Mohon tunggu...
Imam Kodri
Imam Kodri Mohon Tunggu... - -

Formal Education Background in UPDM (B) Of Bachelor’s Degree of Politics and Social Science, majoring of Public Administration and Master Degree, Majoring of Human Resources. Worked in various private companies over 30 years, such as: PT. Pan Brothers Textile as HRD Assistant Manager, PT. Sumber Makmur as HRD Manager, General Personnel Manager at PT. Bangun Perkarsa Adhitamasentra, Senior Manager of HRD and General affair at PT. Indoraya Giriperkarsa, Headmaster of Kelapa Dua High School, and the last, Head of the General Bureau and Human Resources at ISTN Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kasus TPPI Polisi Main Mata, Singkirkan KPK

12 Mei 2015   17:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:07 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14314269091288602374

[caption id="attachment_383282" align="aligncenter" width="620" caption="Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Pol Budi Waseso, di Polres Metro Jakarta Selatan. (BeritaSatu.com/Bayu Marhaenjati)"][/caption]

Kepolisian RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi tak berkoordinasi dalam menangani kasus penjualan kondensat PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI). Padahal Bapak Presiden sudah berulang kali mengatakan agar antara Polri dan KPK harus sinergi dan berkoordinasi dalam semua penanganan pemberantasan korupsi di negeri ini.

Antara satu terhadap lembaga lain tidak ada lagi dijumpai rasa ego kelembagaan. Setidaknya Polri tidak terlalu memaksakan diri menangani kasus-kasus besar masalah korupsi. Sebab dalam sejarahnya belum pernah kasus besar korupsi berhasil dibongkar oleh Polri.

Jangankan berhasil membongkarnya, jangan-jangan malah akan terlibat atau ikut terseret-seret menjadi peserta korupsi. Masalah internal Polri saja masih perlu ditangani secara transparan, misalnya kasus rekening gendut yang sampai sekarang menguap.

Polri sepertinya ingin menunjukkan kualitas kerja pemberantasan korupsi yang akan menyaingi kerja yang dilakukan KPK, tetapi ibarat seseorang yang menyapu lantai, Polri menggunakan sapu yang kotor, akibatnya bisa dilihat sendiri lantainya pasti akan tetap kotor.

Di samping itu Polri dalam hal ini Bareskrim kasus yang menunggu dituntaskan jumlahnya sangat banyak jauh melebihi yang harus dituntaskan oleh KPK, lantas kapan Polri akan menindaklanjuti semua kasus korupsi dan kasus lainnya, jangan-jangan Polri malah akan meninggalkan PR yang semakin menggunung.

Berkenaan dengan kasus TPPI yang kini sedang ditangani oleh Bareskrim Polri sebenarnya kasus ini sedang menjadi kajian dan penyelidikan serta penyidikan oleh KPK, namun sejak terjadi pergantian ketua KPK dari era Abraham Samad, Bambang Widjajanti ke ketua KPK yang baru seperti Taufiqurakhman Ruki, Seno Aji, laporan hasil kajian dan penyelidikan kasus TPPI yang tadinya masuk ke KPK, anehnya menjadi mandeg seketika, seperti menghadapi tembok besar.

Seorang Wakil Ketua KPK Johan Budi, dengan jabatannya setinggi itu secara logika seharusnya dapat menjelaskan secara gamblang kepada masyarakat, bukan dijawab dengan tidak tahu, sebab-sebab kasus TPPI tidak dapat dilanjutkan oleh KPK tetapi sekarang justru Polri yang sedang menanganinya.

Apakah digantinya KPK oleh Polri dalam pengananan kasus TPPI sudah melalui koordinasi antara Polri dengan KPK, atau KPK dipaksa menyerahkan kasus tersebut kepada Polri, tidak ada penjelasan resmi. Baiknya untuk transparansi penyidikan dan penyelidikan, KPK dan Polri dapat memberikan pencerahan kepada publik, agar tidak ada kesan Polri menyerobot tugas-tugas KPK. Atau lebih kepada semangat KPK yang menjadi melempem dalam pemberantasan korupsi karena menyerah kepada Polri untuk penanganan kasus TPPI.

KPK sebenarnya yang pertama kali melakukan penyelidikan permulaan atas kasus TPPI, tetapi tanpa diketahui ujung pangkalnya oleh KPK ternyata pada Rabu 6 Mei 2015 dari Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Mabes Polri melakukan penggeledahan kantor TPPI di Geding Mid Plaza. Penggeledahan dilakukan di dua tempat; 1. Kantor TPPI dan 2. Kantor SKK Migas Jaksel.

Penggeledahan terkait dengan pengusutan kasus tindak pidana pencucian uang dalam penjualan Kondensat bagian negara ke PT Trans Pacific. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Kombes Victor dua hari setelah penggeledahan menetapkan 3 tersangka mereka adalah: 1. Mantan Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Munyak dan Gas Bumi, Raden Priyono; 2. Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas, Djoko Harsono, 3. Pendiri TPPI, Honggo Wendratmo.

Yang menjadi bahan pertanyaan banyak pihak hasil penyelidikan dan penyidikan Polri pada kasus TPPI telah terjadi tindak pidana pencucian uang yang dituduhkan kepada ketiga orang pejabat PT TPPI, BP Migas dan Pendiri TPPI, Polri mengatakan; negara hanya dirugikan tidak sampai sebesar 2 triliun. Sedangkan hasil kajian oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) negara telah dirugikan sebesar 12 triliun rupiah.

Kenapa terjadi perbedaan mencolok kerugian negara hasil hitungan BPK dengan hasil hitung oleh Polri sampai 10 triliun lebih, apakah Polri lemah syahwat dalam matematika “ping poro lan sudo” ataukah ada main mata, main telinga, main tangan jowal-jawil, seperti permainan AA dan PR dalam kasus-kasus prostitusi artis.

Dalam kasus ini kata Polri kelak akan banyak pejabat yang terlibat, mulai dari pejabat mantan menteri, pejabat eselon satu, penguasa (entah apa yang dimaksud dengan penguasa di sini, apakah penguasa partai politik, penguasa bisnis atau para geng pejabat korup pemilik rekening gendut). Benar-benar menakjubkan bila Kabareskrim yang sekarang mampu menjerat mereka semua dengan rantai besi yang kuat, bukan menjerat dengan benang selembar, tentu saja sangat mudah melepaskannya.

Dalam gebrakan yang akan dilakukan pada tahap dua, bagaimanapun kita perlu memberikan apresiasi dalam pekan ini para penyidik dari Bareskrim Polri akan melakukan penyidikan kembali 5 orang dari SKK Migas, 1 orang lagi dari Kementerian Keuangan RI. Dan Kepolisian rencananya akan kembali memeriksa 14 orang; 6 orang dari SKK Migas, 3 orang dari PT TPPI, 2 orang dari Kementerian Keuangan dan 3 dari ahli keuangan.

Bila kasus TPPI, BP Migas dalam penjualan kondensat ini dapat dibongkar tuntas,tanpa pandang bulu, pasti akan terlihat belangnya, karena penunjukan langsung melanggar keputusan BP Migas, berarti di sana ada kongkalingkong, main mata, KKN, berpura-pura krisis, bayar hutang berbelit-belit, ujung-ujungnya yang menanggung adalah negara dan rakyat.

Bagi para kongklomerat mereka tetap kaya bahkan bertambah menjadi milyuner, walaupun kaya dengan cara trik menipu negara. Kenapa Negara bisa ditipu? Karena negara mau ditipu, untuk mendapatkan uang haram memang harus tipu-menipu.

Kasus PT TPPI milik Honggo Wendratno bermula dari hutang senilai US$ 400 juta ke negara karena tertimpa krisis ekonomi pada tahun 1998. Pertamina menalangi hutang tersebut. Honggo tak bisa melunasinya dan seterusnya teknik suka tipu-tipu!

Berikut ini profil singkat PT TPPI yang berkantor di Tuban Jawa Timur:

Produksi Nafta, minyak aromatik, olefin serta bahan bakar. Modal awal 4,4 triliun rupiah, Pemodal awal: Hashim Djojohadikusumo (PT Tirtamas Majutama) 50 persen, Honggo Wendratno dan Njoo Kok Kiong (Al Njoo) masing-masing 25 persen. 1995 TPPI berdiri. Proyek pabrik aromatik dimulai 2 tahun kemudian. 1998 Konstruksi Proyek pabrik aromatik dihentikan akibat utang US$ 400 juta dan krisis ekonomi Asia, sungguh dibuaaaat buaaat!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun