Hampir satu dasawarsa terakhir ini kita mengalami krisis multidimensi yang merambah di hampir semua sektor kehidupan, diikuti bermacam musibah yang silih berganti datang hampir setiap tahun, tak terkecuali di tahun 2014 ini. Musibah yang sangat mengerikan akibat longsornya bukit setinggi hampir 100 meter yang mengubur habis dusun Jemblung, kecamatan Karangkobar, kabupaten Banjarnegara.
Sampai hari kelima rabu (17/12/2014)korban yang dapat dievakuasi baru mencapai 83 orang dari seluruh jumlah penduduk desa Jemblung yang tewas terkubur. Kenapa musibah longsor dapat terjadi di dusun Jemblung, Karangkobar , yang menimpa kepada sebuah desa yang relative tenang jauh dari hiruk pikukpara manusia yang saling memperebutkan kekuasaan dan harta.
Musibah apapun yang menimpa kepada umat manusia hakekatnya adalahdiakibatkan oleh ulah manusia baik yang disengaja maupun yang tidak. Bencana banjir, gempa bumi, tanah longsor, penyakit busung lapar, wabah penyakit ebola yang sudah menewaskan lebih dari 3000 orang, wabah AID yang mendera hampir diseluruh negara di dunia,kecelakaan pesawat udara yangsangat dahsyat, musibah kapal tenggelam, sampai dengan musibah kesurupan masal, semua musibah-musibah tersebut sudah banyak memakan korban jiwa manusia dan harta benda.
Sedemikian banyaknya jenis musibah yang mendera kepada kita, sehingga sulit bagi kita untuk menyebutkannya secara terinci satu demi satu. Bagi umat Islam bagaimana mensikapinya terhadap musibah dan bencana yang menimpa kepada saudara-saudara kita yang ada di Karangkobar maupun saudara-saudara kita di tempat lain dipenjuru Nusantara. Dalam tulisan ini tidak secara khusus mengupas dan mencari jawaban dari penyebab terjadinya musibah, akan tetapi bagaimana seharusnya sikap kita didasari atas jiwa keimanan seorang muslim.
Pertama: Kata “musibah” yang dimaksudkan disini adalah bencana sebagai suatu peristiwa menyedihkan yang menimpa, namun demikian ada beberapa pengertian berkenaan dengan kata musibah yang berarti fitnah (fitnah dalam pengertian bahasa arab) , musibah berarti bala, dan musibah yang berarti azab.
Musibah itu secara kebahasaan adalah apa yang menimpa, apa yang mengenai terhadap sesuatu bisa apa saja, semisal seseorang menembak dengan peluru, dan pelurunya tepat mengenai sasaran, dan peluru yang tepat mengenai sasaran itulah musibah.Musibah itu apa yang menimpa/mengenai sehingga dapat berkonotasi baik dan dapat pula berkonotasi tidak baik.
Dalam terjemahan al-Qur’an surat an-Nisa ayat 79, disebutkan bahwa:“Apa saja ni’mat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplahAllah menjadi saksi”.
Jadi musibah itu bisa baik dan bisa juga tidak baik, hanya saja pengertian secara umum musibah itu selalu dikonotasikan sebagai sesuatu yang tidak baik. Oleh sebab itu ta’rif musibah adalah “kullu makruhin yahullu bill insane” atau segala sesuatu yang tidak disukai yang menimpa diri manusia.
Kedua”musibah sebagi fitnah, fitnah dalam pengertian kebahasan al-Qu’an bukan fitnah dalam pengertian bahasa Indonesia. Kalau dalam bahsa Indonesia yang umum dipahami selama ini fitnah adalah berita yang tidak ada dasarnya atau tuduhan yang tidak ada buktinya.
Sedangkan dalam konteks al-Qur’an yaitu dalam surah al-Anbiyaa ayat 35:” Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan”. Jadi kata fitnah adalah ujian, ini sama artinya dengan bala, fitnah dan bala itu dapat berupa yang baik (kenikmatan) dan dapat pula berupa penderitaan “bissyarri wal khairi”.
Ketiga” musibah dalam pengertian azab. Para ulama mengatakan,pertama azab adalah “setiap yang dirasakan berat oleh manusia”. Kedua, ada pula yang mengartikan azab sebagai suatu hukuman akibat perbuatan, jadi berupa balasan dari perbuatan yang tidak baik. Azab dalam pengertian kedua ini terbagi menjadi dua jenis, yakni:
pertama(1): yang bersifat membinasakan, sebagai hukuman yang ditimpakan kepada umat-umat terdahulu yang tidak percaya, dan tidak mau mengikuti seruan para Nabi. Mereka dihabisi oleh Allah. Menurut para ulama azab jenis ini sejak zaman Nabi Musa as sudah tidak ada lagi.
Kedua (2): azab yang mempunyai arti musibah sebagaimana tersebut diatas.