Mohon tunggu...
IMAM MUDIN
IMAM MUDIN Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Negeri Siber Syekh Nurjati Cirebon (UINSSC)

Ciptakan Karya Manfaat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kenari Terakhir di Ujung Senja

15 Desember 2024   21:56 Diperbarui: 15 Desember 2024   21:56 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pexels(Michat Robak)

Aisyah adalah seorang gadis di sebuah desa kecil yang tenang. Hidupnya sederhana, dipenuhi dengan kerja keras untuk membantu ibunya yang bekerja sebagai penjahit. Ayahnya telah meninggalkan mereka sejak lama; dia meninggal dalam kecelakaan tambang saat Aisyah masih kecil. Sejak saat itu, hidupnya penuh dengan kesulitan. Di sisi lain, pohon kenari tua di tepi sungai desa selalu menjadi pelipur lara Aisyah.

Tempatnya berlindung adalah pohon. Dia sering duduk di sana, melamun, dan berbicara dengan bayangan ayahnya yang selalu dia anggap dekat. Suatu sore, sambil menatap langit yang mendung, dia berbisik pada pelan, "Ayah, kapan kita bisa bertemu lagi?"

Namun, Aisyah tidak pernah menyerah pada kehidupan. Ibunya jatuh sakit suatu hari. Tidak cukup uang hasil menjahit untuk membeli obat-obatan mahal. Dia juga harus meninggalkan sekolah untuk membantu ibunya. Ia bekerja sebagai tukang cuci di rumah orang kaya di desa tersebut. Ia tidak pernah mengeluh meskipun letih. Menurutnya, yang paling penting adalah ibunya sembuh.

Seiring berjalannya waktu, penyakit ibunya semakin memburuk. Malam itu, dengan hati yang hancur, Aisyah berlari ke pohon kenari di bawah langit yang penuh bintang. Aku tidak tahu harus bagaimana, ayah. Sambil memeluk batang pohon yang kasar itu, dia berkata, "Aku sudah mencoba segalanya."

Suara angin yang seakan mengelus rambutnya adalah satu-satunya suara yang dia dengar. Namun, Aisyah merasa seolah ayahnya memeluknya erat, memberinya kekuatan untuk bertahan.

Beberapa hari kemudian, ibunya akhirnya meninggal dunia. Dunianya sepertinya runtuh. Dia kembali ke pohon kenari itu setelah pemakaman. Ia duduk di bawahnya sepanjang malam dan menangis hingga tertidur.

Setelah bangun pagi, ia menemukan sehelai kain kecil tergantung di cabang pohon. Kain itu dikenalnya. Itu adalah saputangan yang ibunya pernah jahit, dengan sulaman kecil bunga di tepinya. Seolah-olah ibunya ingin dia tetap hidup, tulisan itu berbisik dalam benaknya, "Jangan pernah menyerah, Nak."

Sejak itu, Aisyah telah menemukan kekuatan baru. Ia terus hidup, bekerja keras, dan akhirnya menjadi penjahit seperti ibunya. Semua perjuangannya dicatat oleh pohon kenari.

Aisyah kembali ke pohon itu bertahun-tahun kemudian ketika ia sudah tua. Ia menutup mata selamanya di bawah naungannya, berharap akhirnya bisa bertemu dengan ayah dan ibunya.

Pohon kenari itu terus berdiri, seolah-olah menyimpan kisah sedih seorang gadis yang tidak pernah menyerah pada takdirnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun