Mohon tunggu...
Imam Kodri
Imam Kodri Mohon Tunggu...

Formal Education Background in UPDM (B) Of Bachelor’s Degree of Politics and Social Science, majoring of Public Administration and Master Degree, Majoring of Human Resources. Worked in various private companies over 30 years, such as: PT. Pan Brothers Textile as HRD Assistant Manager, PT. Sumber Makmur as HRD Manager, General Personnel Manager at PT. Bangun Perkarsa Adhitamasentra, Senior Manager of HRD and General affair at PT. Indoraya Giriperkarsa, Headmaster of Kelapa Dua High School, and the last, Head of the General Bureau and Human Resources at ISTN Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

SBY Beri Pelajaran Penting untuk Jokowi dan Prabowo

2 Oktober 2014   00:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:44 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketika hampir seluruh anggota DPR Demokrat melakukan aksi wolk out melampiaskan kekesalannya terhadap koalisi MP, berkenaan dengan keputusan sidang paripurna DPR yang mengesahkan RUU PILKADA menjadi UU PILKADA melalui mekanisme pemilihan lewat DPRD.

Adalelucon yang menarik , tetapi secara subtansial mengandung kebenaran, yaitu mengapa SBY, kecewa kepada Koalisi Merah Putih, hanya karena tidak diakomodasi, 10 syarat yang diajukan partai Demokrat, tetapi sepertinya malah tidak berdaya menghadapi realita bahwa 95% rakyat Indonesia dari dulu semasa dua periode kepemimpinannya, sampai sekarang lebih memilih secara langsung, dari pada harus melalui DPRD.

Oleh sebab itu, sebenarnya tidak terlalu mengejutkan jika SBY, beberapa hari yang lalu berencana menggunakan hak kekuasaannya untuk tidak menandatangani UU PILKADA , atau dengan mengeluarkan PERPU, kendati sebagian anggota partai Demokrat melakukan walkout yang dikomandoi Nurhayati Asegaf wakil Sekjen Demokrat itu, yang jelas sekali ada pilih-pilih warna dukungan politik kearah Jokowidodo atau ke Prabowo Subianto.

Dan, karena menghadapi realitakehendak rakyat itulah, SBY cenderung seperti terpaksa akan selalu mendukung dan ikut memperjuangkannya agar PILKADA Langsung akhirnya tetap dapat dipertahankan, ditambah dengan adanya perbaikan-perbaikan.

Bisa jadi langkah ini hanya sebagai langkah pencitraan politik SBY, dan bisa jadi ini adalah langkah yang sebenarnya dari SBY pada akhir masa tugasnya. Meskipun umpatan dari rakyat tak ada hentinya menerpa SBY sebagai pribadi maupun sebagai Presiden RI, strategi ini tetap dijalankan.

Namun demikian SBY, diluar gaya pencitraan kepada rakyat, yaitu langkah politik SBY, tidak akan pernah berpaling dan secara terus terang berseberangan dari siapapun yang berhasil menghimpun mayoritas kekuatannya di DPR, termasuk dengan Prabowo, maupun dari pihak yang memenangkan di pemerintahan.

Ini adalah isyarat untuk pembelajaran, kepada siapapun juga, Tentu saja kepada yang memerlukannya. Termasuk pembelajaran kepada Demokrat sendiri agar selalu membangun citra yang positip, untuk menghadapi 2019 yang akan datang.

Bahwa dasar utama dari kebijakan SBY dalam mengakomodir suara rakyat adalah selalu berusaha menjalin dengan kekuatan mayoritas di parlemen. Hal ini tercermin dari masa kepemerintahannya SBY selama dua periode 2004-2009 dan 2009-2014, bangunan dari gabungan partai pendukungSBYdi parlemen, selalu lebih besar dari partai oposisi.

Hal yang demikian itu harus sudah diketahui oleh Jokowi. Bahwa pada hakekatnya setiap Presiden RI, pasca diamandenkannya UUD 45, kekuasaan Presiden tidak lagi sebesar kekuasaan presiden sebelum UUD 45 diamandemenkan. Misalnya dalam hal kekuasan membentuk UU bukan lagi oleh Presiden tetapi menjadi wewenang DPR, Presiden hanya berhak mengajukan Rancangan UU kepada DPR.

Memang betul, Presiden tidak dapat dijatuhkan oleh DPR, demikian pula sebaliknya, namun demikian, Presiden dapat diberhentikan pada masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR, apabila Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagi Presiden, apabila telah terbuktimelakukan pelanggaran berat, misalnya korupsi, penyuapan, dan tindakan berat lainnya.

Sehingga pembelajaran SBY melalui manufer-manufer politiknya, sangat berharga khususnya kepada Presiden ke 7 RI, Jokowidodo. SBY walaupun tampak berkelak-kelok, namun sebenarnya sedang memberikan sinyal (mudah-mudahan sinyal positif) kepada Jokowi, bahwa kerjasama harmonis dengan DPR, adalah sangat penting, apalagi mampu mendapatkan dukungan mayoritas anggota parlemen.

SBY mengingatkan kepada dirinya, betapa sulitnya ketika itu, hendak mengeluarkan kebijakan kenaikan BBM, mendapat tentangan bahkan penolakan yang datang bukan saja dari partai oposisi serta PDIP, tetapi datang dari partai-partai pendukungnya. Itu baru soal BBM, belum lagi membahas tenyang program prioritas pemerintahan Jokowidodo.

PDIP dengan koalisi Indonesia Hebat-nya, kemungkinan telah mengetahui sepak terjang SBY dan Demokrat-nya yang sesungguhnya, adalah tidak akan sekalipun mengubah sikapnya terhadap, keberpihakannya kepada suara rakyat untuk pilihannya PILKADA langsung dengan 10 syarat perbaikan. Serta tidak berada di posisi oposisi, tidak pula berada di pemerintahan, SBY menyebutnya sebagai penyeimbang.

Rencana SBY akan mengeluarkan PERPU, tentang RUU PILKADA yang disahkan DPR, ini jugaSBY memberikan isyarat kepada Jokowi, bahwa SBY tetap berpihak kepada suara rakyat (ini bangunan citra yang dibentuknya untuk SBY dan Demokrat), dan Jokowidodo mau tidak mau, harus mulai membangun komunikasi politik yang harmonis di parlemen, sebab natinya PERPU harus disetujui oleh DPR untuk menjadi UU setelah 1 tahun berlakunya.

Itu berarti Presiden ke 7 dan koalisinya harus melakukan pendekatan politik kepada koalisi Merah Putih, terutama kepada partai politik yang berpeluang besar untuk diajak bergabung, sehingga jumlah suara pendukung Jokowidodo di DPR dapat dipastikan menjadi lebih besar.

Komunikasi harmonis juga harus dibangun bukan hanya kepada beberapa partai yang ada di koalisi Merah Putihnya Prabowo, tetapi juga dengan Demokrat. Katakanlah saja yang dapat memberikan suara langsung terdiri dari partai Demokrat dan Koalisi Ramping ditambah sebagian dari PPP dan PAN yang berpihak terhadap PERPU, maka secara hitungan matematis, apabila di perlukan voting, akan memperoleh kemenangan, dan PERPU pada akhirnya disetujui menjadi UU PILKADA Langsung.

Memang kalau diamati sepintas dari luar, kebijakan SBY, dan Demokratnya, tampak yang semakin besar kedekatannya kepada Jokowi dibandingkan kepada Merah Putih-nya Prabowo, hal ini mungkin berkaitan erat dengan pengalaman sejarah SBY tentang perkembangan kehidupan demokrasi di Indonesia.

Bangsa Indonesia akan selalu waspada, kemungkinan kembalinya rezim ORBA, yang sebagian besar rakyat tidak dapat menerimanya, kaum minoritas terutama, secara langsung pernah menerima betapa pahitnya pengalaman hidup yang menimpanya saat itu.

Yang diharapkan dari SBY dan Demokratnya, bahwa kebijakan yang dikeluarkannya, bukan semata tugas sebagai Presiden, dan Ketua Umum Partai Demokrat, tetapi juga lebih kepada tanggung jawab moral.

Mengapa SBY ngotot mau mengeluarkan PERPU?

(Mudah-mudahan tidak dijawab dengan: SBY ingin mewariskan PR yang njlimet dan menumpahkan kesalahan kepada Jokowidodo, apabila PERPU kelak ditolak DPR)

Karena menurutnya, PILKADA melalui mekanisme di DPRD cenderung menciptakan kejahatan korupsi yang terstruktur, yang sangat sulit dilacak oleh KPK. Bahwa PILKADA tidak langsung hanya akan menutup peluang bibit-bibit unggul pilihan rakyat, menjadi kepala daerah di masing-masing wilayah kelahirannya. PILKADA melalui mekanisme DPRD, juga akan menciptakan persekongkolan jahat, dikalangan politisi, dan kemunduran berdemokrasi, dan paling penting disini adalah telah dilanggarnya hak-hak dasar yang dimiliki rakyat. Dari peristiwa ini, bangsa Indonesia dapat mengambil banyak sari pelajaran tentang berdemokrasi, demokrasi yang bermartabat, yang dijiwai Pancasila.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun