Orang yang ada di sekeliling dapat membentuk dan mempengaruhi pola pikir yang bagus. Memilih lingkungan yang sesuai dengan minat akan semakin memperkuat tumbuhnya bakat. Lingkungan yang kondusif mendorong tumbuhnya kepribadian dan karakter individu yang kondusif pula. Penciptaan lingkungan yang disesuaikan perencanaan program sebagaimana tujuan yang ingin dicapai sudah separo dari keberhasilan suatu tujuan. Karena itu, rekayasa lingkungan yang disesuaikan dengan tujuan suatu keniscayaan yang perlu dihadirkan untuk pencapaian  tujuan.
[caption id="attachment_334272" align="aligncenter" width="582" caption="Foto bersama penyair Mathori A. Elwa, saat masih di Yogya, dokumen pribadi"][/caption]
Lingkungan seperti, sanggar, seni, sastra pernah saya cari dan sempat saya gauli betapa pun tidak terlalu suntuk tetapi pernah menjadi lintasan pergaulan yang mungkin dapat membentuk sebagian minat saya dalam bidang karya tulis. Pada saat masih di Yogya saya banyak belajar dengan sahabat-sahabat saya yang sudah lebih dahulu mengakrabi dunia sastra, esei, cerpen, drama, dan seni serta minat lainnya. Sesekali dapat komunikasi dengan mereka terasa sudah memberikan motivasi untuk berbuat dan berkarya seperti yang mereka lakukan. Karena itu, ada istilah guru dalam dunia kesenian dan kepenyairan, layaknya bidang pengajaran dan pelatihan.
[caption id="attachment_334274" align="aligncenter" width="582" caption="Foto hasil jepretan fotografer profesional Sanggar Teater ESKA, dokumen pribadi"]
Jejak langkah sebagaimana pengalaman yang pernah saya lewati itu, ternyata sampai kini masih menjadi bagian yang menarik saya jalani. Betapa pun hal itu tidak menjadi profesi tertentu, misalnya jurnalis, penyair, esais, cerpenis, dll., tetapi keakraban aktivitas itu menjadi daya tarik tersendiri bagi saya sendiri. Tidak berlebihan kemudian saya dapat mengekspresikan dalam bentuk tulisan surat, catatan harian, atau sekadar kabar gembira untuk sebuah arti persahabatan dengan orang lain. Terasa dapat menikmati dan berjalan sebagaimana adanya.
Lingkungan sebagai penentu perjalanan lanjutan bukan suatu yang baru. Tetapi sudah banyak terbukti dalam setiap kehidupan. Banyak di antara warga bangsa ini bekerja tidak sesuai dengan program studi dan keilmuan yang ditekuni. Kalau menurut saya bukan hal yang negatif. Tetapi justru dapat memberikan bukti, bahwa proses pendidikan kita tidak menerapkan perspektif sistem kaca mata kuda, yang hanya spesialis dan tidak memahami peluang yang lain. Tidak jarang pada saat pendidikan mengambil Prodi hukum pulang kampung malah maqomatnya kiai. Banyak juga pada saat studinya mengambil Prodi Ahwalussahsiah pulang kapung malah berprofesi penyair dan politikus.
Hal semacam itu jangan dipahami sebagai realitas sistem pendidikan yang masih terkait berkelindan ketidakberaturan kurikulum atau penerapan silabus proses pendidikan. Tetapi lebih ditentukan oleh seberapa intens interaksi mereka hidup di kota yang sangat memungkinkan memilih caranya sendiri untuk mendapatkan yang lebih banyak penyerapan pengetahuan dan pengalaman yang mereka minati. Sehingga manakala peluang yang sesuai dengan produk hasil pendidikan yang diperoleh tidak mungkin didapatkan, sekali langkah beberapa peluang pun dikuasai dan dapat diperolehnya. Wallahu a'lam. Imam Muhayat, Bali, 10 November 2014.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H