Mohon tunggu...
IMAM MUDIN
IMAM MUDIN Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Negeri Siber Syekh Nurjati Cirebon (UINSSC)

Ciptakan Karya Manfaat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Balik Senyuman Seorang Ibu

16 Desember 2024   21:21 Diperbarui: 16 Desember 2024   21:21 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pexels(RDNE Stock project)

Pagi itu lebih dingin dari biasanya. Seorang anak kecil bernama Hana duduk di bawah pohon jambu di halaman rumahnya di sebuah desa kecil yang jauh dari keramaian kota. Ia menggunakan batu kecil di tanah dengan kaki telanjang dan dengan cinta menulis nama ibunya, "Ibu, Pahlawanku."

Hana tinggal bersama ibunya, Nisa, seorang janda yang bekerja keras untuk hidup. Nisa bangun sebelum fajar setiap hari, memasak nasi dan lauk sederhana, lalu berjalan ke pasar untuk menjual kue-kue khas yang ia buat sendiri. Tidak peduli seberapa lelahnya dia, senyumnya tidak pernah pudar, terutama ketika Hana memeluknya dengan hangat saat dia pulang.

Hana tahu bahwa Nisa selalu berusaha membuat kehidupan mereka bahagia, tetapi ibunya sering menyembunyikan kesedihan. Nisa mengalami kesulitan hidup seorang diri sejak suaminya meninggal. Meskipun demikian, ia selalu mengajarkan Hana untuk tetap kuat dan sayang apapun yang terjadi.

Hana duduk di dekat ibunya yang sedang merajut pakaian pada suatu sore ketika matahari mulai merunduk di balik bukit. Hana dengan polos bertanya kepada ibunya, "Kenapa Ibu selalu tersenyum, bahkan saat Ibu capek?" "Senyum itu seperti matahari, sayang," kata Nisa sambil menatapnya. Tersembunyi di balik awan, ia masih memberikan kehangatan.

Hana terdiam sejenak, berpikir tentang apa yang dikatakan ibunya. Tidak lama kemudian, dia berlari ke kamar dan kembali dengan selembar kain yang ia jahit sendiri. Dia berkata, "Ibu, Hana buatkan ini untuk Ibu." Meskipun matanya mulai berkaca-kaca, Nisa terkejut dan tersenyum.

Hana belum pernah membuat sesuatu untuk ibunya sendiri. Tidak besar, hanya sehelai kain sederhana yang dijahit rapi, namun itu menunjukkan penghargaan dan cinta Hana yang tak terucapkan pada ibunya.

Hari berlalu, dan mereka terus berjalan bersama meskipun hidup mereka tidak pernah mudah. Nisa jatuh sakit dan tidak bisa bekerja suatu hari. Hana, sekarang lebih tua, memutuskan untuk mengambil alih semua tugas rumah. Ia pergi ke pasar sebagai pengganti ibunya setiap pagi, menjual kue dengan senyum yang sama seperti senyum ibunya. Ia menemukan bahwa kasih sayang selalu memberinya kekuatan untuk bertahan meskipun hidup penuh dengan tantangan.

Nisa sembuh beberapa bulan kemudian. Namun, saat ia kembali ke pasar, ia terkejut melihat usaha Hana yang keras, dan dengan haru dia memeluk anaknya. "Maafkan Ibu, Hana. Ibu tidak bisa selalu ada untukmu," katanya dengan suara bergetar.

"Ibu tidak perlu minta maaf. Ibu sudah memberikan segalanya untuk Hana. Kini saatnya Hana memberikan segalanya untuk Ibu," kata Hana, tersenyum.

Mereka duduk berdekatan di bawah pohon jambu yang sama. Hana kembali menggambar di tanah dan menulis kalimat baru, "Ibu, adalah matahari yang selalu memberikan kehangatan, walaupun terkadang harus tersembunyi."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun