Mohon tunggu...
Imam Muhayat
Imam Muhayat Mohon Tunggu... Dosen - Karakter - Kompetensi - literasi

menyelam jauh ke dasar kedalaman jejak anak pulau

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Selembar Memori di Laci Tua

9 Oktober 2014   17:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:44 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

matahari, bulan, bintang, dalam tarian tata surya

angin, gelombang, laut, mega-mega, memanah cakrawala

ngarai, sungai, lembah, belantara, nyanyian sunyi

kota, padang pasir, kebisingan knalpot menganyam baja dan otot-otot beton

mengukir goa-goa di jantung bukit

ilalang kering di atas cadas

desis cemara menyisir rindu

detak jantung sumarah jiwa

simfoni menjelang akhir tahun dijemput angin buritan

tanyaku, " pada manusia-(?)-ku"

pengembaraan dan perjalanan keterasingan

bukan lagi dilumat kebisuan

karena perjalanan itu gerak langkah itu sendiri

pertapaan tidak lagi mengunci goa-goa waktu

seperti kanvas putih menunggu tumpahan warna

kuas terus menari-nari

seperti juga daun jatuh selalu menjadi semua harapan

bersaksilah, …

kawat listrik yang padam pun

instalasi tua menjadi dering ikamah

rongga daun kepekaan selalu memenuhi gelombang sinyal

Imam Muhayat,  Nusadua, 10 Oktober 2014

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun