Lelaki teguh itu terlahir dari air mata
Dari rida-Nya jejak tapak kakinya Menjilma mata air deras mengalir
Buah tegar dari ibu Hajar yang fakir
Ia lahir tanpa belaian seorang bapak yang kekar dan sabar
Ia pun tumbuh besar menghimpun kalam abadi, kalkautsar
Entah, ke mana pergi bapaknya?
Dan di mana ia berada?
Mengapa harus meninggalkan keluarga yang dicinta?
Tak ada keterangan nyata
Keterangan yang ada ia pergi hanya karena perintahNya
Begitu berjalan dari tahun menahun
Hingga rajutan umur cukup mampu ia sebagai penuntun
Bersama ibunda tercinta mendaya guna mata air mengaliri ladang
Agar merindang batang
terketam saat waktunya datang
Kehidupan berubah cerah seberkah tanah Sampai kini terketam karomah
Itulah penggalan bunga-bunga kehidupan
Selalu membawa tekateki perjalanan
Lazimnya fitrah manusia yang masih terhubung trah darah keluarga
Kerinduan pun bersarang juga
Suatu saat seorang bapak melawat pertama di rumahnya
Ia yang dicari tiada bersamanya
Pandangan menukik keberadaan keluarga
Sekaligus mengadakan testimoni menantunya
Semua yang dikata terbaca olehnya
Kunjungan kedua persis seperti yang pertama
Saksi keberadaan seperti apa adanya
Tertimoni menantu kedua mendarat juga
Pada jawaban yang sangat lega
Majas katanya merekatkan hati bersama sampai pada akhirnya
Perjumpaan ketiga menggelar lentera tifa
Hingga akhir zaman kekasihNya, Taha
Yakni, mengurai mimpi yang datang saat tidur nyenyaknya
Dalam mimpinya mengurung jantung
Relakan anak semata wayang bertudung
Pada jemari yang lemah gemetar arah
Tapi saat itu keduanya pasrah atas satusatunya perintah yang tak mungkin mereka membantah
Buah dari ketulusan jalani perintah
Akhirnya, berkah melimpah dari segenap penjuru arah
Rumah Sufah, 10.09.2016. Puisi: Imam Muhayat