Â
 Manusia hanya sekedar menjalaninya, polisi, kejaksaan, para pejabat negara, sampai dengan Presiden Jokowi hanyalah sekedar menjalani kewajibannya yaitu dalam membela kedaulatan hukum dinegeri ini. Demikian pula upaya hukum yang telah dilakukan oleh 9 narapidan mati kasus narkoba untuk memperoleh pengampunan dari hukuman mati, harus tetap dihargai. Namun malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih, akhirnya mereka harus menerima eksekusi mati.
Kegigihan mereka untuk mendapatkan pengampunan dari Presiden Jokowi, termasuk kegigihan upaya hukum yang dilakukan oleh pemerintah negaranya, patut kita acungkan jempol. Sampai pada batas waktu detik detik terakhir mereka tidak pernah putus untuk mendapatkan grasi dari Presiden, walaupun selalu ditolak oleh Presiden Jokowi.
Sebagai warga negara yang memegang teguh nilai-nilai Pancasila, wajib hukumnya untuk menaruh rasa hormat dan belas kasihan kepada setiap orang yang sedang mengalami musibah termasuk terhadap 9 orang terpidana mati dalam kasus narkoba. Mereka kini telah lunas menjalani semua takdirnya.
Dan atas kehendak-Nyalah 1 diantaranya dan pada akhirnya masih diberikan panjang umur, sehingga untuk sementara terselamatkan dari hukuman mati. Kita semua harus menyadarinya itulah ketentuan Tuhan Yang Maha Kuasa. Sedangkan jalannya dapat bermacam-macam cara. Tuhan menghendaki kepada Mari Jane Fiesta Veloso terpidana mati yang berasal dari Filipina belum saatnya mati didepan regu tembak POLRI.
Penyebab ditundanya eksekusi mati Jane Veloso adalah: Pertama permintaan yang disampaikan langsung oleh Presiden Filipina Benigno Aquino III kepada Presiden Jokowidodo agar eksekusi mati Mary Jane dapat dibatalkan mengingat dari awal Mary Jane merupakan korban dari traficking merupakan korban perdagangan manusia yang dimanfaatkan gembong narkoba jaringan internasional.
Mary Jane menurut Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) adalah korban dari trafficking yang dilakukan oleh salah satu pelaku bernama Kristina. Kristina ini diketahui merupakan orang yang menyuruh Mary Jane ke Yogyakarta membawa 2,6 kg heroin yang ditaruh didalam tas tanpa sepengetahuan MJV.
Kedua Penundaan eksekusi Mary Jane Veloso adalah atas pertimbangan hukum dan keadilan, menyusul perkembangan bahwa seseorang menyerahkan diri di negara tersebut dan mengklaim Mary Jane Veloso hanya sebagai kurir narkoba. Pemerintah Indonesia menganggap perlu bagi Mary Jane Veloso untuk memberikan kesaksian dalam persidangan di Filipina.
Penundaan Mary Jane dari regu tembak, buka semata-mata keinginan atau campur tangan Presiden Jokowi dalam penegakan hukum, akan tetapi justru memberikan kesempatan kepada MJV sehubungan ditemukan upaya hukum yang dapat dijadikan landasan peninjauan kemabali tahap III oleh MJV. Akan tetapi penundaan itu bukan berarti MJV akan terlepas dari jeratan hukuman mati.
Penundaan MJV dari hukuman mati yang sedianya dilaksanakan hari Rabu pukul 00,00 wib 29/4/15, bukan karena Presiden Jokowi menuruti permintaan Presiden Filipina Benigno Aquino III, dan bukan Jokowi tidak konsisten pilah – pilih dalam menerapkan hukuman mati kepada gembong Narkoba.
Jokowi tetap menghormati upaya hukum apapun yang diusahakan oleh terdakwa. Pemerintah Indonesia sangat memahami MJV menginginkan mendapatkan kesempatan hidup yang lebih, apa yang menjadi keinginan dalam doanya MJV setiap saat adalah diberikan umur panjang untuk memperbaiki semua sisa umurnya dengan perbuatan yang lebih terpuji.