[caption caption="Situasi seleksi calon pemimpin KPK, (Foto: Rakhmatulloh/SINDOnews)."][/caption]
Sejarah mencatat Ketua KPK sebelum masa tugas nya sebagai ketua KPK selesai terlebih dulu dibuat menjadi manusia pesakitan, mati tidak hidupun tidak, nasibnya sangat menyedihkan menimpa kepada mereka. Ada saja alasannya para penggerak anti pemberantasan korupsi menggunakan seribu akal untuk membunuh karakter sampai dengan menjebloskan kedalam penjara, Tindakan kriminalisai datang setiap saat.
Menghadapai masalah yang selalu menimpa kepada ketua KPK, maka dibutuhkan ketua KPK yang sakti. Pimpinan KPK harus mempunyai kesaktian Candra Bhirawa, dihabisi satu akan tumbuh 2, dihabisi 2 akan tumbuh empat, dihabisi 4 akan tumbuh delapan , mati 16 tumbuh 32 dan seterusnya. Ketua KPK haruslah sakti mandraguna, ia bagaikan seorang manusia setengah dewa. Dan untuk mendapatkan calon Ketua yang sakti maka dibutuhkan Pansel yang setengah dewa juga.
Para Dewi Pansel KPK yang kita ketahui mereka semuanya manusia pilihan Jokowi, yang diyakini mempunyai perjalanan dan pengalaman hidupnya yang lurus tidak punya sedikitpun noda, 9 orang dewi yang lurus hidupnya, apabila digabung kekuatannya maka akan melahirkan kesaktian dan kekuatan setengah dewa juga. Maka sangat diharapkan para pansel KPK akan menemukan manusia super atau manusia setengah dewa untuk dijadikan Ketua KPK terpilih nanti.
Karena pada hakekatnya untuk mengetahui seseorang tergolong dewa atau bukan, maka orang itu haruslah seorang dewa, yang mengaku mengetahui seseorang itu dewa akan tetapi orang itu bukan dewa, adalah kebohongan semata.
Para Dewi Pansel KPK kini sedang bergulat menjalankan tugas lanjutan tahap kedua yang lebih berat, yaitu memberikan pengujian tingkat obyektifitas semua peserta dan pembuatan makalah ditempat, sehingga menutup kemungkinan para peserta berselingkuh untuk memperoleh bantuan orang lain. Namun demikian Pansel masih meminta masukan dari masyarakat tentang rekam jejak para calon, agar hasil penilaian terhadap para peserta lebih obyektif.
Demikian ketatnya seleksi Ketua KPK tahap dua ini, ditambah dengan adanya ujian obyektifitas maka Pansel KPK tidak akan ragu menilai semua peserta, khususnya dari kepolisian dan Kejaksaan yang berjumlah masing-masing 5 orang itu. Pansel juga mendapat banyak masukan dari masyarakat terkait prestasi dan rekam jejak para perwira polisi dan pejabat Kejaksaan, yang masuk sebagai calon ketua KPK.
Hasil sementara, mereka diidentifikasi selama menjalankan tugas sebagai perwira polisi, tidak mempunyai prestasi yang berhubungan dengan pemberantasan korupsi. Demikian juga yang berasal dari Kejaksaan, mereka hnya merupakan macan ompong yang akan ditipkan sebagai orang KPK.
Pansel yang 9 orang wanita pilihan Jokowi, dengan bantuan masyarakat anti korupsi juga mendapati ada 3 orang perwira polisi yang masih aktif, tetapi menjadi peserta seleksi calon ketua KPK. Hal ini menjadi sangat ganjil dan aneh kenapa mesti mengikuti seleksi di KPK, apakah karena menjadi ketua KPK mendapat gaji yang lebih besar, jika itu motifnya maka mereka tergolong kelompok pencari kerja. Atau karena di KPK akan bebas hambatan untuk melindungi para koruptor khususnya para penyandang gelar pemilik rekening gendut di instansinya.
Yang jelas Pansel KPK dibantu masyarakat anti korupsi berhasil mengidentifikasi siapa-siapa yang harus mendapat penolakan sebagai calon ketua KPK. Berikut bentuk bantuan informasi untuk Pansel KPK, agar kepada mereka tidak dapat diloloskan sebagai calon Ketua KPK. Yaitu:
Pertama, mereka yang bermotif sebagai pencari kerja.