Mohon tunggu...
Imam Muhayat
Imam Muhayat Mohon Tunggu... Dosen - Karakter - Kompetensi - literasi

menyelam jauh ke dasar kedalaman jejak anak pulau

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Air Terbeli Seret Sampai

7 September 2016   13:32 Diperbarui: 7 September 2016   13:38 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Gunung, ngarai, ladang, dan lorong-lorong
Tanah basah selalu kujaga di kota dan desaku
Hingga tak satupun ruang kosong tanpa pohon
Rimbun membumbun dusun satu keseribu
Kesadaran ini kutata agar air selalu mejadi biopenololong tak pilih kolong

Air mengalir jauh pipa-pipa tertanam
Memasuki beranda-beranda desa dan kota
Investor tinggal membuka neraca ketam
Keramatkan catatan sembarang laci meja
Pelanggan kerutkan dahi
Air produk sendiri yang terbeli sekadar dikit puasi untuk masak dan mandi

Suatu saat teriakku melengking berkalikali
Selalu saja jawabmu sederhana
Seperti rasa tak pernah salah dan dosa,
"Begitulah adanya," kilah itu saat waktumu kembali semoga tak akan bermandi lahar merapi

Kata bosan laporan di kantor sana
Sudah biasa keluar dari mulut warga
Sedikit ada evaluasi ditindaklanjuti
Hingga terpetik sikap pasrah dan dongkol di hati

Nusa Dua, 07.09.2016. Puisi: Imam Muhayat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun