Bali 16 November 2014.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI