Mohon tunggu...
Imam Muhayat
Imam Muhayat Mohon Tunggu... Dosen - Karakter - Kompetensi - literasi

menyelam jauh ke dasar kedalaman jejak anak pulau

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Boleh Juga, Pilkada Langsung Ditinjau Ulang

12 September 2014   06:09 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:55 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah beberapa kali bangsa ini mencoba menjalankan mekanisme kepemimpinan struktural pemerintahan dipilih rakyat secara langsung, tentu dengan pelaksanaan yang sudah berlangsung beberapa kali dapat ditinjau kembali bagaimana plus minus mekanisme tersebut. Sudah barang tentu dengan melihat kelebihan dan kekurangan yang telah berlangsung itu dengan analisis yang tepat akan mengurangi berbagai kerugian dan kelemahan yang terus dialami oleh bangsa ini.

Kalau dalam putaran roda pemerintahan kita hanya disibukkan dengan mekanisme pemilihan yang tidak terhitung jumlahnya dan manfaatnya tidak menyentuh langsung dalam pelbagai kemajuan bangsa,  pemikiran seperti  itu sudah menjadi kewajiban semua orang untuk meninjau kembali pelaksanaan yang kurang tepat seperti Pilkada. Mekanisme terkait  penyelenggaraan pemerintahan dapat juga mengacu pepatah,  beda ladang beda belalang. Begitu juga demokrasi memang baik, tetapi tentu ada sisi-sisi yang ternyata tidak semuanya dapat diterapkan di suatu wilayah karena karakter wilayah berbeda.

Dalam pelaksanaan ketatanegaraan kita setidaknya dihadapkan empat pemilu. Pilpres, Pileg, Pilkada Tingkat I (Provisnsi) , dan Pilkada Tingkat II (Kabupaten/Kota). Habis sudah waktu untuk benah-benah skala prioritas apa yang seharusnya diandalkan untuk mengolah berbagai SDM, SDA dan masih banyak lain terkait dengan berbagai pemberdayaan. Sebagai perebutan saingan akan mendatangkan pendukung dan barisan loyal sebagai lokomotif pendorong. Apa yang terjadi kekisruhan, kecerai-beraian tidak jarang terjadi pada seremonial pemilu tersebut. Praktis negeri ini sering bentrok dengan bangsanya sendiri. Persatuan dan kesatuan menjadi momen-momen yang sangat mahal. Padahal Allah telah telah memperingatkan sebagaimana dalam  firman-Nya: QS, 49: 13:

"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal".

Lebih aneh lagi, setelah mereka terpilih dengan proses pemilihan yang menghabiskan dana rakyat yang tidak sedikit, eee, ada kesempatan lain yang lebih menjanjikan malah  "tinggal glanggang colong playu". Semua orang menganggapnya suatu yang wajar dan sah menurut UU.  Maka, sosok  seperti Wali Kota Surabaya wajar menjadi perhatian luas karena keteguhannya memegang sumpah jabatan yang telah diikrarkan berdasarkan keyakinan yang dianutnya.  Padahal tidak ringan. lho, dosanya melanggar sumpah itu, lagi-lagi berdasarkan suatu keyakinan apabila memang keyakinan itu dipegang erat-erat. Coba lihat, nich, Tuhan tidak pernah tidur sebagaimana dalam sindiran-Nya: Q.S.,  16: 91.

"Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat".

Nah, ini dia lagi, betapa pun dengan alasan mendapat dukungan dari banyak golongan kemudian meninggalkan tanggung jawab dan kewajiban ternyata kurang bagus juga, koq. Memang iya hak individu semua orang bisa jadi kutu loncat, ternyata karakter kutu loncat itu ibaratnya memang suatu ladang ujian bagi orang-orang pemeluk teguh. Coba merapat sedikit pada efek kutu loncat; Q.S, 16: 92:

"Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai-berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu".

Karena itu wajar kemudian ada wacana bahkan mungkin akan digodok secara matang,  peninjauan ulang UU NO. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, juga Peraturan Pemerintah RI No. 6 Tahun 2005 Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah). Bukankah Tuhan telah mengingatkan: Q.S, 3: 110: "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar,….". Bangsa kita ini sesungguhnya bangsa yang berbudaya tinggi, sopan dan santunnya dapat disaksikan dengan ciri-ciri kebudayaan yang ada di berbagai belahan suku yang tersebar di Nusantara ini. Hanya karena gara-gara Pilkada tidak jarang menjadi olok-olok yang merendahkan sekaligus menghilangkan ciri kesantunan bangsa ini:

"Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim". (Q.S., 49: 11).

Kemudian siapa lagi kalau tidak bangsa sendiri yang harus memikirkan langkah-langkah yang lebih baik dan lebih prospektif dalam menata berbagai arah dan langkah kemajuan bangsa ini. Hanya satu kuncinya,  anak bangsa sendiri yang harus terus berteriak, bergerak, untuk mengubah nasib kita sendiri. Sungguh Tuhan tidak pernah alpha setiap ikhtiar yang digelontorkan oleh umat-Nya. Cermatilah dengan Firman-Nya, Q.S., 13: 11:

"Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. ………".

Masih banyak yang belum tersentuh kekayaan yang melimpah ruah negeri ini hanya gara-gara kita selalu ruwet, ribet dalam mengurusi kerumahtanggaan bangsa ini. Agar dapat luangkan banyak waktu untuk mengurus kekayaan negeri sebagai anugerah yang sempurna ini, tergantung kaki dan tangan-tangan tangan kita sendiri yang terus melangkah dan menggapai dalam banyak nilai sebagai wujud syukur yang telah dianugerahkan oleh-Nya,  sebelum Ia sendiri enggan menyapa kita semua, sebagaimana peringatanNya yang selalu terbuka, Q.S., 34: 15:

"Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun". Wallahu a'lam. (Renungan Hari Khusus) Imam Muhayat. 12 September 2014.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun