Kebetulan sudah agak siang sekitar jam sepuluhan hari itu saya ditugasi istri untuk belanja kebutuhan dapur. Laju motor bebek yang tidak terlalu kencang langsung kuarahkan ke Pasar Pulo Gadung. Selain tidak terlalu jauh dari rumah, harga-harga kebutuhan dapur relatif sedikit lebih murah ketimbang di supermarket yang ada di sekitar Rawamangun, karena untuk keluarga, yang penting masih mampu kebeli. Komoditas yang lagi aku incar hari itu, ikan bandeng kesukaanku dan udang sebagai bahan balado masakan kesukaan istriku.
Seperti biasa saya tidak muter-muter dari pedagang satu ke pedagang lainnya. Kondisi pasar saat itu tidak seramai ketika pagi hari, satu dua orang masih terlihat membeli ikan. Bermula dari percakapan biasa antara saya sebagai pembeli dan ibu pedagang ikan yang sudah tampak berusia lanjut. Dari pembicaraan tawar menawar biasa tentang harga ikan  dan udang, tidak sengaja berbuntut ngobrol banyak hal. Dari tadi saya mengamati ibu penjual ikan yang satu ini usianya paling tua di antara penghuni pasar Pulo Gadung.
Saya sengaja membuka pembicaraan perihal ikan dan udang yang saya beli. "Jadi sekilo harganya 35.000 rupiah, ngga kurang ya Mbah".
"Itu saya kasih paling murah, sudah puluhan tahun saya jualan ikan di sini, paling murah, paling bagus ikannya, dari tahun 74 saya sudah berdagang di sini, pasar masih sepi bangunannya pun sebagian besar berupa atap seng tidak seperti sekarang ini sudah ada gedungnya," katanya.
"Empat tahun saya berdagang di Jakarta bisa bikin rumah kecil-kecilan di Cilincing Jakarta, kalau sekarang mah saya bangun rumah di Jawa. Kalau mau mampir ke rumah saya di Kedung Jati, Sumber Harjo, Tegal, saya selalu ngajarin kepada anak-anak saya semua, kejujuran dan senang membantu orang susah," ujarnya kepada penulis.
Teman-teman pedagang memanggilnya Ibu Das, ada juga yang memanggil Ibu Kriting. Ibu Das ini sering juga dipanggil Ibu Das Kriting karena rambutnya kriting. "Ibu Das ini rajin mengaji, orangnya baik sekali tidak pelit, suka nolongin orang susah, semua pedagang di sini sayang sama dia, saya sudah menemani Bu Das selama 15 tahun sudah seperti orang tua saya sendiri, dia jualan ikan kalau saya jualan ayam potong," kata Ibu Nurhayati sesama pedagang di Pasar Pulo Gadung.
Ibu Das atau Ibu Das Kriting, nasihat-nasihatnya menjadikan suasana sejuk. Walaupun seorang perempuan tua dan juga seorang pedagang ikan, pun di pasar tradisional, tetapi nasihat-nasihatnya yang berbobot dan petuah-petuahnya tidak pernah lepas dari nasihat keagamaan, kepada kaum muda sesama pedagang, menunjukan sisi lain Bu Das adalah muslimah berjiwa penolong, ikhlas memberi terutama kepada orang susah, sebagai seorang pedagang yang jujur, pemberani dan penolong, sesungguhnya ia layak menjadi ibu teladan.
"Semua pedagang ikan di pasar pulo gadung merasa beruntung bertetangga dengan Ibu Das, manfaat nya banyak nggak kehitung", ujar mas Triyono. Pengakuan Mas Triyono bukan basa basi hampir semua pedagang ikan disekitar Ibu Das mengamininya. "Sesungguhnya Ibu Kriting itu seorang pejuang yang berani, Ibu yang sangat jujur, ikhlas nyumbang bantuan khususnya kepada fakir miskin, mengherankan sering nyumbang bukannya berkurang  malahan dia bisa bikin rumah bagus di Sumber Harjo, Tegal" sambut mas Tri sesame pedagang yang membuka lapak disamping Ibu Das.
Makanya mas Triyono sebagai laki-laki kadang-kadang suka kesal kalau ada orang muda apa lagi laki-laki yang cengeng, tampilannya pria tetapi paling dalam hatinya adalah perempuan, tidak punya keberanian dalam menjalani hidup sering bergantung orang lain. Boro-boro akan menjadi penolong, yang ada dipikirannya hanyalah hidup enak, jalan pintas dan omong besar, tetapi ketergantungan. Model manusia macam begini tidak bisa jadi pemimpin, apalagi diteladani.
Masih beruntung di pasar tradisional sekedar wilayah pinggiran Jakarta masih ada perempuan tua tetapi bisa menjadi suri tauladan, Ibu Das Kriting Perempuan Pemberani suka menolong orang susah.