Konflik kepentingan yang semakin dalam ditubuh PDIP yaitu antara kepentingan status quo Megawati sebagai Ketua Umum partai dan kepentingan pembaharuan partai menuju partai yang demokratis yang secara pelan tetapi pasti sedang dilakukan oleh Jokowi.
Jokowi kader temuan pewaris roh dan jiwanya Sukarno dalam arti hakekat, mengutamakan kaderisasi partai berdasarkan profesionalisme ketimbang kaderisasi berdasarkan hubungan keluarga. Konflik kepentingan dalam tubuh PDIP ini semakin jelas setelah Megawati Sukarnoputri berpidato dalam sambutannya di Konggres IV Bali Sabtu 11 April 2015
Selain dengan tegas menyatakan kepada semua kadernya dipersilahkan Keluar dari PDIP bagi yang tidak bersedia disebut sebagai petugas partai, Megawati juga tidak memberikan penyambutan kepada Presiden Jokowidodo seperti layaknya seoorang Presiden RI yang harus di hormatinya.
Megawati juga tidak memberi kesempatan sama sekali waktu sedetikpun kepada Presiden Jokowi untuk menyampaikan kata sambutannya sebagaimana acara-acara yang lazim dilakukan oleh setiap partai politik dalam mengadakan acara hajatan,Padahal dimana Jokowi melangkah maka disitu protokoler kenegaraan kenegaraan harus dijalankan.
Memang undang-undang telah mengaturnya sedemikian rupa, dalam setiap kali protokoler digelar dalam rangka pengamanan dan keselamatan Presiden harus tetap berjalan. Demikian jelas dapat dilihat dengan mata telanjang perlakuan Megawati terhadap Presiden Jokowidodo, sangat arogan dan menganggap dirinyalah sang ratu sejagat.
Ia sepertinya tidak menyadari bahwa Jokowi kini adalah seorang Kepala Negara yang dilindungi konstitusi tidak selayaknya diperlakukan seperti peserta konggres . Karena Jokowi sekarang adalah milik bangsa Indonesia seorang Presiden, bukan lagi sekedar kader partai PDIP .
Dalam Tulisan iniakan melihat kepemimpinan Jokowidodo dianggap oleh Megawati sebagai ancaman kemapanan, kemashuran, keterwarisan Kharisma Sukarno, Jokowi dianggap sebagai sebagai pihak yang menjadi pesaingnya Megawati bahkan ancaman.
Bukan Figur fisik dan tampilan lahiriahnya yang dianggap sebagai ancaman akan tetapi kekuatan dan kemampuan Jokowidodo dalam merekatkan hubungannya dengan akar rumput PDIP yang berasal dari kalangan marhaen petani dan nelayan buruh pegawai negeri PKL guru dosen mahasiswa dan pelajar pendeknya hampir seluruh komponen bangsa terwakili menjadi pendukung setia figur Jokowidodo.
Seorang figur pria yang relatif masih muda dibandingkan dengan kebanyakan tokoh yang bermunculan saat ini, yang sudah seharusnya menggantungkan jubah kebesaran jabatannya karena usia mereka sudah berada diatas 60 tahun. Sedangkan Jokowidodo jauh dibawah Megawati yang sudah menyandang nenek-nenek.
Diatas dasar keterancaman itulah Megawati dan orang-orang terdekatnya berupaya menjalankan pengawasan, penghambatan, gangguan, dan penjegalan kepada Jokowi dalam menjalankan roda pemerintahannya khususnya yang dinilai menjadi ancaman eksistensi Megawati.
Contoh perannya Mega dalam campur tangan yang terlalu dalam pada kasus kapolri Budi Gunawan, campur tangan yang terlalu dalam perekrutan anggota kabinet,kebijakan energi kenaikan BBM, kontrak kerja dengan asing, Persoalan KPK, Polri, kasus-kasus besar korupsi, hubungan luar negeri.
Inilah yang menjadi Sumber dari permasalahan yang sebenarnya yang dihadapi oleh Jokowidodo, bukan dari KMP, bukan dari Prabowo Subianto sebagai Ketua umum Gerindra atau Motor penggerak KMP, akan tetapi benar-benar murni datangnya dari Megawati.
Jokowidodo Presiden dan figur terpilih
Munculnya Jokowidodo tampil menjadi figur seorang pemimpin nasional ketika Jokowidodo ditugasi oleh partai untuk ikut serta dalam kampanye legislatif 2014 maret lalu kemudian dengan gayanya yang khas dan merakyat mampu menyedot perhatian kalangan bawah dan menengah, serta sebagian kalangan atas konglomerat yang masih berhati.
Masyarakat saat itu sedang mendambakan seorang pemimpin alternatif figur yang dapat menjadi harapan pembaharuan Indonesia khususnya bidang ekonomi dan kesejahteraan, yang selama ini senantiasa terkatung-katung hanya berupa bualan dan impian kosong.
Terbukti kemenangan PDIP cukup signifikan mengingat peserta pemilu ada 11 partai yang memperebutkan suara para pemilih, dan PDIP dinyatakan memenangkan suara terbanyak sampai 18,9 % . Kerja keras Jokowidodo membuahkan hasil tanpa campur tangan Jokowi PDIP bisa dipastikan hanya menjadi partai kroco.
Selepas Pemilu legislatif Jokowidodo medapat amanat dari Mega , yang sebenarnya adalah desakan seluruh masyarakat luas kepada Mega untuk mengajukan Jokowidodo mencalonkan sebagai Presiden RI, disaat beliau masih menjabat sebagai Gubernur DKI.
Hasil survey tidak satupun yang meragukan akan hal itu, termasuk hasil survey yang diadakan seara rahasia dan probadi kelompok Mega. Suara menggelora semua menyuarakan Jokowi agar maju mengikuti Pilpres 2014.
Lagi-lagi Megawati dengan perasaan berat hati melepaskan hak waris Trah Sukarno kepada orang bukan berdarah Sukarno bahkan tidak sedikitpun mirip secara fisik dengan almarhum Sukarno, orang yang selama dikenal hanya dikenal dengan suara sayup-sayup sampai, kadang kedengeran, kadang tidak tanpa ada berita yang dapat membawanya ke hadapan sang Ketua Umum PDIP.
Mega menjadi semakin terpaksa setelah mengetahui dari hasil jajak pendapat, bahwa sudah menjadi takdir lahirnya kepemimpinan nasional Jokowidodo secara historis akan mentorehkan tinta emas kepemimpinannya di level nomor satu Indonesia. Kenyataan sungguh belainan 180 dengan apa yang diimpikan akan dapat merebut kembalijabatan presiden ke 7 yang sangat diimpikan itu.
Megawati hanya dapat mengiburdirinya biarlah ia (Jokowi) dilahirkan sebagai seorang presiden , bukan dalam arti presiden sebenarnya karena masih ada aku Megawati Sukarnoputri pemenang pemilu legislatif menguasai mayoritas suara di parlemen yang akan menjadi penentu semua kebijakannya presiden terpilih Jokowidodo.
Dapatkah Megawati mengendalikan Jokowidodo untuk mewujudkan semua keinginannya, sebagai orang trah Sukarno yang sangat dipuja dikalangan para pendukungnya? Faktor-faktor apa yang dapat menjadikan Jokowidodo dapat lahir sebagai seorang Presiden justru mengalahkan figur sekelas Megawati yang sudah dikenal luas dikalangan akar rumput PDIP.
Kemampuan Jokowi
Untuk mendapati jawaban pada poin dua kita harus melihat Flashback jauh ke belakang, dan pertanyaannya dirubah menjadi sebab apa Megawati mampu memimpin PDIP sampai dua periode bahkan lebih? Salah satu Jawabannya adalah karena Megawati dapat bertindak netral diantara kepentingan banyak faksi yang ada di PDIP.
Demikian juga Jokowidodo mendapat dukungan besar dari kalangan marhaen karena Jokowi sangat merakyat, berdiri netral diantara semua golongan beragama lebih dari Ibu Megawati. Jokowi dikenal bukan sebagai orang yang fanatik kekiri-kirian maupun ekstrim kanan, Jokowi adalah figur netral yang berdiri diatas semua pihak.
Jokowi dilahirkan menjadi tumpuan banyak kalangan mulai dari petani, nelayan, PKL, buruh pabrik, para TKI, PNS, pedagang, para kelas pebisnis, para elite konglomerat, menyiratkan harapan besar , inilah pemimpin yang lahir digadang-gadang akan memberikan perubahan kepada Indonesia, menjadi Indonesia yang lebih baik , terutama bidang kesejahteraan rakyat.
Jokowi diharapkan lahir sebagai Presiden yang piawai dan bijak sebagai juru damai yang berkonfli, presiden yang mengutamakan kesejahteraan masyarakat miskin, presiden yang menomorduakan kepoentingan pribadi dan keluarganya, presiden yang mebuat peraturan yang selalu berpihak kepadamasyarakat bawah, presiden yang mengkomandoi pemberantasan KKN, dan sederet tindakan luhur sorang pemimpin sejati.
Namun bagaimanapun juga harus diakui Jokowi ditakdirkan menjadi pemimpin Indonesia melalui jalur potong kompas, ia belum melalui uji kematangan dalam pengelolaan sebuah partai politik yang sangat berliku penuh dengan duri, Jokowi masih relatif hijau, kurang dari satu tahun bergelut di kancah partai politik masih dirasa sangat minim, kapabilitasnya masih belum teruji.
Dalam kemampuan politiknya yang serba terbatas Jokowi harus menhadapi begitu banyak kepentingan-kepentingan titipan eksternal maupun internal. Menghadapai fakta yang membelitnya dalam hari pertamamenjabat sebagai Presiden Jokowi berhadapan dengan 5 (lima) tantangan sekaligus.
Pertama, Jokowi harus dapat memanagemeni banyak sekali internal partai yang kader-kadernya satu dengan lainnya maunya bergerak sendiri-sendiri, seperti halnya sangat bebas menyampaikan keluhan-keluhan dan kritik pedas sampai bentuk hujatan tentang kebijakan yang ditempuhnya. Seperti halnya Effendi Simbolon, Eva Sundar, Rieke Diah Pitaloka dll.
Kedua, akibat ulah segelintir kader yang setengah mbalelo karena perbedaan prinsip kaderisasi partai berlambang kepala banteng moncong putih itu. Mereka menginginkan reformasi kepemimpinan PDIP dari generasi Tua ke generasi Muda, karena selama ini mereka dinilainya tidak transparan, lebih mengedepankan nepotisme, unsur pertemanan, kerabat, dan disinyalir ada unsur uang.
Ketiga, tuntutan kader PDIP begitu berat dilaksanakan oleh Jokowi karena berkaitan dengan pembagian jata-jatah kursidi kementerian, jabatan setingkat menteri, kepala pusat dan badan. Dirut dan Komisaris BUMN, serta jabatan lainnya yang masih dibawah pemerintahan Jokowi. Sedangkan jabatan tersebut memerlukan pertimbangan khusus, keahlian, serta faktor2 lainnya yang tidak dimiliki oleh mereka.
Keempat, Canpurtangan terlalu dalam dan dipaksakan dari partai pendukung Jokowidodo dalam mengeluarkan kebijakan yang berkenaan dengan pelaksanaan program nawacitanya Jokowi, yang sampai sekarang masih tersendat. Para Kader PDIP inilah yang sering mengatasnamakan Ibu Mega mencoba memancing atau sengaja menggoda Jokowi, dalam berbagai bentuk, agar program Jokowi tersendat, jika dimungkinkan tidak dilanjutkan.
Kelima, campur tangannyanya Ibu Megawati kepada Jokowi secara langsung dengan memaksakan kehendaknya kepada Presiden mengajukan Budi Gunawan sebagai Kapolri, padahal yang bersangkutan tersangka korupsi. Padahal Jokowi sangat mengharapkan jika Polri suatu saat akan menjadi lembaga yang benar-benar bersih dari korupsi, oleh sebab itu harus diawali dengan Pimpinan Polri yang bersih dan jujur, serta bersungguh-sungguh untuk memberantas semua jenis koruosp di seluruh Indonesia tanpa kecuali.
Jika ingin memberantas korupsi maka ujung tombaknya harus bersih dari korupsi,tanpa bersih-bersih polri mulai dari atasannya sampai bawahannya mustahil korupsi ini dapat di hapuskan. Menyangkut nama Budi Gunawan sebagai penegak hukum harus berani bertanggung jawab dan hukum akan memberlakukan dengan adil seadil adilnya.
Apakah ada sekenario khusus untuk BG agar tidak melewati KPK dan PPATK , karena dari informasi yang beredar kemungkinan besar BG akan mendapat stabilo merah dari KPK. Jika demikian tentunya Jokowi akan lebih kesulitan untuk mengajukan BG kepada DPR untuk uji kepatutan dan kelayakan.
Jika demikian Logis memang Mega tidak ingin melibatkan KPK atau PPATK karena sangat mungkin pasti akan di-“stabilo” merah. Hanya kalau ke DPR itu perintah UU yang harus dilaksanakan. Bagi Mega sendiri, jika saja DPR bisa di-“bypass” tanpa melanggar UU pasti akan minta Jokowi melakukannya.
Kelima faktor itulah yang sebenarnya membuat Jokowidodo dalam 6 bulan pertama pemerintahannya mengalami banyak hambatan mulai dari pengangkatan kepala polisi Budi Gunawan yang batal dilantik, perseteruan antara KPK dan Polri yang cukup sulit karena membawa-bawa petinggi Polri, beberapa orang penggiat anti korupsi yang mengalami Kriminalisasi oleh KPK, tentang perpu KPK, kenaikan BBM yang langsung diikuti kenuikan komoditi lainnya, beras naik, transportasi naik dan seterusnya membuat sebagian wilayah mengalami kepanikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H