Mohon tunggu...
Imam Muhayat
Imam Muhayat Mohon Tunggu... Dosen - Karakter - Kompetensi - literasi

menyelam jauh ke dasar kedalaman jejak anak pulau

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Rasa dan Empati

1 September 2016   12:01 Diperbarui: 1 September 2016   12:05 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hari ini seperti napak tilas kembali
Ngurah Rai berjalan mengendapendap
Mata jalang merayap
Mengintai serdadu menjepit ibu pertiwi
Menyapu jalan di bawah terik matahari
Kutemukan kembali makna gerilya cermin Ngurah Rai di zaman pancaroba

Saat itu mereka sebenah hati
Satu cita kata bebas tanpa tirani
Dapat bebas tentukan hasrat hati
Kehendak tertuntun di sana dan di sini
Kini wujudnya beda tapi hakikat sama
Mewujud mimpi di balik pesan
Dalam lingkaran bulan terbaca angka
Pilihan dinamis yang telah ditentukan

Lalu, tanpa aturan petik kesepakatan
Saat kau mau, aku mau katakan
Kala maumu itu maukah kamu
Kesepakatan semacam sikap elegan
Paham kemauan itulah kemerdekaan

Merdeka tidak terpetik dari satu rasa
Tapi, merdeka musti berasal dari rasa sejiwa
Meski berjiwajiwa rasa tumbuh setiap dada
Hilang empati semua akan tak bermakna

Puri Kampial, 01.09.2016. Puisi: Imam Muhayat

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun