Mohon tunggu...
Imam Kodri
Imam Kodri Mohon Tunggu... - -

Formal Education Background in UPDM (B) Of Bachelor’s Degree of Politics and Social Science, majoring of Public Administration and Master Degree, Majoring of Human Resources. Worked in various private companies over 30 years, such as: PT. Pan Brothers Textile as HRD Assistant Manager, PT. Sumber Makmur as HRD Manager, General Personnel Manager at PT. Bangun Perkarsa Adhitamasentra, Senior Manager of HRD and General affair at PT. Indoraya Giriperkarsa, Headmaster of Kelapa Dua High School, and the last, Head of the General Bureau and Human Resources at ISTN Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Masih Adakah Relevansinya Konferensi Asia Afrika di Bandung?

11 April 2015   03:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:16 1237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_409306" align="aligncenter" width="624" caption="Pembangunan Infrastruktur Sambut Konferensi Asia Afrika Dilakukan Tanpa Lelang - (Kompas.com)"][/caption]

Menjelang diselengarakannya peringatan ke-60 KAA pada 19-24 April 2015 di Bandung Indonesia, saya coba merenung kembali dan bertanya kepada diri saya sendiri, masih adakah relevansinya konferensi Asia Afrika setelah berakhirnya Perang Dingin, lebih aktualnya ketika dunia sudah menapak dalam abad informasi Global. Pertanyaan ini adalah pertanyaan yang lahir dari balik sekian banyak pertanyaan. Benarkah KAA akan dijadikan titik tolak Indonesia dapat mengangkat Penguatan Kerjasama Selatan-Selatan dalam Rangka Meningkatkan Kesejahteraan dan Perdamaian Dunia.

Sikap Pesimis

Ada yang beranggapan KAA di Bandung tidak lebih dari sekedar pesta, daripada hanya berhura-hura sekedar pelepasan nafsu pesta pora yang menghabiskan dana rakyat yang tidak sedikit dan jelas belum ada bukti nyata manfaatnya untuk negeri ini. Apakah tidak sebaiknya pemerintahan Jokowi lebih memfokuskan pekerjaan yang bersifat sangat mendasar.

Yaitu mulai dari penguatan pertahanan militer dengan memperbaharui alutsista sebagian besar dibuat oleh tangan-tangan putra Indonesia, pembangunan infrastruktur dan ekonomi di perbatasan, menghidupkan kembali bendungan dan irigasi untuk pertanian dan perkebunan. Optimalisasi maritim, perikanan, dan tol laut sebagai transportasi penyeimbang negara kepulauan, pendidikan dan budaya Indonesia, dan menghutankan kembali akibat aksi liar penebangan hutan, dan tidak kalah pentingnya reformasi birokrasi.

Reformasi birokrasi juga dianggap sangat mendesak sehingga Indonesia mempunyai tenaga pelaksana kepemerintahan yang handal, tidak lagi terjadi salah mengetik surat, keliru tanda tangan apalagi surat Kepres, mestinya dalam kaitan ini perlu dilibatkan ahli managemen dan organisasi pemerintahan yang selalu dekat dengan Jokowi.

Kerja besar kebangkitan ini dikomandoi langsung di bawah Presiden Jokowidodo dengan serentak, bersama-sama seluruh kepala Daerah Gubernur, membangun/memperbaiki kembali daerahnya, mulai dari perbaikan dan pembangunan bendungan irigasi serta menghidupkan kembali pertanian rakyat di seluruh Indonesia sebagai gerakan wajib dengan menanam kembali lahan-lahan kosong untuk ditanami dengan tanaman yang selama ini selalu impor dari negara luar.

Ini adalah pekerjaan besar, bentuk investasi yang langsung melibatkan seluruh puta-putri dan rakyat Indonesia. Proyek pekerjaan besar ini akan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah jutaan angkatan kerja. Indonesia tidak perlu lagi mengirimkan TKI. Menghidupkan perekonomian nasional akan berdampak positif langsung kepada pembangunan ekonomi nyata, tidak sekedar pembangunan mercusuar yang hanya terdengar gaungnya saja tetapi makna hakekatnya kosong belaka.

Pendapat ini didasarkan atas realita apa yang kita saksikan dengan mata telanjang hingga saat ini, dampak KAA sejak Dasa Sila Bandung dicetuskan 60 tahun silam untuk negara-negara berkembang di Asia dan Afrika sangatlah tidak signifikan. Bahkan bisa dibilang nihil, yang kelihatan hanya sekedar seremonial belaka, di balik itu masih banyak masyarakat dunia yang kelaparan dan perbudakan jalan terus dalam bentuknya yang lain.

Kolonialisme gaya baru marak, pencaplokan tanah milik negara tetangganya dengan terang-terangan tanpa ada pembelaan kongkrit dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, malah terkesan dibiarkan. Padahal telah sering KAA diselenggarakan akan tetapi hanya menyisakan impian-impian kosong belaka, perbudakan, penjajahan, pelanggaran HAM, Rasdiskriminasi dalam bentuknya yang lain, intoleransi, masih saja marak di belahan dunia yang kita diami ini.

Mencontoh Kebangkitan Singapura

Jika ada kebangkitan negara-negara di Asia dan Afrika menjadi raksasa Dunia sesungguhnya bukan karena semata-mata Dasasila Bandung, bahkan bagi mereka yang telah berhasil memajukan dirinya menjadi negara yang sejajar dengan ekonomi Barat sama sekali tidak ada yang mengenal apa itu Dasasila Bandung. Pemimpin mereka hanya peduli kepada rakyatnya, peduli kepada nasib bangsanya, mampu memanfaatkan modal sekecil apa pun dengan semaksimal mungkin untuk mencapai kesejahteraan rakyatnya.

Contohnya Mendiang PM Lee Kuan Yew dari Singapura, beliau tidak pernah menyelenggarakan pesta-pesta pemborosan uang negara hanya untuk memopulerkan dirinya, yang dilakukan PM Lee di kala itu adalah, mewajibkan kepada rakyatnya untuk belajar belajar dan belajar dengan keras, bekerja dengan sekuat tenaga, dapat memanfaatkan modal yang dimilikinya dengan semaksimal mungkin. Apa modal yang mereka miliki? Tidak lain adalah otak dan semangat tanpa kenal menyerah.

Apa yang dapat kita saksikan sekarang ini, terbukti Singapura menjadi negara terdepan dalam keuangan Global. Selain Singapura, masih banyak negara-negara tetangga kita yang dapat bangkit dari keterpurukan, lihat saja Jepang, sehabis PD II dia tidak punya apa-apa, namun dengan semangat Reformasi Meiji, Jepang mampu bangkit dan berhasil menjadi negara terkemuka dalam ekonomi dunia.

Lain dari Jepang masih ada Korea Selatan, Iran, Malaysia dan yang lainnya. Dan lihatlah tetangga kita si Vietnam yang baru merdeka beberapa puluh tahun setelah Indonesia, mampu mengejar ketertinggalannya bahkan dapat melampauinya. Mereka sangat jeli mau berjuang keras berpikir cerdas dan waras mampu mengekspor ke Indonesia kebutuhan pokok berupa Beras. Tidak seperti para pemimpin kita ini yang senang dan selalu sibuk sebagai penyelenggara pesta khususnya pesta Internasional.

Berbeda dengan Singapura, Malaysia, Vietnam apalagi Jepang dan Korea, Indonesia lebih banyak menjadi penonton dibanding mereka, demikian terlatihnya menangani semua jenis pekerjaan, hal ini akibat dari produk pendidikan mereka yang didasarkan atas kualitas-kualitas sekali lagi kualitas dan kerja keras. Tidak mengenal Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, termasuk pungli, sangat ditanamkan kedisiplinan, dan ditangani oleh guru yang profesional.

Mereka tidak akan menjadi penonton tetapi akan merebut peluang, dan tidak dapat diragukan lagi mereka akan mendapatkan kemenangan. Persis seperti penyelenggaraan ASEAN, Indonesia yang sibuk, tetapi negara-negara seperti Malaysia, Singapura, Vietnam, Thailand yang dapat memetik sari buahnya, investasi lebih banyak mengalir kepada mereka, padahal Indonesia sudah memberikan iming-iming kemudahan perijinan, akan tetapi apa yang diminta investor asing kepada Indonesia tidak pernah di laksanakan.

Antara lain masalah Jalan yang bolak-balik jeblog, rusak, kedua banjir, malah menjadi langganan tiap tahunnya, listrik yang byar pet, keamanan yang tidak terjamin Itulah yang menyebabkan Asing malas menanamkan modalnya di Indonesia. Padahal mereka adalah peluang emas karena dapat dijadikan pasangan bisnis yang saling menguntungkan, tidak disangsikan lagi kekuatan dan kekuasaan mereka dalam ekonomi global sangat berpengaruh. Siapa yang menyangsikan Singapura, Korea Selatan, Jepang, China, mereka adalah negara-negara yang mampu menyalip kekuatan ekonomi dunia seperti Amerika Serikat, Ingris, Rusia, dan Jerman.

Bahkan bukan hanya bidang ekonomi negara-negara yang semula ada dalam deretan negara berkembang sekarang mampu mengejar ketertinggalannya dalam teknologi, manufaktur, medis, pertanian, maritim, dirgantara, eksplorasi, sampai dengan teknologi kemiliteran. Kalau tidak sekarang kapan lagi Indonesia banyak belajar kepada mereka.

Untuk kebangkitan Dunia Ketiga KAA Masih Relevan

Namun demikian masih banyak juga di antara negara-negara di Asia dan Afrika, yang masih terseok-seok melangkahkan kakinya mengejar ketertinggalannya dari negara-negara Asia dan Afrika lainnya, apalagi jika diperbandingkan dengan negara-negara Eropa. Saya kira faktor internal yang sangat mempengaruhinya, sedangkan faktor eksternal berfungsi sebagai pemicunya.

Mengapa hal itu dapat terjadi. Telah diketahui bahwa di beberapa negara Afrika yang masih relatif terbelakang masalah penindasan, perbudakan, pelanggaran HAM, perang antar suku, masih melilit dalam kehidupan mereka. Maka KAA diarahkan dalam rangka "Penguatan Kerjasama Negara Selatan-Selatan" untuk membantu mereka mendapatkan kedamaian dan kesejahteraan ekonomi, bantuan kemanusiaan, bantuan politik bagi negara-negara yang selalu dilanda kerusuhan dan konflik internal di negaranya.

KAA bisa dijadikan saluran untuk kebangkitan saudara-saudara kita khususnya di Arika yang masih tertidur, agar tidak terlalu jauh dalam berjalah beriringan menuju dunia baru. Mengingat kapabilitas dan kapasitas negara-negara yang kita kenal sekarang ini, seperti halnya kekuatan dan dominasi AS, Rusia, China, Perancis, Inggris, Jepang, Jerman, India, Iran dan Brazilia, sudah sedemikian jauhnya meninggalkan mereka dalam percaturan internasional, terutama bidang ekonomi dan terknologi.

Oleh sebab itu KAA ke-60 di Bandung yang membawa misi dan visi Dasasila Bandung 1955, yang mengangkat Tema Penguatan Kerjasama Negara Selatan-Selatan masih relevan dengan perkembangan jagad politik di Barat dan Timur. Kiranya belum ketinggalan jaman. Lihat saja hasilnya, harus kita akui baik langsung maupun tidak Dasasila Bandung telah memunculkan negara-negara di benua Asia sebagai negara adidaya baru yang mampu menggetarkan Amerika dan sekutunya.

Kini tidak lagi dominasi dua blok yang hadir di persaingan dunia global akan tetapi sudah lahir lebih dari dua bahkan tiga aliansi kekuatan ekonomi dan militer, baik yang permanen maupun yang bersifat sementara bergantung kepada kepentingan yang mengikatnya, seperti China, Iran, India, Korea Selatan, Korut, Jepang, Amerika, Inggris, Jerman, Perancis, Australia, dan negara-negara Eropa dan Asia Afrika masing-masing telah menempatkan sebagai pesaing dan penyeimbang dalam persaingan ekonomi dan militer dengan AS serta Rusia.

Jika 50 tahun yang lalu isu KAA menghasilkan zone negara yang sedang berkembang saling memperjuangkan kemerdekaannya dari kolonialisme Barat dan Timur, kini KAA paling diharapkan lebih maju lagi, yaitu fokus tidak sekedar peningkatan kesejahteraan ekonomi, tetapi boleh saja maju selangkah ke dalam kerja sama militer, namun demikian fokus utamanya tentu saja kerja sama bidang Ekonomi, Sosial dan Budaya, serta menghormati Hukum dan kewajiban-kewajiban Internasional.

Dalam perkembangannya hasil dari KAA itu sendiri mempunyai kewajiban dan beban moral untuk mengingatkan dunia masih adanya kebijakan yang didasarkan kepada dua aliansi kekuasaan barat dan timur yang dapat tumbuh lagi sewaktu-waktu, sebagaimana gejalanya sudah mulai nampak dengan konflik di Kroasia antara Pemerintah dengan milisi anti pemerintah yang didukung Sovyet.

Perang Saudara di Yaman yang melibatkan Liga Arab, AS melawan Milisi Houthi dukungan Iran, Konflik di Suriah, perang di Irak dan belakangan bertambah kekacauan di sejumlah kawasan Asia dan Afrika. Dengan banyaknya konflik antar negara, atau konflik internal tetapi melibatkan negara tetangga, menjadi alasan betapa pentingnya kehadiran solidaritas Asia Afrika untuk merngkul saudara-saudara kita yang salin berkonflik. Menjadi Juru damai bagi mereka yang bertikai, Atas dasar itulah KAA masih sangat relevan dengan perkembangan dunia saat ini.

Pada peringatan ke-60 KAA, perlu ditingkatkan juga dan sebagai sarana diplomasi bagi negara-negara Asia dan Afrika kedalam pergaulan dengan dunia yang lebih luas dan maju seperti AS dan sekutunya, Rusia, China, Jepang, India serta Iran. Pada akhirnya KTT AA masih sangat penting untuk memberikan kontribusi dalam menciptakan perdamaian dunia dan perimbangan saling menguntungkan di bidang kerja sama ekonomi, kebudayaan dan pendidikan. Pengecualian beberapanegara yang sudah melirik terhadap China, India maupun Jepang untuk memperhatikan kerja sama pertahanan dan politik dan militer.

Salam Kompasiana

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun