[caption id="attachment_381425" align="aligncenter" width="329" caption="Ahmad Toriq � Foto: detikNews"][/caption]
Tidak ada satupun manusia hidup didunia ini yang tidak menghadapi masalah hutang. Presiden Jokowi termasuk diantara presiden di dunia yang pada umumnya yang mengalami banyak masalah hutang. Masalah-masalah yang dihadapi seorang pemimpin termasuk Jokowi tidak lepas dari tanggung jawabnya sebagai pemimpin kepada rakyatnya.
Jika hendak dihitung-hitung masalah yang dihadapi seorang Presiden Jokowi jumlahnya tak terhitung, dan masalah-masalah itu pada hakekatnya adalah merupakan hutang, yaitu hutang seorang pemimpin kepada rakyatnya, disebut juga kewajiban.
Apakah pengaruhnya jika hutang-hutang itu tidak sampai terbayarkan oleh Jokowi. Ada dua konsekuensinya baik ketika ia masih hidup maupun setelah dia sudah meninggal. Konsekuensi yang akan dialami ketika ia masih hidup didunia adalah akan selalu ditagih apa yang pernah dia janjikan.
Bila janji-janji itu dibayar lunas, maka orang ini akan naik kelas dalam hidupnya. Ia akan menjadi orang yang terpercaya, dan sangat disegani oleh semua orang. Apa yang dikatakan banyak didengar oleh rakyatnya.
Akan tetapi bila ia sering ingkar janji alias tidak mampu membayar hutang-hutangnya maka seluruh rakyatnya akan mengutuknya. Dan konsekuensinya ia akan dijauhi oleh pemilih dan para pendukungnya
Presiden Jokowi dalam 6 bulan terakhir masa kerjanya sangat mendapat perhatian publik dari berbagai macam masalah yang selalu menerpa-nya. Namun dari banyak masalah yang membelitnya sedikit sekali yang dapat dituntaskan Jokowi dengan cara yang sesuai harapan rakyat, ternyata keberpihakannya kepada rakyat masih sangat kecil.
Sehingga menyebabkan nama baik, ketokohannya dimata publik dan para pendukungnya merosot selama enam bulan kepemimpinannya. Menurut para pengamat, nama baik, ketokohannya Jokowi merosot karena sejumlah kebijakan yang diambilnya tidak populer.
Dengan kata lain Jokowi banyak punya hutang kepada rakyatnya.Meski demikian,Jokowi tetap memberikan alasannya dan keyakinannya bahwa kebijakan yang sudah diambilnya sudah tepat, hasilnya baru akan dinikmati beberapa tahun kedepan.
Apa saja hutang-hutang Jokowi kepada rakyat Indonesia, yang seharusnya berupa kebijakannya yang dapat dirasakan langsung menyentuh kepada kepentingan khususnya rakyat bawah, dapat meringankan yang susah bahkan mengangkat masyarakat miskin menjadi lebih makmur dan sejahtera?
Pertama adalah pemerintah Jokowi telah berani menaikan harga BBM bersubsidi, akibatnya rakyat kecil yang semula menjadi pendukung setianya sekarang mereka mulai marah dan menjadi turun kepercayaannya kepada Jokowi.
Ada banyak cara pengungkapan kekecewaannya diantaranya ada yang paling ekstrim adalah mereka berikrar tidak akan memilih kembali apapun namanya yang masih berbau Jokowi.
Para pendukung yang semula setia menjadi berbalik memakinya, pemerintahan Jokowi ternyata tidak dapat dipercaya, gagal dalam perbaikan dibidang ekonomi, terbukti setelah kebijakannya menaikan harga BBM langsung diikuti oleh kenaikan harga kebutuhan pokok yang melambung, contohnya saja harga beras jadi melambung tinggi.
Padahal masalah beras menjadi andalan Jokowi ketika berkampanye Presiden tahun lalu, bahwa Indonesia akan swa sembada beras. Irigasi dan bendungan akan dibangun, lahan pertanian basah dan pertanian kering akan diperluas.Akan tetapi sudah lebih dari 6 bulan berkuasa belum ada tanda-tanda kearah sana.
Berikutnya adalah, hidup semakin sulit, yang semakin dirasakan oleh rakyat Indonesia terutama betapa sulitnya mencari pekerjaan. Kalaupun mendapatkan pekerjaan, upah yang diperolehnya sebatas UMR paling tinggi 2.500.000 untuk hidup di Ibu Kota Jakarta, itupun melalui sistim kontrak yang tak berujung pangkal.
Ketiga, Koalisi menjadi Oposisi; Hutang Jokowi kepada rakyatnya rupanya semakin menggunung, perkembangan terakhir menurut rakyat bawah yang mau mengamati langkah politik Jokowi adalah, rupanya Jokowi sendiri tidak disukai oleh partai-partai pengusungnya. PDIP semakin nampak bergaya oposisi setelah menghembuskan isu interpelasi Presiden Jokowi yang tak melantik Komjen Budi Gunawan jadi Kapolri.
Rakyat bawah semakin heran, kader-kader PDIP, NASDEM, dan partai-partai koalisi Indonesia Hebat, bukannya memberikan bantuan pemikiran yang konsruktif, tetapi malah selalu mencela, bahkan menghina, dan yang sangat tidak masuk akal adalah mengancam Presidennya sendiri akan diresuffle dan tetek bengek ancaman lainnya.
Sedangkan dari Ketua umumnya sendiri dan tokoh partai ranking atas yang berasal dari Koalisi Indonesia Hebat tidak kalah hebatnya memperlakukan Jokowi sekedar sebagai petugas partai, sehingga kedatangan seorang Presiden Jokowidodo oleh Megawati dan para ketua Umum partai-partai pengusungnya hanya dianggap sebagai tamu – tamu biasa seperti tamu-tamu lainnya.
Megawati selaku Ketua Umum PDIP dengan santainya bahkan tidak mempersilahkan Presiden Jokowidodo untuk memberikan pidato pesan dan sambutannya pada konggres PDIP ke IV di Bali itu. Mereka memperlakukan Jokowi seperti orang biasa saja tidak layaknya Presiden yang harus dihormatinya.
Menyaksikan fenomena ini rakyat menjadi semakin marah dan geram bukan saja kepada para partai pengusung Jokowi dan para ketua umumnya, akan tetapi kegeraman juga dialamatkan kepada Jokowidodo selaku Presiden RI yang dijadikan bulan-bulanan perlakuan yang cenderung merendahkan yang dilakukan oleh Mega, Surya Paloh, oleh bangsanya sendiri.
Fenomena ini menjadikan rakyat semakin percaya, bahwa Jokowi sebenarnya hanyalah seorang pemimpin bentukan atau cetakan yang juga pandai memoles diri atau sengaja dipoles oleh PDIP, NASDEM, dengan Mega dan Surya Palohnya didukung dengan kekuatan uangnya dari Jusuf Kalla pada pencitraan ketika pemilu Presiden 2014 lalu. Dan pada gilitrannya dapat dijadikan alat sesuai kehendak Mega DKK.
Dan ternyata sedikit demi sedikit Jokowi mulai terkuak tak berdaya atau tidak mempunyai keahlian dalam menangani masalah bangsa ini. Kemiskinan, pengangguran atau sulitnya mendapatkan pekerjaan. Namun Jokowi dari yang semula sebagai petugas Parta dan bisa juga bisa memoles diri, lama-lama ketahuan semua itu adalah dalam sekenario dan pencitraan.
Diantara tehknik memoles diri dalam sekenario pencitraan ala Jokowi, pertamanaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada waktu lalu. Alasan Presiden Jokowi tengah menghadapi banyak tantangan sulit di 100 hari masa kerjanya. Namun kemudian dari kebijakan berani menaikkan harga BBM yang belakangan kembali diturunkan, dan dinaikan lagi.
Kedua membuat polemik KPK-Polri yang tak kunjung tuntas 100 %, dicicil-cicil timbul-tenggelam-timbul-tenggelam sampai menimbulkan kebingungan dikalangan masyarakat banyak. Namun demikian Jokowi seolah dapat mengatasi semua itu dengan mengambil kebijakan yang masih diterima rakyat atau untuk menginak bobokan rakyat.
Tetapi sebenarnya antara KPK dan Polri masih dipersiapkan sebagai barang aduan sewaktu-waktu dibutuhkan dapat dimunculkan lagi sesuai kebutuhan. Seperti halnya yang terbaru adalah kasus Novel Baswedan begitu cantik akhirnya Jokowi memerintahkan untuk distop, tidak dibuat gaduh antara Polri dan KPK.
Hutang Jokowi kepada rakyat pemilihnya yaitu Jokowi menyalahi sendiri komitmennya tidak mengangkat seorang menteri hasil titipan partai tetapi kenyataannya Jokowi malah menutup-nutupi kekurangan para menteri yang berasal dari PDIP dan koalisinya yang bekerja tidak cekatan cenderung kebingungan dalam menjalankan tugas sebagai menteri, mereka tidak lebih sebagai orang baru yang sedang mencari identitas.
Seperti Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani dan Mendagri Tjahjo Kumolo, selain tidak cekatan, mereka sering mengeluarkan pernyataan yang hanya mengundang polemik di masyarakat, akan tetapi manfaat untuk masuarakat dan negara sangat kecil bahkan nihil. Apa yang dilakukan Tjahjo kumolo dan Puan selalu kontraproduktif dengan Jokowi.
Hutang lainnya Jokowi terhadap rakyat Indonesia adalah usaha Presiden dianggap kurang optimal di bidang pemberantasan korupsi. Masih sangat lemahnya Koordinasi antara lembaga anti korupsikurang sinergik yang terkait dengan pemberantasan tindak pidana korupsi. Dan jangan lupa antara Polri dan KPK masih berjalan sendiri-sendiri bahkan cenderung salaing mersaing tidak sehat. Misalnya penanganan masalah UPS oleh Bareskrim, padakal laporan pertama kali dari pemerintah DKI adalah ke KPK
Terakhir bukan sebagai hutang Jokowi kepada Rakyatnya akan tetapi lebih kepada kewajibannya seorang Presiden untuk selalu menjaga kewibawaannya sendiri tidak sampai mengeluarkan pernyataan, ucapan atau sejenisnya yang dapat diartikan miring oleh orang lain. Salah satu contohnya adalah kebiasaan Bapak Presiden Jokowi mengatakan "tidak tahu" apa yang sudah diputuskan, Sebagai contoh dalam penambahan uang muka mobil bagi pejabat.
Jokowi malah mengatakan tidak tahu masalah tersebut. Padahal, dia sudah tandatangan Keputusan Presiden (Keppres) untuk meningkatkan uang muka mobil dinas para pejabat negara tersebut.
Masalah lainnya adalah adanya kebijakan yang tidak sesuai dengan harapan rakyat. Misalnya penetapan harga bahan bakar minyak (BBM) yang diserahkan ke mekanisme pasar. Pasalnya, selama ini harga BBM selalu disubsidi.
Kemudian, Jokowi terkesan tidak diharagai para bawahannya. Sebagai contoh dalam kasus perseteruan KPK dan Polri, pejabat Polri seperti jalan sendiri. Mereka tidak patuh atas perintah Jokowi agar tidak melakukan kriminalisasi.
Walaupun sudah berkali-kali Jokowi memerintahkan kepada Polri untuk tidak menahan Novel Baswedan akan tetapi Polri masih nekad juga membawa Novel sampai jauh ke Bengkulu, entah apa yang dilakukan Polri kepadanya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H