Mohon tunggu...
Imam Kodri
Imam Kodri Mohon Tunggu... - -

Formal Education Background in UPDM (B) Of Bachelor’s Degree of Politics and Social Science, majoring of Public Administration and Master Degree, Majoring of Human Resources. Worked in various private companies over 30 years, such as: PT. Pan Brothers Textile as HRD Assistant Manager, PT. Sumber Makmur as HRD Manager, General Personnel Manager at PT. Bangun Perkarsa Adhitamasentra, Senior Manager of HRD and General affair at PT. Indoraya Giriperkarsa, Headmaster of Kelapa Dua High School, and the last, Head of the General Bureau and Human Resources at ISTN Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kahyangan Jongring Salaka, Tri Dasa Watak Nawa

25 September 2015   14:48 Diperbarui: 25 September 2015   15:22 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Ilustrasi Kahyangan Jonggring Salaka. Foto dari: edigkes.blogspot.co.id"][/caption]Sidang para dewa di Kahyangan Jongring Salaka atau Kahyangan Suralaya saat itu dihadiri Sang Hyang Giri Nata. Sang Hayang Giri Nata atau Sang Hyang Guru rajanya para dewa yang menguasai Tri Dasa Watak Nawa. Artinya yang menguasai tiga puluh watak mahluk hidup. Diantaranya adalah watak manusia, kemudian ada watak para jin syaetan peri parahayangan, gendruwo, banaspati, watak hewani, watak tumbuh-tumbuhan, dan lain-lain.

Kala itu persidangan besar diselenggarakan di Balai Marcukundomanik, atau boleh digambarkan sebagai ruang sidang istimewa khusus memperbincangkan hal-hal yang bersifat darurat atau maha penting, ruangannyapun berada di langit ke enam atau untuk memudahkan penalaran secara fisik, langit keenam itu samakan saja dengan lantai keenam seperti gedung Kompasiana yang ada di Palmerah Barat, kurang lebihnya begitu.

Diantara yang hadir dalam persidangan yang maha penting itu antara lain Sang Hyang Narada, beliau ini adalah wakilnya SangHyang Guru, kemudian ada Sang Hyang Brahma , Sang Hyang Yamadipati, Sang Hyang Penyarikan, Hyang Wisnu, Hyang Kamajaya dan Betari Sri Widawati. Penyarikan ini adalah dewa yang mendapat tugas khusus dari Hyang Guru dan Hyang Narada untuk membagi-bagi rejeki, hadiah, status, bagi-bagi wahyu, ilham inspirasi atau berupa pemberitaan atau bahkan pengumuman, dan lain sebagainya.

Para dewa ini bekerja dalam tiga shift, namun demikian tidak seorang dewapun yang berani membolos atau mangkir menghindari persidangan. Itulah disiplin dan kebiasaan yang sudah tertanam kuat di kalangan para dewa di Kahyangan Suralaya itu. Ada beberapa hal penting yang dibahas dan harus diputuskan dalam persidangan para dewa saat itu.

Yang pokok adalah yang menyangkut manajemen kahyangan atau kadewatan, lainnya adalah bagaimana cara mengupayakan agar huru-hara yang ditimbulkan oleh Guru Besar Wisrawa dengan Dewi Sukesi dan dayangnya Roro Wulan, sepertinya sedang mendera kehidupan manusia di mayapada dapat segera berhenti, tidak lagi menimbulkan kegaduhan.

Kehidupan yang mendera di Mayapada yang akan dibahas para dewa bukan urusan sepele tetapi sangat krusial dan mendesak. Dikatakan krusial dan mendesak karena mahluk sekelas Wisrawa, Dewi Sukesi dan dayangnya Roro Wulan, yang dalam tata pergaulan di mayapada ternyata telah membawa banyak penyakit. Penyakit yang dibawanya tergolong penyakit sangat berbahaya dan menular, melebihi MERC, HIV-AID, dan sejenisnya.

Hasil penyelidikan Sang Hyang Indra dan Wisnu, dewa pemelihara kedamaian alam semesta, diperoleh hasil sementara bahwa ada manusia kategori manusia dari kalangan biasa, yakni Wisrawa Dewi Sukesi dan dayangnya Roro Wulan, sudah sangat tercela. Namun tidak ada seorangpun manusia lain yang mengetahui bahwa diri mereka sebagai manusia sebenarnya sudah sangat tercela.

Ia telah salah mengartikan ilmu “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” bahkan telah menyalah gunakan ruang ilmu yang telah dianugerahkan oleh Hayang Guru dan Hyang Narada sebagai penguasa Kahyangan Suralaya, untuk kepentingan pribadinya dan kelompoknya. (Sastra = Tulisan, Serat, ajaran; Jendra = Agung, Mulia, bermanfaat; Hayuningrat = rahayu , kedamaian, keselamatan; Pangruwating Diyu = merubah watak raksasa atau merubah watak iblis).

Akibat ulahnya banyak kehidupan manusia di Mayapada tertipu oleh kehadirannya. Tidak sedikit yang berhasil digaet menjadi pengikut setianya. Ajaran-ajarannya begitu memukau, membangkitkan gairah hidup, nasehat-nasehatnya bagaikan guru spiritual Sang Maha Yogi, yang dihormati oleh jutaan pengikutnya sebagai dewa yang hidup.

Padahal ia adalah manusia biasa yang mengaku pendeta yang sebenarnya wujud dari Rahwana Raja, raja yang korup, memakan darah wong cilik dan membunuh lebih dari pembunuh.

Sang Maha Yogi Wisrawa dengan Rahwana sang Koruptor kelas kakap penghisap darah rakyat pada hakekatnya satu, dwitunggal, dua yang satu, dalam satu ada dua sifat, suatu ketika ia adalah guru pandita, akan tetapi bila kita buka selimutnya akan tampak bentuk fisik Sang Dasa Muka, sepuluh wajah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun