Mohon tunggu...
Imam Muhayat
Imam Muhayat Mohon Tunggu... Dosen - Karakter - Kompetensi - literasi

menyelam jauh ke dasar kedalaman jejak anak pulau

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kerajaan Tak Bernama

2 September 2022   18:01 Diperbarui: 2 September 2022   18:16 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sketsa lukisan NA Arnawa, 1990 (dokpri-koleksi pribadi)

Kerajaan tak bernama. Ada dari batu setangkup tangan ibu. Melunak seperti jeli. Dalam hitungan hari mengeras selepas ribuan kaki.

Sesaat kebekuan tanpa kehangatan jari- jari lembutnya. Dinding-dinding penyekat mengerat pegat ruang tahta. Merobohkan almari mahkota. Meski sesaat pasowanan agung terencana sesuai agenda.

Adipati, para punggawa, dan rakyat jelata tak mengira. Terhitung hari menunggu sesi. Tak menyangka apa yang terjadi. Semua yang tertata berserakan seisi ruang.

Tangis ngilu pecah di batu. Sementara air mata buaya bercampur air liur. Ambur senyawa cairan enzim-enzim kimiawi. Nganga mulut siap merebut serapan nutrisi.

Begitulah ... akibat kerajaan tak bernama. Cukup perkasa membuatnya percaya diri. Hingga lalai. Petuah bijak Bestari ...

:Selama masih di bawah matahari
 Tak ada yang tetap abadi ...
Imam Muhayat, 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun