Mohon tunggu...
Imam Kodri
Imam Kodri Mohon Tunggu... - -

Formal Education Background in UPDM (B) Of Bachelor’s Degree of Politics and Social Science, majoring of Public Administration and Master Degree, Majoring of Human Resources. Worked in various private companies over 30 years, such as: PT. Pan Brothers Textile as HRD Assistant Manager, PT. Sumber Makmur as HRD Manager, General Personnel Manager at PT. Bangun Perkarsa Adhitamasentra, Senior Manager of HRD and General affair at PT. Indoraya Giriperkarsa, Headmaster of Kelapa Dua High School, and the last, Head of the General Bureau and Human Resources at ISTN Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Penyidik Novel Baswedan Tetap ditahan, Kriminalisasi KPK Jalan Terus

1 Mei 2015   09:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:29 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14304466691673611612

[caption id="attachment_381123" align="aligncenter" width="544" caption="Surat penangkapan Novel Baswedan. Foto: Tribunnews.com/Edwin Firdaus"][/caption]

Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Jokowi memang telah membuat 4 keputusan penting seputar kisruh Komisi Pemberantasan Korupsi-Kepolisian RI, yakni 1. membatalkan pencalonan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri, 2. mengusulkan Komjen Badrodin Haiti sebagai Kapolri baru, 3. memberhentikan sementara pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto terkait status mereka sebagai tersangka di Polri, 4. dan menunjuk tiga pimpinan sementara KPK yaitu Taufiequrachman Ruki, Johan Budi, dan Indriyanto Seno Adji.

Akan tetapi apakah perseteruan antara Polri vs KPK sudah berhenti 100%. Ternyata sama sekali tidak. Polri masih mengungkit-ungkit kesalahan para pimpinan KPK dan para penyidiknya dari semua sisi, Dendam serasa sangat dalam tidak mudah untuk disembuhkan, walaupun Presiden sudah habis-habisan memberikan penyataannya agar tidak lagi ada Kriminalisasi terhadap para mantan pimpinan KPK maupun para Penyidiknya.

Apa yang sedang terjadi sebenarnya dalam pemerintahan Jokowidodo, dalam soal KPK sepertinya tidak pernah tuntas? Belum lama beberapa hari yang lalu Bambang Wijajanto dan Abraham Samad habis jadi bulan-bulanan Polri sedianya akan menjebloskan kedalam tahanan, akhirnya Kapolri memerintahakan agar diberlakukan sebagai tahanan luar saja.

Ternyata aksi kriminalisasi berlanjut, kali ini yang jadi sasaran Penyidik KPK Novel Baswedan, yang bersangkutan ditangkap dirumahnya dan dibawa keBareskrim akhirnya dilakukan penahanan. Apa yang terjadi pada Polri, apakah semua instruksi Presiden tidak dianggap oleh Polri, bukankah seharusnya Polri patuh kepada Presiden?

Polri dari sisi penegakan hukum masih pilah-pilh. Laporan masyarakat terhadap para petinggi Polri yang memiliki rekening gendut, tidak serius ditindak lanjuti. Mereka masih bisa melenggang bebas, bahkan bisa diangkat menjadi Wakapolri, Kabareskrim.

Sedangkan laporan masyarakat terkait KPK langsung saja Polri bersemangat untuk segera menindak lanjutinya untuk dilakukan penyelidikan dan penyidikan kasus. Padahal kasusnya hanya kasus yang ecek-ecek saja sifatnya. lembaga seperti KPK yang jelas-jelas sangat berjibaku untuk memberantas korupsi di Indonesia malah diperlakukan seperti tahanan kota.

Kaki tangannya seolah diikat sangat kuat. Dan anehnya semua orang mengetahuinya dengan jelas melalui mata kepalanya sendiri, KPK dan semua jajarannya serta penyidiknya dijadikan bahan bulan-bulanan oleh Polri, tetapi mereka tidak dapat berbuat banyak.

Disana ada Tim 9, Wantimpres, Para tokoh dan Ketua Umum Partai Politik semuanya melempem, termasuk juga Presiden. Lebih aneh lagi Presiden kita ini Jokowi, dia bukankah seharusnya lebih tahu, mata , tangan, kaki , seorang presiden masing-masing berjumlah seribu?

Dengan kesaktian itu Jokowi mempunyai kekuatan yang sangat dahsyat jika hanya untuk memerintahkan kepada Polri pasti akan dipatuhinya, Akan tetapi kenyataannya adalah sebaliknya. Sepertinya Jokowi tidak berkutik, Ra Po Po. Ada apa sebenarnya. Apakah ada kekuatan yang lebih dahsyat dibalik itu.

Saya sebenarnya enggan untuk memperbanding-bandingkan antara Jokowi dengan SBY dalam kasus KPK VS Polri cara penyelesaiannya. Memang masing-masing Presiden mempunyai cara atau kiat tersendiri, tentu tujuannya adalah penegakan hukum dan stabilitas politik dan keamanan secara nasional dapat dijaga dengan baik.

SBY mempunyai cara untuk menyelesaikan konflik Polri VS KPK , SBY dengan tegas memerintahkan kepada Polri agar kasus yang menjerat Pimpinan KPK harus dihentikan. Hasilnya sudah dapat kita saksikan bersama, berhasil dengan gemilang dan tidak menimbulkan kekisruhan di dalam masyarakat.

Namun sebaliknya Presiden Jokowi justru memerintahkan agar kasus yang menjerat Abraham Samad, Bambang Widjajanto, Novel Baswedan,agar tetap dilanjutkan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Sekalipun Jokowi pasti mengetahuinya bahwa penetapan mereka bertiga sebagai tersangka adalah rekayasa atau lebih populernyamereka bertiga sebagai korban kriminalisasi oleh Polri.

Dari kacamata politik dan strategi Intelijen, Kasus-kasus yang menimpa para ketua KPK dan penyidiknya tidak berdiri sendiri, tindakan Polri itu bukan tanpa dasar atau alasan sama sekali. Masalah itu adalah sangat sederhana yaitu Polri atau pihak-pihak dibalik Polri sengaja mengincar para petinggi KPK dan para penyidiknya. Untuk diapakan? Tentu saja untuk meneggelamkan KPK.

Polri dan pihak-pihak dibalik Polri menilai bahwa KPK telah melukai Polri secara perorangan para jenderal maupun secara kelembagaan, dan KPK juga dinilai telah banyak melakukan perbuatan dosa kepada banyak anggota partai politik dengan menjebloskan mereka kedalam penjara.

Telah diketahui bahwa dari PDIP saja politisi yang dijebloskan kepanjara oleh KPK sudah banyak, belum lagi yang berasal dari partai-partai besar seperti Golkar, Demokrat, PAN, dll. Oleh sebab itu KPK dan seluruh penyidiknya dijadikan sasaran balas dendam dari orang-orang yang mengaku dirinya para pemimpin rakyat, pembela keadilan.

KPKjuga dinilai melukai Polri dengan menetapkannya Budi Gunawan sebaga tersangka pencucian uang, masalah ini mengakibatkan Budi Gunawan gagaldilantik menjadi Kapolri oleh Presiden Jokowi. Tentu saja dari kubu Polri persoalan ini menjadi sangat serius, Polri langsung bermanuver politik bersama kader PDIP sebagai balasan untuk melemahkan, dan menghancurkan KPK.

Para politisi PDIP mulai dari Sugianto Sabran, Hasto Kristianto main mata dengan Polri untuk membuat sekenario pelemahan da penghancuran KPK sasaran tembak utama adala pada 3 orang yaitu Abraham Smad, Bambang Widjajanto, dan Novel Baswedan.

Maka semua laporan-laporan yang dibuat tentang kasus Abraham Samad dan Bambang widjajanto adalah bentuk manuver PDIP dan Polri. Ada tujuan yang lebih dalam lagi yaitu agar KPK tidak bisa lagi mengungkit-ungkit yang berhubungan dengan kasus BLBI, penjualan aset nasional Indosat, oleh Megawati semasa Kepemimpinannya menjadi Presiden. Oleh sebab itu satu-satunya penghalang yang harus disingkirkan adalah KPK.

Bagaimana reaksi Jokowi tentang berlarut-larunya kriminalisasi KPK oleh Polri, dijadikannya AS dan BW bulan-bulanan Bareskrim, disusul dengan ditahannya penyidik handal KPK Novel Baswedan oleh Polri? Dia hanya bisa angkat Tangan, Ra Po-po!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun