"Goblok, dungu, gila," sontak suaraku yang tak pernah terjadi kecuali sekali ini
Marahku berawal dari laporannya kepada Menteri Perairan di Jakarta
Masak masalah langkanya air saja, Â sampai di telinga Jakarta segala
"... kan bisa diurai disini selesai
 Air lancar bayar wajar tak saling cakar
Apa dikata kalau sudah begini melebar?"
Nasehatku tak berguna lagi keburu ia sudah mendarat di Ngurah Rai
Sasaran amarah pada anak asuhku rupanya ia pernah merekam kata-kataku,
"Jika kalian ingin menjadi penyair, kata gila mesti pernah kau rasa, " harus itu, begitu tegasku
Rupanya kata-kata itu ditelan mentah-mentahnya
Terjadinya ternyata tak kusangka-sangka
Air memang penting
Tanpa air mengering jaring
Hasrat nganga tenggorokan gorok dahaga
Irama air selalu dirindu sepanjang masa
Budaya air mengalir irama syair
Ia tak pernah mati bukti ada sampai kini
Ia akan mati jika syair tak dibaca lagi
Karena bacaannya mata air itu sendiri
Kini taulah aku hingga merteri cepat turun di landasan itu
Akibat kata-kata gila yang sampai di meja biru
Ternyata ia sadari semua berasal dari kata-kata
Karena kata kekuatan rohani yang memulai semua perbuatan jasmaninya
Nusa Dua, 07.09.2016. Puisi: Imam Muhayat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H