[caption id="attachment_378961" align="aligncenter" width="300" caption="Fadli Zon. (Foto-detikcom)"][/caption]
Ada banyak kritik Fadli Zon kepada Ketua umum PDIP Megawati Sukarnoputri, mulai dari yang benada mengecam kebijakan Mega sebagai Ketum Partai karena dianggap terlalu dalam campurtangannya kepada Presiden Jokowi. Sampai kepada bentuk kritik apresiasitif .
Kritikan Fadlikepada Mega kadang juga bernada kritik membangun karena Fadli memberikan pertimbangannya untuk yang positip. Namun yang paling sering kritikan Fadli Zon kepada pihak lain isinya kebanyakan cukup pedas memanaskan telinga, termasuk kepada Ibu Mega.
Itulah Fadli Zon politisi berpengalaman dari partai Gerindra sekaligus sebagai Wakil Ketua DPR, tidak pilih-pilih bila akan mengomentari seseorang lawan politiknya atau bahkan kepada para politisi yang sekoalisi dengannya, baginya apa saja pernyataannya dalam bentuk kritik adalah sesuatu hal yang wajar.
Sepertinya kritik yang disampaikan kepada pihak lain tidak asal keluar saja dari mulutnya, telah melalui hitung-hitungan dan pertimbangan dari semua segi apakah yang dikomentari setuju senang menolak atau bahkan membencinya.
Dalam kaitan ini yang sedang mendapat kritik dari Fadli Zon adalah Mega, ya untungnya saja yang dikritik adalah Ibu Ketua Umum PDIP seseorang yang sudah kenyang makan asam garam kehidupan politik di Indonesia.
Dialah Presiden perempuan pertama di negeri ini hampir semua pernik-pernik politik pernah dialami beliau. Oleh sebab itu kalau hanya kritikan Fadli Zon walaupun pedas, saya kira hanya akan dianggap angin lalu saja.
Kritik Fadli Zon ke I:Misalnya pernyataan Fadli yang mengungkapkan bahwa Megawati tidak pernah mau memenuhi undangan SBY dalam pertemuan yang tujuannya untuk islah, barangkali yang dimaksudkan oleh Fadli, Megawati perlu bertemu SBY dalam rangka Islah. Bagi Mega pernyataan tersebut tidak perlu ditanggap dengan serius.
Karena sesungguhnya yang benar adalah Megawati tidak perlu mendatangi SBY, pertama karena Mega adalah seorang wanita, tidak umum budaya kita perempuan nyasar menemui laki-laki, akan menunjukan sifat yang merendahkan derajat kaum wanita.
Pertimbangan lain adalah jika Mega yang menemui SBY maka akan terkesan Mega mengakui kekeliruannya pada kebijakan yang pernah beliau keluarkan terhadap SBY, saat itu mega adalah Presiden dan SBY sebagai Menkopolkamnya Megawati.
Peristiwa itu mengingatkan bagaimana SBY secara terang-terangan melawan kepada atasannya,dengan sangat sengaja menelikung Megawati dalam pilpres 2004, kala itu Mega adalah atasannya SBY, karena Mega sebagai Presiden dan SBY adalah Menkopolkam.
Fadli Zon politisi yang diketahui sangat setia kepada Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dalam memberikan kritikan kepada Megawati pada tahap-tahap tertentu kadang kita harus sependapat terhadap pandangannya.
Walaupun selama ini menurut pendapat saya pribadi tidak pernah sejalan dengan Fadli Zon. Disamping perbedaan garis politik dukungan yang berbeda karena saya lebih condong memberi dukungannya kepada Presiden Jokowi, sedangkan Fadli Zon sebaliknya.
Seperti contohnya saya selama ini selalu mengkritik dengan keras pandangan dan pendapat Fadli Zon , akan tetapi kali ini saya sependapat terhadap pendapatnya seperti kritik yang pertama diatas tadi untuk beberapa hal, berikut saya juga sependapat.
Kritik Fadli Zon ke II: Dalam beberapa waktu yang lalu Fadli Zon memberi kritikannya terhadap Ibu Megawati mengenai pernyataannya Mega kepada Bapak Presiden Jokowi. Yang menyatakan Jokowi hanya seorang petugas partai, oleh sebab itu semua sepak terjangnya presiden Jokowi harus sesuai dengan garis partai.
Untuk pernyataan Mega tersebut Fadli Zonmenyambutnya dengan kritikan yang cukup tajam. Fadli mengatakan jika petugas partai hanya ada untuk Kebijakan Partai Komunis.
Oleh sebab itu pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang menyebut seluruh kader PDIP adalah 'petugas partai' tak terkecuali Presiden Joko Widodo, menurut Fadli tidak tepat. Karena Garis kebijakan Petugas Partai sama dengan Kebijakan Partai Komunis
Karena Menurut dia, sebutan petugas partai biasa digunakan oleh dan untuk partai komunis.Dia mengutarakan, seharusnya Megawati legowo merelakan Jokowi untuk bekerja sebagai petugas rakyat, bukan lagi bekerja didasari sebagai petugas partai yang hanya mengikuti kehendak partai pengusungnya”
Kali ini pendapat Fadli Zon perlu didukung, sebab tidak tepat lagi seorang Presiden diperlakukan oleh Mega hanya sekedar petugas Partai. Kedudukan seorang Presiden sebagai mandataris rakyat mewakili 250 juta penduduk Indonesia sedangkan jika hanya petugas partai maka hanya mewakili para elite partai saja yang hanya berjumlah hitungan jari.
Itulah yang dimaksud oleh Fadli zon seorang petugas partai hakekatnya adalah mesinnya partai, yang hanya tersuarakan hanya oleh para elite partai saja, jika di Partai Komunis hanya boleh disuarakan atas nama partai di Polit Biro tempatnya para elite partai bersemayam.
Dalam sistem kepartaian Komunis beberapa orangyang tergabung dalam polit biro merekalah yang menentukan tugas-tugas dari petugas partai, mau dibawa kemana negara tersebut bergantung kepada orang-orang di polit Biro.
Apabila Ketua umum PDIP masih memperlakukan Presiden Jokowi sebagai petugas Parataimaka kemungkinan besar akan terjadi duplikasi dalam menjalankan tugas-tugas kepemerintahan dan ketatanegaraan kita.
Pertama karena Petugas Partai itu sendiri dan kedua Jokowi harus taat kepada konstitusi1945 yang menganut sistem Presidensial. Bukan Parlementer, apalagi Sistem Petugas Partai.
Karena Presidensial maka Jokowi dalam pemilihan seorang pejabat pembantu presiden harus mempertimbangkan atas dasar profesionalime, kemampuan bekerja serta loyalitas kepada rakyat bangsa dan negara taat kepada konstitusi serta jujur dalam bekerja.
Jika Jokowi masih menyandang sebagai petugas partai maka conflict of interest dalam penempatan seorang pejabat negara dan BUMN dikhawatirkan akan mengganggudan salah-salah akan banyak pejabat yang tiba-tiba nongol tetapi tidak sesuai dengan bidang keahlian yang dia miliki.
Kalau Sistim pemerintahan yang kita anuti adalah sistem Presidensial maka kekuasaan penuh dalam eksekutif ada di tangan seorang Presiden, Maka jadinya sangat jelas Petugas Partai yang disematkan oleh Mega kepada Jokowi adalah salah besar.
Rupanya Mega hendak menempatkan partai menjadi lebih dominan dalam menjalanjkan pemerintahan suatu negara, Jika ini yang terjadi maka bukan lagi sistem Presidensial yang kita anuti akan tetpitelah menyimpang menjadi parlementer, bahkan lebih jauh sama dengan sistem komunisme.
Kritik Fadli Zon ke III: Kritik Fadli Zon yang menyebutkan bahwa Ketua Umum PDIP mengaku sering ditusuk dari belakang oleh lawan-lawan politiknya seperti yang disampaikan Mega dalam konggres ke IV di Bali beberapa waktu yang lalu, bagi saya sependapat dengan Ibu mega. Itulah dinamikan dalam politik, siapapun yang terjun dalam lapangan politik harus siap-siap mendapat perlakuan begitu rupa dari lawan-lawan politiknya.
Sebab dalam politik menusuk dan ditusuk dari belakang maupun ditusuk dari depan, samping kanan maupun kiri, dalam sebuah kompetisi politik di ajang pemilu misalnya, dengan tujuan untuk memperoleh suara yang lebih besar dari para pemilihnya adalah sesuatu yang wajar .