Bandung bagiku bukan cuma masalah geografis,
lebih jauh dari itu melibatkan perasaan, yang bersamaku ketika sunyi"
-Pidi Baiq
Di sudut hati saya yang paling tersembunyi, terdapat satu kota yang selalu merayap dalam setiap pikiran dan perasaan saya. Itu adalah Bandung, kota yang penuh warna dan karakter, tempat saya telah merasa seolah-olah saya pulang. Setiap kali mendengar nama Bandung atau melihat gambar kota ini, seketika saya teringat akan kenangan-kenangan yang penuh dengan kebahagiaan dan nostalgia. Tahun 2017 adalah tahun dimana saya mulai menjajaki Kota Bandung, setidaknya hingga lulus kuliah pada 2021 silam. Dalam curhatan singkat ini, saya akan sedikit berbagi kisah manis dan sekaligus mengobati rindu akan Bandung.
Bagi banyak orang, Bandung mungkin hanya sekadar sebuah kota di pulau Jawa, Indonesia. Namun, bagi saya dan mungkin juga bagi banyak orang lainnya, Bandung adalah pengalaman yang tak terlupakan. Kota ini dikenal dengan berbagai julukan seperti "Kota Paris van Java" dan "Kota Kembang," dan julukan-julukan ini dengan baik menggambarkan pesona dan karakter Bandung.
Nama "Paris van Java" pertama kali muncul pada awal abad ke-20, mengacu pada kemiripan Bandung dengan kota Paris di Prancis. Kemiripan ini terlihat dalam arsitektur kota yang indah, taman-taman yang hijau, dan budaya seni yang kaya. Bagi saya, Bandung adalah seperti kisah cinta yang abadi, selalu menggoda saya untuk datang kembali.
Julukan lain untuk Bandung adalah "Kota Kembang." Ini mengacu pada beragam bunga-bunga yang tumbuh subur di kota ini, yang menambah kecantikan alam Bandung. Tetapi bagi saya, "Kota Kembang" lebih dari sekadar tanaman dan bunga yang indah. Ini adalah metafora untuk kekayaan budaya, keramahan penduduknya, dan kebaikan hati yang membuat Bandung seperti rumah.
Tentu saja, Bandung adalah lebih dari sekadar nama atau julukan. Bagi saya, Bandung adalah tentang kisah rindu yang mendalam. Jejak-jejak rindu ini telah membawa saya dalam perjalanan emosional yang tak terlupakan di kota ini.
Bandung adalah kota yang selalu merayu. Setiap kali saya berpikir untuk mengunjungi kota ini, saya merasakan rasa rindu yang tak tertahankan. Dan tak jarang, rasa rindu ini membuat saya akhirnya mengatur perjalanan kembali ke sana.
Mengingat Bandung, saya tidak bisa tidak memikirkan kuliner. Kota ini adalah surganya para pecinta makanan, dengan berbagai hidangan lezat yang bisa ditemui di setiap sudutnya. Ada Mie Kocok, Batagor, Cireng, dan banyak hidangan lainnya yang membuat lidah bergoyang. Namun, ada satu makanan khas Bandung yang selalu membuat saya merindukannya, yaitu Nasi Timbel.
Nasi Timbel adalah hidangan tradisional Sunda yang terdiri dari nasi yang dibungkus dengan daun pisang dan disajikan dengan lauk pauk seperti ikan, ayam goreng, sayuran, dan sambal khas Sunda. Rasanya yang gurih dan aroma daun pisang yang khas membuat Nasi Timbel menjadi hidangan yang tak terlupakan. Saya masih ingat bagaimana saya pertama kali mencoba Nasi Timbel di sebuah warung kecil di Bandung. Setiap gigitannya membawa saya lebih dekat dengan kota ini.
Saat saya menulis kisah ini, saya merasa rindu kepada Bandung seperti tidak pernah sebelumnya. Saya merindukan jalan-jalan santai di sekitar Sport Jabar Arcamanik, yang sering saya kunjungi untuk melarikan diri dari hiruk-pikuk kehidupan kota. Saya merindukan senyuman ramah penduduk Bandung yang selalu menyambut saya dengan hangat. Saya merindukan bau kopi yang harum di salah satu warung kecil di Jalan Pacuan Kuda yang sering saya kunjungi.
Nostalgia ini tidak hanya tentang tempat atau makanan, tetapi juga tentang orang-orang yang saya temui di sana. Teman-teman yang selalu menemani saya dalam petualangan saya di Bandung, penduduk setempat yang selalu membantu dan menerima kami dengan tangan terbuka, dan bahkan orang asing yang saya temui di jalanan Kota Bandung. Semua orang ini telah meninggalkan jejak yang dalam di hati saya.