Hubungan otonomi daerah dan Pilkada langsung selama ini merupakan satu kesatuan yang berjalan beriringan. Hal tersebut sesuai UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah dan Peraturan Pemerintah RI No. 6 Tahun 2005 Tentang Pilkada. Namun sesungguhnya otonomi daerah tidak harus juga dibarengi dengan Pilkada langsung. Esensi otonomi itu sendiri seperti dalam bunyi konsideran UU RI: 32: 2004 bagian a:
"Pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melaui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemertintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara".
Menyimak konsideran yang tertulis pada huruf a dan b tersebut pada prinsipnya bahwa tujuan pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah terkait dengan pendekatan filosofis dan sosiologis dengan harapan mencapai kesejahteraan sosial yang lebih optimal dengan melalui sistem pemerintahan otonomi daerah dibanding dengan sistem sebelumnya yang menerapkan sentralisasi pemerintahan. Sebagai kiat untuk mencapai penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik, harus tetap selalu mengacu pada prinsip-pinsip eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antarsusunan pemerintahan.
Masalahnya yang terjadi adalah pelaksanaan pemerintahan otonomi daerah yang selama ini berjalan belum sesuai dengan hakekat amanah UU yang diharapkan sebagaimana mestinya. Bahkan malah cenderung bias. Pelaksanaan perundang-undangan pemerintahan otonomi pada item ayat-ayat  pengecualian masih berjalan tumpang tindih, yang akhirnya oleh masyarakat selalu dipersepsikan bahwa sistem pemerintahan otonomi semuanya tergantung aspirasi masyarakat.
Padahal masih banyak urusan pemerintahan yang kewenangannya menjadi tanggung jawab dan hak pemerintah yang tidak hanya pada kewenangan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter, fiscal nasional dan agama saja. Masih ada yang lain, misalnya, kawasan khusus, batasan pantai, Sumber Daya Manusia (SDM), Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), bandara, jalan nasional, dan lain sebagainya. Pemaknaan antara pemerintahan otonomi daerah dengan desentralisasi dan dekonsentrasi belum sepenuhnya dilaksanakan dengan tepat. Semua itu sudah sering terjadi sebagai awal dari konflik, baik pada lapisan bawah maupun di tingkat elit yang dipersepsikan sebagai aspirasi masyarakat. Namun, sadar atau tidak praktik-praktik semacam itu artinya sudah keluar dari sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketentuan Umum UU Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat 5 yang berbunyi:
"Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dan ayat 6 berbunyi: Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemertintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia".
Menurut pencermatan penulis bahwa pelaksanaan pemerintahan otonomi daerah memang sudah menjadi tuntutan zaman yang bertujuan untuk dapat memberdayakan berbagai potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah yang ada di wilayah NKRI. Adapun dengan penyelenggaraan yang mungkin belum dapat dilaksanakan secara optimal memang harus melalui berbagai tahapan proses yang harus dilalui. Tentu hal ini sudah menjadi tugas bersama untuk mencermati dan memperbaiki berbagai sistem yang ada. Jelas dalam kekinian, sistem pemerintahan otonomi daerah yang sudah menjadi harapan bersama. Apabila dirasa kurang memberikan percepatan sesuai tujuan pemerintahan otonomi daerah, maka yang perlu diperbaiki adalah berbagai penyempurnaan sistemnya. Salah satunya adalah Pilkada langsung. Justru tidak dapat membawa percepatan tujuan pemerintahan otonomi daerah. Sebaliknya banyak dampak eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi yang perlu dipertanyakan. Realitas semacam itu tentu banyak mengundang kegelisahan. Karena itu, revisi UU RI Tentang Pemerintahan Daerah perlu segera dilakukan, karena pada Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 21 dan 22 mengarah langsung pada permasalahan inefisiensi di tengah-tengah bangsa yang ingin segera tegak pada era global yang sudah di depan mata. Wallahu a'lam. Imam Muhayat. Bali, 13 September 2014.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H