Â
[caption caption="Presiden Joko Widodo (Jokowi). TEMPO/Subekti" ][/caption]
Dalam gonjang ganjing perombakan kabinet Jokowi-JK, akhir-akhir ini dihembuskan oleh para kader KIH khususnya dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mereka menyusun banyak sekenario baik yang khalal maupun yang haram. Baik yang beralasan logis, rasional maupun yang irasional. Mereka membuat manuver-manuver perombakan kabinet, akan tetapi dinilai kurang pantas tidak elegan dan cenderung agresif. Mereka berargumen kementerian kabinet Jokowi-JK bidang perekonomian kinerjanya lamban karena dukungan faktor eksternal dan internal yang lemah.
Bisiskan PDIP
Telah diketahui bahwa sistem pemerintahan Jokowi adalah Presidensil, akan tetapi sedikit berbau parlementer. Oleh sebab itu dukungan eksternal terhadap Jokowi harus signifikan. Hingga kini Faktor Eksternal, pemerintahan jokowi belum mendapat dukungan politik di parlemen minimal 50% + 1. Sehingga berdampak kurang kuatnya dukungan terhadap Jokowi di Parlemen.
Apalagi selama tiga bulan pertama diwarnai dengan kekisruhan di lembaga Legislatif, kala itu DPR terjadi keributan, dan dampaknya terhadap eksekutif adalah terjadi ketidak seimbangan dukungan politik di pemerintahan Jokowi-JK yang berimbas kepada melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia yang hanya mencapai dibawah 4,7 % dibawah semasa SBY pada kwartal kedua awal pemerintahannya.
Oleh sebab itu jalan keluar salah satunya adalah kekuatan kabinet di pemerintahan Jokowi harus diisi oleh menteri-menteri yang cakap, profesional, berintegritas, sekaligus mencerminkan kombinasi dua kekuatan, antara kekuatan politik dengan profesionalisme. Kombinasi kekuatan politik agar dukungan secara politik kepada Jokowi terpenuhi di Parlemen, langkah paling tepat adalah menambah jatah kursi menteri yang berasal dari partai politik.
Dengan cara itu pemerintahan Jokowi akan memperoleh multybenefid. Maka perombakan kabinet yang diperlukan adalah perombakan kabinet yang dapat membawa dampak pertumbuhan ekonomi dan sekaligus stabilitas dan keseimbangan politik. Itulah sebabnya menteri-menteri yang ada dalam pemerintahan Jokowi-JK harus lebih banyak terwakili oleh kader partai baik yang berasal dari KIH maupun KMP, tentu saja memenuhi persyaratan, cakap, berintegritas.
Dalam posisinya seperti yang sekarang ini, PDIP masih menganggap jauh dari target jatah kursi yang diinginkannya. PDIP secara hitungan matematis, maupun balas jasa politik, seharusnya mendapatkan jatah lebih dari tiga menteri dan dari unsur KMP Jokowi masih bisa memberikan bebarapa kursi menteri. Hitung-hitungan yang dipakai Jokowi bisa mengambil hikmahnya dari keuntungan ganda tersebut.
Dari faktor internalnya kabinet akan dipenuhi dengan menteri-menteri yang berkualitas sekaligus profesional akan tetapi yang berwarna politik, sedangkan dari keuntungan eksternal akan mendapat dukungan politik yang signifikan dari parlrmen. Karena selain Jokowi berhasil menjadi Presiden karena diusung oleh KIH maka sejalan dengan perjalanan waktu KMP akan diberikan peran yang lebih oleh Jokowi dengan memasukan kader-kadernya yang berbobot masuk dalam jajaran kabinet Jokowi-JK.
Jokowi Abaikan PDIP