Mohon tunggu...
Imam Kodri
Imam Kodri Mohon Tunggu... - -

Formal Education Background in UPDM (B) Of Bachelor’s Degree of Politics and Social Science, majoring of Public Administration and Master Degree, Majoring of Human Resources. Worked in various private companies over 30 years, such as: PT. Pan Brothers Textile as HRD Assistant Manager, PT. Sumber Makmur as HRD Manager, General Personnel Manager at PT. Bangun Perkarsa Adhitamasentra, Senior Manager of HRD and General affair at PT. Indoraya Giriperkarsa, Headmaster of Kelapa Dua High School, and the last, Head of the General Bureau and Human Resources at ISTN Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

PM Tony Abbot, Diplomatik Gaya Rahwana

22 Februari 2015   00:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:45 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kalau menggambarkan seseorang seperti PM Australia Tony Abbott baik dari sifat, pewatakannya, bukan perkara yang sulit, sebab sifat dan watak seseorang biasanya tersembunyi, dan baru bisa diketahui kalau sudah melalui pengenalan dan pergaulan yang lebih dalam. Sedangkan si Tony Abbot hanya dengan melihat raut muka melihat gerakan tubuhnya ketika berbicara, bola matanya, cara bicaranya dan isi omongannya demikian terbuka tanpa tedeng aling-aling, mudah diketahui macam orang seperti apa Tony Abbot itu.

Tony Abbot seperti halnya Rahwana, Raja Alengka, Putra Wisrawa, bicaranya ceplas-seplos tidak pakai perasaan, tidak mengenal etika berbicara, apakah yang diajak bicara masih terhitung keluarga atau hanya tetangga semuanya dianggap sama, dengan gayanya yang kasar siapapun yang diajak bicara pasti hasilnya hanya bikin sakit hati. Dari postur tinggi badannya yang atletis, PM Abbot dengan Rahwana sama dan sebangun, memang gagah dan kuat, layaknya seorang kasatria.

Apakah Abbot dan Rahwana betul dapat disebutkan sebagai kasatria, disamping pemberani ia juga jujur, setiap kata dan pebuatannya sama, satu kata satu perbuatan, apa yang pernah diomongkan untuk orang lain berani mempertanggung jawabkan, ini dadaku mana dadamu. Ataukah si Tony itu orang yang pengecut, penakut, gede omongnya saja, tetapi sebenarnya jiwanya kerdil, pasti gemetaran kalau dipelototi (orang jawa bilang dipentelengi), apalagi kalau kena gertak, orang macam dia itu pasti gemetaran.

Ternyata Abbot dan Rahwana sama gede omongnya tetapi sebenarnya penakut dan tidak ngerti etiket. Rahwana takutnya setengah mati dengan kera Hanoman. Rahwana juga menggigil seluruh bandannya mendengar disebutkan nama seorang kasatria yang sangat lemah lembut Ramawijaya kasatria dari Ayodya. Bagaimana dengan Tony Abbot, sama saja gede badannya tetapi sebenarnya penakut dan tidak tahu sopan santun dalam pergaulan Internasional.

Belum lama ini dia ngomong seenak udelnya sendiri, katanya dia sudah memberikan bantuan besar kepada sunami Aceh mengirim miliaran dollar bantuan, dan beberapa warga Australia tewas dalam operasi kemanusiaan di Tanah Aceh.

Katanya, Australia berperan besar membantu Aceh, membantu Indonesia, dan sekaranglah saatnya Indonesia memberikan balas jasanya, dapat memberikan ampunan dua orang warga Australia dari hukuman mati. Tony Abbot meminta dibebaskannya kedua orang warganya dari hukuman mati.

Persis wataknya seperti Rahwana, berani mengungkit-ungkit pemberian makanan kepada adik kandungnya sendiri Kumbakarna, makanan yang sudah masuk keperut Kumbakarna ternyata diungkit-ungkit hanya karena Kumbakarna menolak memberikan dukungannya kepada Rahwana terkait Sinta.

Tony Abbot tidak mengerti etiket, etika dianggap barang sampah, kasar tidak tau malu. Lebih bodoh seperti bukan anak sekolahan. Bayangkan saja memberikan bantuan jasa kemanusiaan kepada tetangganya, ternyata bantuan yang pernah diberikan diungkit-ungkit dihitung-hitung harus ada balas jasanya.

Kalau pemerintah Indonesia menolak permohonan dari Autralia agar warganya tidak dihukum mati, bukan berarti Indonesia tidak tau balas budi , Indonesia ngerti apa itu balas budi tetapi jangan dikait-kaitkan dengan penolakan Grasi.

Apakah Abbot lupa, atau sengaja lupa, sesungguhnya hendak mengkesampingkan kode etik kemanusiaan internasional bahwa bantuan yang bersifat kemanusiaan itu tidak boleh dikait-kaitkan dengan alasan politik, balas jasa materi, kepentingan suatu negara, apalagi dianggap sebagai hutang.

Dalam Principles of Coduct for the International Red Cross and Red Crescent Movement and NGOs in Disarter Response Programmes menyebutkan bahwa,

1.Kewajiban Kemanusiaan adalah prioritas utama

2.Bantuan yang diberikan tanpa memandang ras, agama, kebangsaan dari penerima & tanpa pilih kasih. Prioritas bantuan ditentukan semata-mata berdasarkan pada kebutuhan.

3.Bantuan tidak boleh digunakan untuk kepentingan agama atau politik.

4.Kita berusaha untuk tidak menjadi alat kebijakan luar negeri pemerintah.

5.Kita harus menghargai budaya dan adat istiadat setempat.

6.Kita harus berusaha meningkatkan respon bencana dengan kapasitas setempat.

7.Kita harus menemukan cara yang melibatkan penerima bantuan dalam proses manajemen bantuan.

8.Pemberian bantuan harus bertujuan untuk mengurangi kerentanan terhadap bencana di kemudian hari, selain untuk memenuhi kebutuhan pokok.

9.Kita bertanggungjawab kepada pihak yang kita bantu maupun kepada pihak yang memberi kita sumber daya.

10.takutnya setengah mati bencana sebagai manusia yang bermartabat dan bukan sebagai obyek belas kasih.

Jadi intinya bantuan tersebut seharusnya diberikan tanpa perhitungan untung rugi. Sekarang giliran membanjirinya protes atas ucapannya itu, Tony Abbot melalui menteri luarngerinya cepat-cepat memperbaiki pernyataannya, yang isinya Australia bukan bermaksud mengungkit-ungkit bantuan yang pernah diberikan kepada rakyat Aceh, tetapi sekedar mengingatkan kepada pemerintah Indonesia, sesungguhnya hubungan baik antar kedua negara telah berlangsung cukup lama, dan Australia tidak hendak minta balas jasa.

Sebagai bangsa yang sangat menjunjung tinggi etika hidup dalam tatanan pergaulan internasional, Indonesia tentu saja sangat menghargai sikap pemerintah Australia. Namun demikian Australia juga harus menhargai kedaulatan Indonesia dalam rangka penegakan hukum dan keadilan yang harus ditegakan tanpa pandang bulu. Hukuman mati yang diberikan kepada dua orang warga Australia, sudah sesuai dengan hukum di Indonesia. Pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia, sangat perihatin akibat peredarabn narkoba yang semakin mengkhawatirkan, dalam sehari rata-rata 50 orang meninggal akibat narkoba.

Salam Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun