Mohon tunggu...
Imam Muhayat
Imam Muhayat Mohon Tunggu... Dosen - Karakter - Kompetensi - literasi

menyelam jauh ke dasar kedalaman jejak anak pulau

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kritik Terhadap "Kirab Geruduk" Presiden Terpilih Menuju Istana

19 Oktober 2014   14:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:29 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Para relawan Jokowi-JK berencana menghendaki adanya 'Kirab Gerudug-Presiden Menuju Istana' (KG-PMI). Seperti nampak hal baru yang terjadi di Indonesia. Menjadi hal baru, karena belum pernah dilakukan oleh presiden-presiden sebelumnya. Namun, kalau mencermati berbagai acara, hajatan yang umumnya digelar secara adat yang diselenggarakan pada acara adat di di berbagai belahan suku Indonesia, jelas bukan hal baru lagi.

Hal semacam KG-PMI sudah sering kita saksikan seperti halnya penobatan Raja baru, Pawai Kesenian Daerah, Nyadranan, Bersih Desa, Mauludan, dll., diselenggarakan secara adat pada masing-masing suku di Indonesia masih berjalan hingga saat ini.

Adakah maksud dan tujuan penyelenggaraan tersebut memberikan penandaan seperti itu atau hanya merupakan ekspresi kegembiraan sesaat dalam rangka menyongsong presiden baru seperti sekarang ini?

Seperti halnya KG-PMI sudah biasa dilakukan di Keraton Yogyakarta, keraton Solo, baik dilaksanakan pada saat penobatan Sang Raja naik tahta atau pada saat Sang Raja mangkat, wafat atau berpulang pada pangkuanNya. Jokowi berasal dari Solo, hal itu sangat mungkin dapat dipersepsikan sebagaimana halnya kegiatan yang ada di Solo.

Kegiatan serupa juga pernah diselenggarakan oleh Raja Brunai Darussalam, Sultan Hasanah Bolkiah. Dan juga di kerajaan Inggris pada saat penobatan Sang Raja naik tahta juga Sang Raja/Ratu mangkat. Pada saat Lady Diana wafat kegiatan semacam itu juga terjadi di Inggris. Peristiwanya dapat menyihir dunia, baik dalam pemberitaan dan tayangan serta jutaan mata di seluruh dunia tertuju padanya.

Mungkin juga, dengan KG-PMI itu nanti tayangan televisi seluruh dunia juga akan memberikan rating tayangnya hanya pada masalah KG-PMI-nya, sedangkan serimonial yang menjadi esensi terkait dengan penyelenggaan kenegaraan yang baik belum tentu menjadi konsumsi media di seluruh dunia. Sehingga dari hari ke hari Indonesia bisa tersihir dengan yang ada pada kulit luarnya saja, sedangkan hakekat yang menjadi pencarian bangsa ini justru terpinggirkan dan akan lupakan begitu saja.

Belum lagi, perayaan semacam ini terlalu ribet dan banyak yang harus dikorbankan. Juga banyak risiko-risiko yang perlu diminimais. Dengan banyaknya risiko-risiko yang harus diminimais itu tentu harus lebih banyak yang harus dikorbankan dan memang harus rela untuk berkorban. Entah itu toko-toko tutup, kendaraan tidak bisa berjalan, kemacetan ekonomi di sekitar tempat KG-PMI dan dengan konsentrasi massa yang begitu banyak, apabila pengamanan kurang optimal semakin menambah risiko yang harus perlu digadaikan.

Toch hal semacam itu belum tentu bisa dilaksanakan untuk presiden-presiden mendatang. Karena berbagai pertimbangan konstalasi politik, keadaan, suasana, dan berbagai banyak pertimbangan yang harus dihadirkan, maka hal semacam KG-PMI belum tentu dapat dilaksanakan untuk presiden yang akan datang.

Dari segi keadilan pelaksanaan semacam KG-PMI siapa pun tidak bisa menjamin akan dapat dilaksanakan untuk tahun mendatang. Adilkah hal semacam hanya untuk Jokowi-JK? Belum lagi kegiatan semacam itu menjadi promosi gratis pencitraan untuk keperluan golongan atau individu tertentu dan sangat jauh dari harapan memberikan citra dalam konteks berbangsa dan bernegara.

Catatan ini sebagai bagian kepedulian penulis terhadap berbagai penyelenggaraan kelembagaan negara, sehingga hal-hal semacam ini tidak hanya harus dipikirkan secara mendalam tetapi juga menuntut berbagai kepekaan demi menuju kebaikan berbangsa agar dapat melangkah pada tujuan utama yang harus dicapai bangsa ke depan sebagaimana yang seharusnya dan senyatanya dapat diwujudkan. Wallahu a'lam. Imam Muhayat, 19 Oktober 2014.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun