Mohon tunggu...
Imam Kodri
Imam Kodri Mohon Tunggu... - -

Formal Education Background in UPDM (B) Of Bachelor’s Degree of Politics and Social Science, majoring of Public Administration and Master Degree, Majoring of Human Resources. Worked in various private companies over 30 years, such as: PT. Pan Brothers Textile as HRD Assistant Manager, PT. Sumber Makmur as HRD Manager, General Personnel Manager at PT. Bangun Perkarsa Adhitamasentra, Senior Manager of HRD and General affair at PT. Indoraya Giriperkarsa, Headmaster of Kelapa Dua High School, and the last, Head of the General Bureau and Human Resources at ISTN Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Cara Sederhana Memilih Pemimpin

6 Oktober 2014   18:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:11 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Latarbelakang seseorang menurut rakyat tidaklah penting, apakah seseorang berasal dari kalangan “Raden Mas”, “Raden Ayu”, “Jawa “, Sunda”, Batak”, Papua”, Dayak”, atau Cina”, apakah dia keturunan priyayi, atau ada trah kasatria, atau bahkan sudra sekalipun, kesemuanya itu bukan menjadi ukuran apakah seseorang dari kalangan tersebut di mata rakyat, mempunyai martabat  kemuliaan di hati dan jiwanya sehingga pantas menjadi seorang pemimpin.

Apakah dia termasuk manusia yang mau berkorban, mendahulukan kepentingan rakyat yang dipimpinannya, mau melaksanakan dengan sekuat tenaga dan pikirannya dengan keikhlasan, tanpa pamrih, berbuat untuk kebaikan masyarakat banyak. Mendapatkan seseorang dengan sifat dan ciri-ciri seperti itu, figure yang diinginkan rakyat dari segala lapisannya, tidak mudah, tetapi juga tidak sulit-sulit amat, asalkan proses pemilihan mau melibatkan rakyat secara langsung. Di Desa saya, proses pemilihan pemimpin untuk menduduki jabatan Kepala Desa, sangat demokratis. Bagaimana tidak, keikutsertaan dalam proses pemilihan langsung itu melibatkan semua yang telah memenuhi persyaratan tanpa kecuali, sampai para manula, ada bahkan berusia diatas 85 tahun, datang dengan digendong cucunya ikut nyoblos. Suasana juga penuh kegembiraan, karena masing-masing anak bangsa mendapat porsi hak demokrasi yang sama.

Pelaksaan PILKADA langsung terbukti dapat memberikan harapan untuk memperoleh pemimpin yang diidam-idamkan rakyat. Misalnya saja PILKADA langsung di DKI, dan ditempat lain Jawa Timur, Jabar, masih banyak contoh dari daerah mendapatkan figure yang sangat merakyat dan mau bekerja keras. Lihat saja Jokowi, AHOK, Ridwal Kamil, Tri Rismaharini, Bima Arya dan masih banyak lagiyang dapat dijadikan Contoh ideal hasil pilihan rakyat secara langsung.

Mereka dikenal jujur, berdedikasi tinggi, mengedepankan kerja keras yang jauh dari pencitraan, dan dapat dipercaya, dekat dengan rakyat, blusukan, empati kepada rakyat kecil. Memberantas korupsi tidak pandang bulu.  Empati begitu besar terhadap rakyat miskin, sangat memperhatikan pendidikan, dan kesehatan. masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah, para buruh, petani, nelayan, sampai rakyat kelas menengan bawah. Mereka bukan pemimpin-pemimpin yang bukan dipilih dari PILKADA, pemimpin-pemimpin itu lahir langsung dari rakyat, rakyatlah yang memilih langsung dengan kesadarannya.

Rakyat berhasil mendapatkan dengan cara yang sangat Demokratis sehingga berhasil mendapatkan sosok pemimpin yang tidak menjual harga dirinya dengan harta dan kekuasaan. Tidak ada hasil lobi-lobi antara kelompok–kelompok elit partai, yang pasti tujungnya adalah bagi-bagi kusi dan kekuasaan. Bagi-bagi proyek, bagi-bagi kapling lahan tambang, perkebunan, pengelolaan laut, hutan, dibagi habis oleh para elit politik yang menghendaki PILKADA lewat DPRD. Ujungnya rakyat hanya gigit jari.

Ahok, Jokowi, Tri Rismaharini, dan Ridwan Kamil, hanyalah salah satu contoh pemimpin yang tidak menjual harga dirinya dengan harta dan kekuasaan itu. Blusukan ciri khas Jokowidodo, Kerja Keras taat asas dan hukum kekhasan A Hok. Pemimpin seperti itu Tidak Melik Nggendong Lali” kepengin ndarbeni duweke liyan sarana sesidheman (ingin memiliki sesuatu milik orang dengan diam-diam).

Amanat rakyat yang telah diberikan, dilaksanakan dengan sepenuh hatinya. Bahkan, Ahok “Basuki Tjahaya Purnama” berani keluar dari organisasi partai GERINDRA yang mengusungnya, karena perbedaan pandangan politiknya yang sangat prinsip.

Ahok tidak setuju kebijakan partai yang hanya mengedepankan kepentingan kekuasaan belaka. Dampaknya Ahok dan Jokowi, sering jadi bulan-bulanan fitnah, yang terbaru menimpa kepada Ahok, cukup keras fitnah dan cercaan itu: Ahok kutu loncat, Ahok penghianat, A Hok tidak berpresatasi, A Hok ngawur tidak mengerti partai, bahkan mendapat demo besar-besaran dari FPI organisasi yang selalu berlindung mengatas namakan agama. Ujung-ujungnya AHOK malah keluar dari GERINDRA.

Pemimpin hasil pilihan rakyat pasti sudah terbentuk jiwa kepemimpinannya dengan matang, mampu menghadapi cercaan dan fitnah yang menyerang dirinya, dengan kesabaran. Cukup dijawab oleh Jokowi dengan “Ra Po Po”. Atau oleh Ahok dengan gayanya yang khas melawan kesemrawutan birokrasi, sesekali boleh meniru sedikit gaya Jokowi atau boleh juga meniru Gus Dur “Gitu Aja Kok Repot”, Akan tetapi tidak masalah gaya AHOK yang punya kekhas melawan ketidakadilan.

Pemimpin yang merakyat, bukan untuk sesaat, tetapi karena pribadinya memang sudah merakyat dan “Kuat”. Pemimpin yang pandai menyesuaikan dirinya dengan berbagai lapisan, berani berkorban untuk tidak populer, berani pasang badan untuk membela keadilan.

Ahok, Jokowi, Tri Rismaharini, dan Ridwan Kamil, kader-kader bangsa dan tidak mudah untuk  mendapatkan pemimpin seperti itu, walaupun juga tidak sangat sulit, yang penting libatkanlah rakyat secara langsung, dari kalangan pemulung, tukang becak, sampai dengan Presiden, pasti akan mendapatkan pemimpin yang amanah. Bukankah dari sekian juta rakyat Indonesia, pasti ada orang yang dengan doanya pasti akan dikabulkan oleh Yang Kuasa, tentu karena derajat orang tersebut sudah mencapai derajat para wali, kalau boleh dibilang mereka adalah manusia pilihan Tuhan, dan dia lahir bukan harus seorang ulama besar, bisa jadi seseorang itu adalah si Tukang becak, atau si Bapak Pemulung.

Setidaknya rakyat dapat berkonsultasi kepada para agamawan khos, para Kiai, Pendeta, para Resi, para Pasteur, untuk melihat siapa yang harus dipilih menjadi pemimpin, yang dapat membawa kepada kesejahteraan. Itu salah satu keuntungan dari cara memilih dengan pilihan langsung dari rakyat, rakyat bisa Tanya sana tanya sini , melihat, konsultasi, manakah pemimpin yang paling pantas untuk dipilih. Dan cara-cara inilah yang seharusnya dipertahankan, jangan malah mau diganti dengan perwakilan, nanti malah dapat kucing dalam karung, tak disangka malah kucingnya kudisan, bengek, sebentar-bentar selingkuh, curi makanan bukan haknya, jadilah predikat pemimpin kucing garong.

Dan seharusnya yang sudah baik harusnya dijaga dirawat, perlu perbaikan dan penyempurnaan iya, tetapi jangan lantas diganti, dengan membuat alasan-alasan yang tidak masik diakal. Boros, timbul konflik di akar rumput, liberal, produk asing, dan lain sebagainya, yang sebenarnya hanya untuk memutar balikan fakta sebenarnya.

Kalian semua si-pemangku kebijakan harus jujur, kita-kita ini, adalah pewaris, pewaris dari para leluhur bangsa yang sudah mendahului kita, beliau-beliau itu, banyak sudah mewarisi nilai-nilai luhur, nilai nilai atau sifat, watak, dari seorang pemimpin. Ki Hajar mewariskan,Tut Wuri Handayani Ing Madyo Mbangun Karso Ing Ngarso Sung Tulodo,RM Pandji Sosrokartono, Sugih tanpa Bandha, Digdaya tanpa Aji, Nglurug tanpa Bala, Menang tanpa Ngasorake. Yang demikian haruslah dijaga, dijadikan agar dapat menularkan “Jiwa kepemimpinan serta semangat pengabdian mereka” kepada generasi yang lebih muda di tanah air ini.

Kalau generasi yang lebih tua apalagi yang tingkat nalar akdemiknya pas-pasan, jangan harap, sudah sangat terpatri kebiasaan–kebiasaan lama. sulit untuk direformasi. Bagi partai yang “Waspada Paningal”, partai yang “Waskita”pandai membaca pribadi dan perilaku politik seseorang,  mempunyai kader seperti Pak Ahok, seharusnya dipertahankan.

Para elit politik partai,sudah harus mengetahui, yaitu mendapat suatu keberuntungan besar, dari seorang figure potensial, sepertinya tinggal sedikit membentuknya, agar  menjadi motor dan mesin partai, pada gilirannya partai akan menjadi gudangnya tokoh-tokoh jujur, tokoh berkualitas.

Dampaknya, partai akan mendapat nilai positip dimata rakyat, kepercayaan rakyat terhadap partai yang bersangkutan menjadi bertambah-tambah. Bukan malah merasa senang kalau si AHOK itu meninggalkannya, hanya karena perbedaan dalam mensikapi proses dalam perpolitikan.  Ahok menghendaki proses demokrasi dalam PILKADA harus lagsung dari kehendak rakyat. Pemimpin –pemimpin yang lain juga menghendaki demikian, PILKADA langsung oleh rakyat

Ahok, Jokowi, Tri Rismaharini, Ridwan Kamil, dan lain kader pilihan yang lain, adalah pemimpin yang lahir dari PILKADA langsung, terbukti mereka mempunyai jiwa empati yang besar kepada rakyat yang dipimpinnya. Rakyat diberikan perhatian yang besar, berupa dikeluarkannya kebijakan-kebijakan pemerintah berupa  jaminan kesehatan, pendidikan, penataan tempat tinggal, serta.

Ciri lain dari pemimpin-peminpin pilihan rakyat, adalah “tidak pandang bulu” tidak “pilih kasih” semua sama dimata hukum yang baik diberi penghargaan, yang melanggar hukum akan dikenai sanksi hukum. Penataan lingkungan yang bersih, penataan pemerintahan efektif lebih berdaya guna dan berhasil guna, Sumbangsih ide, pikiran, Pemimpin-pemimpin seperti itu, yang dilahirkan PILKADA langsung.Langsung, seyogyanya malah harus disinergikan  bukan malah di singkirkan.

Mata rakyat biasanya masih lebih sehat dibanding mata orang-orang yang duduk di kursi panas DPR maupun DPRD. Mata rakyat itu masih sangat awas, masih bisa melihat dengan jelas mana yang baik dan mana yang buruk. Belum mengalami rabun jauh atau rabun dekat. Bisa dengan mudah membedakan warna putih, benar–benar putih sampai kelubuk hati.

Telinga Rakyat masih sangat peka untuk menyaring mana suara badut-badut, dan mana yang benar-benar mensuarakan kehendak rakyat, tidak ada sandiwara, mana yang hanya omong besar janji besar, tetapi ingkar. Rakyat masih mampu mengendus dengan hidungnya, bau busuk yang sering kali keluar dari mulut para anggota dewan yang gemar korupsi. Hasilnya pilihan Rakyat secara langsung dalam PILKADA, dijamin jauh lebih baik jika dibandingkan pilkada oleh Dewan Perwakilan.

Dari uraan diatas dapat disimpulkan bahwa Cara Sederhana Memilih Pemimpin adalah memalui PILKada langsung dengan tujuan mendapatkan seorang pemimpin yang tidak diskriminatif, mau berkorban untuk rakyat atau merakyat, bekerja keras, jujur dan berdedikasi tinggi, tak ada di lubuk hatinya pencitraan, meiliki ketegasan dantidak pandang bulu, menyayangi para rakyat miskin atau kaum kafir, tidak menjual harga dirinya dengan harta dan kekuasaan, tidak serakah, taat asas hukum, tidak ada pamrih ingin dipuja dan di puji, amanah, sabar, cerdas, tidak mencari popularitas, tegas tidak pandangbulu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun